Bisnis konveksiku berjalan lagi dengan istriku yang minimnya pengalaman dalam dunia bisnis. Sedangkan Aku yang padahal sudah paham betul dan mempunyai banyak pengalaman tentang bisnis konveksiku, Aku malah semakin sibuk dengan bisnis gelap yang kujalani. Padahal, sebelumnya istriku sudah mulai mengeluh karena ia yang tidak bisa mengolahnya, sampai-sampai 1 tempat usaha konveksiku harus terjual.
Aku tidak pernah menyalahkannya, dan tidak merasa menyesal pula kala Aku menjual 1 konveksiku. Tapi mungkin ia lebih menyadari tentang kapasitas dirinya yang memang tidak bisa lagi mengurus bisnis konveksi itu yang kupercayakan sepenuhnya. Ia lebih memilih untuk terfokus pada mengurus rumah tangga beserta anak-anakku dari dalam rumah saja.
Karena memang, semenjak Aku menyerahkan dan memberikan bisnis konveksiku padanya, anak-anakku menjadi kurang sedikit perhatian dari kedua orang tuanya.
Tidak kuat bagiku untuk membayangkan bagaimana jadinya, jika suatu saat istri dan anak-anakku mengetahui apa yang sebenarnya Aku lakukan di belakang mereka. Sebisa mungkin Aku menutupi itu semua dari mereka. Semakin takut Aku dengan sifat bangkai yang tidak bisa di tutupi serapat apapun, dan mengharap tidak ada yang mengetahui keberadaannya.
Ketakutan adalah suatu hal yang sebenarnya akan membuat manusia mewujudkan ketakutan itu menjadi kenyataan. Semakin di fikirkan, maka semakin kuat rasa takut itu. Dan semakin cepat juga apa hal yang ditakuti itu akan terjadi pada dirinya.
Dan ketakutanku itu terjadi, dengan tragedi yang sangat mengerikan juga untukku. Bahkan untuk seumur hidupku dan keluargaku. Karena hal itu hampir membuat Ibuku nyaris berakhir umurnya di dunia.
Dari sekian tahun, bulan, tanggal dan hari, hanya ada satu waktu yang paling ku–benci sampai saat ini. Hari yang rasanya ingin kuhapus tanggalannya dari waktu dalam hidupku. Karena, hari itu membuat jeripaya, dan hasil keringatku runtuh dalam satu hari. Sampai tubuhku pun terbujur kaku, otakku seakan berhenti bekerja dan entah apalagi yang harus Aku lakukan.
Pada bulan Desember kala itu, sepertinya nyaris menjadi akhir dari segalanya untuk diriku. Desember tanggal 11 tahun 2013, dan jika di jabarkan menjadi 11-12-13. Tanggal 11 Desember tahun 2013, adalah merupakan kombinasi angka alami dari kehidupan yang menurut orang lain itu adalah, tanggal atau waktu yang sangat cantik. Karena tanggal itu tidak bisa di ulangi lagi sepintar apapun ilmuan di dunia ini membuat teknologi.
Itu menurut kebanyakan orang yang ada di dunia ini, tapi tidak denganku, yang sangat membenci angka itu. Dan Aku bersyukur karena memang angka pada waktu itu tidaklah lagi terulang kembali dalam waktu kehidupan. Angka yang menurutku adalah angka kesialan yang sangat paling sial dalam seumur hidupku.
Pada tanggal yang bagi orang-orang adalah tanggal cantik dan indah, adalah suatu tanggalan yang memiliki peristiwa yang sangat tidak pantas untuk di kenang, namun sangat berharga menjadi guruku dalam kehidupan kedepannya.
Pada hari itu, tepat tanggal 11 bulan 12 tahun 2013, Aku di kepung oleh segerombolan polisi dengan dua pistol yang sudah berada di bagian kiri dan kanan kepalaku. Terbangun Aku dari mimpi indahku dengan cara yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan saat Aku membuka mata kala itu.
