Jangan seperti itu ya

5 3 0
                                    

Aku pun terbangun dari tidurku di pagi hari dengan Pak Ujang yang mengetuk pintu kamarku. Aku pun terbangun tanpa sadar ternyata kemarin Aku tertidur dalam keadaan menangis. Dan karena itu, Aku pun tidak terlupa tentang hal apa yang Aku perbuat. Aku telah memaksa Pak Ujang untuk menjawab pertanyaanku. Jawaban pertanyaan yang Aku benar-benar tida mengetahui ada cerita romantis namun sangat sedih juga sampai membuat lebam mataku.

Dan terdengan suara panggilan Pak Ujang yang sembari mengetuk pintu kamarku.

"Tok... Tok...Tok..., Gibran?, kamu udah bangun atau belum."Ucap Pak Ujang dari balik pintu kamarku.

"Sudaahh Om.... Ini Gibran mau langsung mandi."Jawabku yang baru terbangun dari tidurku.

"Kalau gitu segera kebawah ya, Om tunggu di meja makan. Ada yang ingin Om bicarakan pada-mu."Ungkap Pak Ujang kembali dari luar kamar.

"Baik Om."Jawabku.

Aku pun menunggu suara langkah dari kaki Pak Ujang menuruni anak tangga. Karena, mendengar dari ucapannya tersebut, sepertinya Pak Ujang ingin membicarakan per-soalan kemarin. Mungkin Pak Ujang menganggapku kurang mempunyai etika.

"jangan-jangan Pak Ujang ingin mengusirku. Aaaahhh... Bodoh sekali kamu Gibran!!!. Dasar anak tidak tahu di untung."Ucap fikiran jelekku dengan diriku sendiri, sembari menggaruk-garukan kepalaku yang sangat kebingungan.

"Plak... Plak... Plak..."semakin kecil bunyi langkah kaki Pak Ujang menuruni anak tangga.

Setelah Aku yakin karena mendengar langkah kaki pak Ujang yang semakin jauh semakin kecil, Aku pun merasa yakin bahwa Pak Ujang sudah turun dan tidak berada di depan kamarku lagi. Aku berbuat seperti itu bukanlah tanpa dasar alasan yang jelas. Aku berlaku seperti itu karena, jika memang benar apa yang tadi Aku fikir-kan adalah hal yang ingin di lakukan Pak Ujang. Setidaknya, Aku harus memikirkan bagaiman caranya meminta maaf tanpa melakukan kesalahan sebelum Aku di usir pergi oleh Pak Ujang dari rumahnya.

"Woooosshh..."bunyi gerakanku yang memindik-mindik untuk memastikan apakah benar Pak Ujang sudah turun.

Dan benar, Pak Ujang tidak lagi berada di depan pintu kamar, dan ternyata pendengaranku masih sehat.

Aku pun langsung segera lari menuruni anak tangga dan segera langsung masuk ke kamar mandi yang berada tepat di samping anak tangga. Tapi, itu adalah rencanaku. Dan kenyataannya, saat Aku sudah menuruni anak tangga dan ingin masuk ke dalam kamar mandi. Baru saja Aku memegang pintu kamar mandi untuk membukanya, Pak Ujang langsung memanggilku.

"Gibran.... Sini dulu."Ucap Pak Ujang dari meja makan yang memanggilku.

"Matiiii Aku..."Ucapku dalam hati dengan tangan yang menepuk keningku.

Karena Pak Ujang sudah memanggilku, maka tidak ada pilihan selain Aku menghampirinya. Aku pun mendekatinya secara perlahan, jantungku berdebar semakin kencang setiap langkah kaki yang semakin mendekat. Dan tentunya dengan kepalaku yang tertunduk ke lantai.

Dan di saat Aku sudah berada di depannya, Pak Ujang pun langsung memegag pundakku dengan tangannya dan berkata,

"Gibran..."

Di saat Pak Ujang memanggil namaku dengan tangannya di pundakku, Aku pun spontan mengeluarkan kata-kata yang aneh karena rasa takutku.

Dengan bicara yang sangat cepat, kepala tertunduk, dan mata yang terpejam sangat kuat Aku pun berkata,

"Iya Om, Gibran tau Om mau usir Gibran dari rumah karena kejadian kemarin, Gibran salah Om, Gibran minta maaf. Sehabis mandi Gibran akan langsung membereskan barang-barang gibran dan pergi dari rumah Om."

Dan ternyata Pak Ujang pun malah menempeleng kepalaku dengan pelan dan berkata,

"heleh-heleh.... ngomong apasih kamu."Ucap Pak Ujang.

Karena mendengar Pak Ujang berkata demikian, Aku pun terkaget dan langsung mengangkat kepala dan membuka mataku untuk melihat ke arahnya.

"maksudnya Om?"Jawabku dengan wajah yang polos.

"Maksud Om apa?, Kamu maksudnya apa bilang seperti itu."tanya Pak Ujang kembali padaku karena merasa kebingungan dengan gelagat dan ucapanku barusan.

"Terus Om minta Gibran ke meja makan untuk berbicara tentang apa Om?, bukan tentang kemarin?, Bukan Om mau mengusir Gibran?"Tanyaku pada Pak Ujang.

"Om mau berbicara sama kamu tentang Om mau memberikan kamu pekerjaan. Karena kamu butuh itu kan?. Soal kemarin Om sudah melupakannya. Lagian Juga mana mungkin Om mengusir anak dari sahabat Om sendiri."Ungkap Pak Ujang padaku.

"Benarrr Om...?"tanyaku sekali lagi padanya untuk meyakinkan diriku.

"huuuu.... Ngawuuuurrr kamu tuh. Sudah sana buru mandi dulu deh kamu."Sembari mengacak-acak rambutku yang memang sudah kusur karena baru bangun.

Aku pun hanya terdiam, membalikan badanku untuk menuju kamar mandi, dan mengehela-kan nafas sepanjang-panjangnya. Karena ternyata fikiranku terlalu buruk dan sangat terlampau jauh. Dan malahan kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan yang Aku fikirkan. Pak Ujang malah ingin memberiku pekerjaan di Jakarta.

Dan Aku pun tersadar mempunya fikiran buruk terhadap seseorang adalah suatu keburukan dari diri sendiri. Aku sudah berfikiran buruk tentangnya sedari Aku menginjak-kan kakiku di dalam rumahnya. Dan Aku pun bukan hanya harus merubah, tapi bahkan membuang hal buruk tersebut. Karena itu hanya akan membebankan fikiran dan diriku saja.

Aku pun segera mandi, membuat tubuhku segar. Membuat fikiranku juga segar dan semoga saja di tiap tetesan air yang terjatuh dari kepalaku, itu juga menjadi sebuah tanda keluarnya fikiran burukku. fikiran burukku yang tidak hanya saja kepada Pak Ujang. Namun, kepada semua orang di kehidupanku kedepannya. 

Hikayat si PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang