Kesenangan itu seketika menjadi tangisan sedih dan air mata yang tak bisa lagi kubendung. Jika memang pasar sangatlah ramai karena terdapat orang-orang yang berkumpul untuk melakukan kegiatan jual beli. Maka Aku sudah menciptakan pasar di lapak daganganku sendiri.
"Duaarr..!!!"Suara yang dihasilkan karena ada sekelompok preman dengan badan yang dipenuhi tato yang memporak-porandakan susunan Tas barang daganganku.
Sambil berdiri dengan jiwa semangat berdagang yang menggebu-gebu, seketika itu pun mataku sontak terdiam. Lalu Aku pun segera merapihkan dengan menyusun kembali barang daganganku yang di berantaki oleh sekelompok preman itu. Entah karena alasan apa mereka seketika memporak-porandakan barang daganganku kala itu. Jika memang Uang keamanan yang mereka inginkan, mereka bisa meminta padaku secara baik-baik, tanpa harus mengacak-acakan barang dagangan yang telah Aku susun rapih. Perihal tentang yang Aku fikirkan tersebut dengan mataku yang meneteskan Air kesedihan itu, Aku pun menanyakan hal tersebut,
"Bang... Bangg... Ada apaa ini Bang...?"Sembari mengulurkan kedua tanganku untuk menahan perlakuan mereka yang tidak senonoh itu.
"Siapa yang izinin lo buat dagang disini?!?"Berbicara dengan ngotot dengan gaya premannya.
"Tii.. Tidak ada yang memberikan izin bang."Terbata-bata ucapanku karena keheranan atas pertanyaannya.
"Lo tauuu?!?, Kalo ada yang mau dagang disini, harus izin sama gue!!!"dengan nada suara yang semakin keras, yang membuat orang-orang yang sedang melihat barang daganganku pergi karena takut.
"Sayaa tidak tahu bang, saya kita ini tempat umum dan bebas untuk siapapun yang ingin berjualan. Dan kalau saya tahu, pasti saya akan izin terlebih dahulu kepada abang-abang semua."Dengan terbungkuk tubuhku di hadapan preman-preman yang mengaku sebagai penguasa wilayah dagang disana.
"gue udah bilang sama lo! kalo emang lo mau dagang, lo harus izin dulu sama gue!!!, ngerti gak lo!!!"dengan jari telunjuknya yang menunjuk tepat di depan wajahku.
Aku merasa saat itu Aku diperlakukan tidak selayaknya manusia. Tidak pernah ada sebelumnya yang pernah melakukan hal tersebut padaku."Mungkin ini resiko untukku yang kurang mencari tahu aturan di tanah orang"ucapku dalam hati.
Namun, itulah cobaan yang harus kuterima dan sebagaiman mungkin Aku harus sabar dan bisa menyikapi cobaan tersebut dengan bijak. Karena jangan sampai Aku malah tidak berdagang lagi di tempat tersebut. Jujur saja, saat itu perasaanku campur aduk, kesal, marah, serasa bisa Aku membawa parang, Akan langsung ku ayunkan ke arah lehernya itu. Tapi, lagi-lagi keadaan seolah menjebakku untuk menggadaikan harga diri yang padahal tidak ternilai harganya. Karena hal tersebut Aku pun mencoba menenangkan diriku sendiri dari rasa emosi yang hampir saja kuluapkan. Dan Aku pun mengetahui apa yang sebenarnya para preman itu inginkan.
"Jadi gini bang. Maaf sekali bang jika sebelumnya saya tidak izin, itu memang karena saya tidak tahu bang, sumpah bang!"Tegas Ucapanku sembari memohon belas kasihnya
"dan sekarang, saya meminta izin pada abang-abang semua untuk berdagang di lapak yang abang pegang ini bang. Dan ini uang keamanan untuk saya berdagang disini bang."Dengan menyelipkan uang langsung ke tangan salah seorang preman yang mengamuk padaku.
"Nahhh... Kalau begini kan beres. Dan mulai sekarang, lo bisa dagang di area gue ini. Tapi jangan lupa, setiap hari gua bakal kesini. Dan gue minta, lo jangan tanya apa alasan gue kalo dateng kesini lagi."Sembari mengibaskan uang yang Aku berikan padanya tepat di wajahku.
"yoooo keliling lagi."Ujar preman tersebut pada beberapa teman yang ikut turut bersamanya.
Saat itu Aku pun sangat malu untuk melanjutkan dagang pada hari itu. Lagipula, sepertinya tidak ada yang ingin membeli barang daganganku itu karena telah kotor."untung saja sebelum mereka datang, Aku sudah lumayan laris banyak. Jadi, tidak apalah untuk sekarang juga Aku pulang."Ucapku dalam hati yang hanya mengingat kesenangan pada hari itu saja.
Aku pun segera merapihkan barang daganganku yang telah kotor namun Aku masih bersyukur karena barang daganganku tidak ada yang sampai rusak. Karena jika sampai ada yang rusak, lumayan sekali kerugian yang Aku tanggung. Percuma saja sebelummya walaupun barang daganganku sudah laris banyak."Dan kalau hanya seperti ini, sepertinya tidak apa. Aku bisa membersihkan dan membungkusnya dengan plastik, agar terlihat seperti baru kembali."Tuturku dalam hati sembari merapihkan barang-barang dagangku untuk segera di bawa pulang kembali.
Padahal hari masih siang, mungkin saja jika Aku masih berdagang, dapat bertambah pula barang daganganku yang terjual. Sedangkan, para pedagang lain mulai membenahi barang dagangan mereka mulai pukul 4 sore. Setidaknya masih ada beberapa jam lagi untuk Aku mendapatkan kesempatan menghabiskan barang daganganku."sudah gibran, bersyukur saja, mungkin memang rezeki untuk-mu hari ini sudah mencapai batasnya, kamu bisa melanjutkannya besok."Berkata pada diriku sendiri karena teringat akan ucapan Ibu yang menyuruhku untuk selalu bersyukur tentang apa yang Aku miliki dan Aku dapatkan.
Dengan perasaan sedih yang berusaha Aku tutupi dengan perasaan senangku pula. Kubawa barang daganganku yang tidak sedikit menjadi kotor karena ulah preman yang datang tiba-tiba dengan tingkah laku kesetanan itu. Aku pun pulang dengan wajah yang kupaksa terus menerus untuk ceria kembali, dengan cara mengingat saat ramai para pengunjung pasar membeli barang daganganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
Non-FictionBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...