Dengan mataku yang hanya bisa melirik, Aku melihat kejadian yang membuat seakan Aku sudah mati, walaupun kedua pistol yang berada di sisi kanan dan kiri kepalaku belum ditarik pelatuknya. Terlihat wajah yang sangat ketakutan dari anak-anakku. Dan dengan polosnya mereka bertanya kepada istriku, yang sedang memeluk mereka tepat di hadapanku yang sedang tengkurap, dengan borgol besi di tanganku.
"Mahh..., Papah kenapa di injak begitu? Memangnya papah salah apa?." Salah seorang anakku dengan wajah yang membuatku sendiri ketakutan sampai menangis.
Dan anak laki-lakiku yang ke dua pun dengan sifat berani yang mengikuti neneknya ia berkata, dengan kepalan tangan seolah ingin memukul polisi yang berada di sekelilingku.
"Lepaskan papah, atau Aku pukul kalian denga tinjuku."dengan sangat berani dan tanpa sedikit ketakutan di wajahnya.
Sedangkan Aku?, tidak bisa berbuat apa-apa selain menghantamkan kepalaku di lantai yang telah sejajara dengan dadaku dengan tangisan. Bukan karena kedua pistol yang di todongkan ke arah kepalaku, bukan hempitan borgol besi, ataupun tekanan kaki yang menginjakku, yang membuatku menangis. Tapi, apa yang telah Aku lakukan pada mereka dengan kebodohanku.
Aku telah melemparkan mereka sebuah senjata yang sangat mematikan, namun tidak berbentuk dalam kehidupan mereka.
Sedangkan istriku yang paham dengan situasi dan kondisi saat itu, ia hanya memasang wajah marah yang sangat penuh kekecawaan ke arahku. Saat itu tidak ada fikiran atau kata yang terlintas dalam otak, dan terucap oleh mulutku dengan lirik selain kata,"BODOH. Ya Aku sangat bodoh karena sebelumnya Tuhan telah mengingatkanku dengan ia melemparkan sebuah fikiran tentang resiko yang akan kuhadapi.
Tapi, karena Aku sudah bersikap tinggi bagaikan langit, padahal asalku dari tanah yang kotor. Aku melupakan seluruh nasihat-nasihan Ibuku dulu saat Aku ingin berangkat ke Jakarta. Yang membuat Aku harus menerima buah dari pohon yang telah Aku tanam. Padahal sebelumnya, dengan perjuangan yang sangat keras, Aku telah menanam pohon yang sangat manis buahnya. Bahkan, tidak perlu Aku mencicipinya, cukup memandangnya pun sudah sangat terasa kenikmatannya.
Tidak ada buku yang dapat menandingi buku kehidupanku jika isinya hanya tentang kebodohanku.Tapi, apa yang bisa Aku lakukan di saat semua ketakutanku sudah menjadi kenyataan.
Dan pada hari itu, Aku pun di bawa oleh polisi dengan barang bukti yang sudah mereka dapatkan dari hasil bisnis gelapku. Karena hal itu, Aku pun mendekam di dalam penjara selama 5 tahun 7 bulan lamanya.
Aku telah kehilangan sebahagian besar dalam hidupku. Bahkan Aku telah merenggut kebahagiaan keluargaku sendiri. Orang tua macam apa Aku ini?, yang jika orang tua lain dengan susah payah membuat anaknya bahagia. Sedangkan Aku?, Aku malah membuat istri dan anak-anakku semakin sengsara tanpa kehadiran sosok Ayah dalam waktu 5 tahun 7 bulan yang sedang mendekam di dalam sel tahanan.
Dan mulai hari saat dimana kaki ini menginjak lantai yang rasanya tidak sama lagi dengan lantai rumahku. Tidak ada satu detik pun terlewatkan untuk memikirkan semua kesalahan yang telah Aku perbuatan, dan bagaimana caraku bisa mengembalikan itu semua, walaupun tidak seperti dulu lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat si Perantau
Non-FictionBerkisahkan seorang pemuda desa yang bertanya-bertanya tentang apa itu arti dari menjalani kehidupan. Seorang pemuda yang sedari dulu memiliki kehidupan dari keluarga yang sederhana dan keluarga yang selalu diremeh-temehkan. Karena hal tersebut, ter...