010

9 4 0
                                    

Adek kita atheis

Pagi hari yang cerah, Jeongyeon merasa terusik tidurnya karena tangannya merasa kebas. Saat ia mulai mengerjapkan mata, ia merasa sebuah kepala menindih tangannya. Perlahan matanya dapat menangkap dengan jelas siluet seorang laki-laki yang kini tidur menindihi tangannya. Tangan kanan Jeongyeon pun membelai rambut seseorang itu, ia tak yakin kalau itu suaminya karena setaunya sang suami akan pulang nanti malam. Sampai akhirnya seseorang itu pun bergerak kecil dan menggumam tak jelas.

"Soobin kapan ke sini?" tanya Jeongyeon saat ia berhasil mengenali suara anaknya.

Soobin seketika mengangkat kepalanya karena terkejut melihat tempat yang tak biasa ketika baru bangun. Namun sesaat ia berhasil mengingat mengapa ia bisa ada di ruang perawatan sang ibu.

"Ibu udah bangun?" tanya Soobin.

"Udah, tangan Ibu kamu tidurin," kata Jeongyeon.

"Oh maaf Bu, sakit yah makanya Ibu bangun? Soobin pijitin deh, Soobin gak tau kalo ketiduran nindihin tangan Ibu," sesal Soobin.

"Nah yang enak mijutinnya. Soobin kenapa tidur di sini? Kapan ke sininya?" tanya Jeongyeon.

"Semalem jam dua. Soobin gak bisa tidur, akhirnya pesen greb buat ke rumah sakit."

"Ih kamu nih untung sampe ke sini, kalo diculik gimana? Ini kamu berarti nggak sahur?"

"Enggak Bu. Soobin gak bisa makan di rumah sakit."

"Ya Allah, udah puasa hari terakhir malah gak sahur."

"Gak papa tenang aja Soobin kuat. Ngomong-ngomong adeknya mana Bu?"

"Ya di ruangannya. Sana minta suster bawain ke sini kalo mau liat," kata Jeongyeon.

Soobin terlihat antusias, ia cepat-cepat memakai kembali sandalnya, "eh tapi Bu emang boleh di bawa ke sini? Ini kan ruang perawatan, anak kecil di bawah dua belas tahun biasanya gak boleh masuk rumah sakit,"
kata Soobin. Sepertinya otak Soobin masih loading belum benar-benar kerestart, mungkin efek baru bangun.

"Emang selama ini adek kamu tinggal dimana Soobin? Ya di rumah sakit lah, masa udah di rumah sakit gak boleh masuk rumah sakit," kata Jeongyeon, ia terkekeh geli mendengar pertanyaan putranya itu.

"Oh iya yah Bu. Kalo gitu Soobin keluar dulu."

Baru Soobin ingin mengambil langkahnya, seorang petugas datang membawa bayi di gendongannya. Rupanya bayi itu adalah adik dari Soobin.

"Itu udah dateng Bin," kata Jeongyeon.

"Oh itu Bu."

Perawat itu menyambut Jeongyeon dengan sapaan pagi sambil menanyakan kondisi Jeongyeon pagi ini. Setelah mengetahui kondisi Jeongyeon baik-baik saja, bayinya pun dipindahkan ke gendongannya. Mata Soobin berbinar seketika tatkala melihat bayi merah yang kecil digendongan sang ibu. Perawat yang mengantarkan bayi Jeongyeon pun pamit pergi.

"Bu, Bu, Bu, dia nguap dia nguap," kata Soobin saat melihat mulut kecil bayi itu membuka. "Bu kecil banget yah Bu. Hmm....gemesh." Soobin meremas-remas tangannya karena sangkin merasa gemasnya dengan adik barunya.

"Mirip siapa ini Bin?" tanya Jeongyeon.

"Minju," jawab Soobin.

"Minju? Ayah atau Ibu maksudnya bukan Minju."

"Tapi mirip Minju, Bu. Hidungnya, mulutnya mirip. Tapi kalo dibandingin Ibu sama ayah, lebih mirip sama Ibu."

"Iiii Ibu seneng banget kalo dia dibilang mirip Ibu. Yeonwoo udah mirip ayah kamu banget Bin, masa ini mau mirip ayah lagi kan ngeselin."

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang