Tuan Wijaya kini tampak sedang berjalan dikoridor sekolah, tak sengaja dari jauh Daniel dan Tisa langsung mengenalinya.
"Om Wijaya kenapa disini?" Ungkap Daniel seketika menghentikan langkahnya.
"Gila, kok bisa separah ini sih?" Tanya Tisa binggung.
Daniel pun segera menarik Tisa ke tempat yang cukup sepi.
"Cerita ke gue, ada apa sih?" Tanya Daniel mulai khawatir.
"Gue akan cerita, tapi kita sambil jalan ya untuk nyamperin Carla." Ungkap Tisa ikut khawatir.
Daniel hanya menganggukan kepalanya, Tisa pun kembali menceritakan kejadian dikelas.
"Tapi Niel, gue nggak yakin deh kalau itu laporan Siska. Gue mikir lebih tepatnya Baron sama Jesi sih," ungkap Tisa mulai menebak.
"Ok gue paham, wait Tisa." Daniel segera menarik Tisa menjauhi pintu ruangan konseling. "Look." Daniel menunjuk kearah pintu ruangan konseling yang terbuka.
Tampak Jesi dan Baron baru saja keluar dari situ, dengan senyuman licik. Tisa dan Daniel pun saling bertatapan, dari gerak gerik tubuh mereka mengungkapkan tak suka. Seketika Carla pun keluar dari ruangan konseling, dengan segera Tisa dan Daniel menghampirinya.
"La. Lo baik-baik aja?" Tanya Daniel sembari menyelipkan rambut Carla kebelakang telinga.
"Hm, lebih dari baik." Ungkap Carla dengan senyum penuh teka-teki lalu berjalan meninggalkan Daniel dan Tisa.
"Niel, ada yang aneh." Ungkap Tisa seketika mencurigai sesuatu.
"Hm? Maksud lo?" Tanya Daniel binggung.
"Mending kita tunggu Carla aja, gue yakin Carla punya kejutan deh. Wow..." Ungkap Tisa langsung berjalan berlawanan arah dengan Carla dan meninggalkan Daniel.
"Yaelaahh malah pergi. Ehh nona rangrang, lo kemana?!" Tanya Daniel setengah teriak.
"Kelas." Jawab Tisa sekenanya, "Ayo." Panggil Tisa pada Daniel.
Dengan rasa binggung Daniel pun menyusul Tisa, sembari memperhatikan punggung Carla yang berjalan semakin jauh.
"Huh? Emang cocok sih lo dipanggil undur-undur. Soalnya lo jalan aja mundur." Ungkap Tisa menggelengkan kepalanya lalu pergi.
"Kebiasaan lo." Ungkap Daniel menjitak kepala Tisa lalu berlari begitu saja.
"Daniel...!" Kesal Tisa sambil merapikan rambutnya.
Diruang pertemuan, tampak dengan santai beberapa orang tua duduk sambil berbisik-bisik.
"Selamat siang bapak dan ibu semua, selaku wali dari siswa atas nama Baron, Jesi dan Carla. Saya selaku kepala sekolah akan memulai pembicaraan kita, tentang kasus kekerasan seorang siswa." Ungkap sang kepsek (Kepala Sekolah).
"Ayo anak-anak masuk." Ungkap sang guru konseling. "Loh Carla mana?" Tanyanya sembari berbisik pada Jesi.
"Takut kali bu." Ungkap Jesi dengan malas.
Tak lama kemudian, Carla pun masuk dengan mata sembab. Hal itu membuat tuan Wijaya langsung berdiri dengan wajah emosi, dan sigap menghampiri Carla.
"Kamu ada yang luka?" Tanya tuan Wijaya khawatir.
"Maaf ya pak. Harusnya saya yang nanya itu dengan anak saya, karena anak anda yang melakukan kekerasan." Ungkap seorang wanita parubaya.
"Mama." Panggil Jesi langsung memeluk wanita itu yang merupakan ibu dari Jesi.
"Benar. Gimana sih anda mendidik anak anda? Masa perempuan tapi sifat preman?!" Sindir seorang pria parubaya.
"Bener Pa." Ketus Baron dengan tatapan meremehkan Carla dan tuan Wijaya.
"Bapak-Bapak, Ibu-ibu silakan tenang dulu kita..." Belum sempat sang guru konseling berbicara Carla langsung menanggis histeris.
"Carla. Ada apa sayang? Bilang sama Pa..." Belum sempat tuan Wijaya berbicara, tak sengaja ia melihat luka cakar di leher Carla.
"PAPA...!" Tanggis Carla semakin menjadi-jadi sambil memeluk tuan Wijaya.
"Sayang coba tenang, kamu kenapa? Ini luka dileher kamu kenapa? Coba bilang ke Papa." Ungkap tuan Wijaya yang semakin khawatir.
.
.
.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepbrother || TREASURE✅
FanfictionNamanya Carla Aglisa, gadis remaja yang penuh misteri. Mau tau gimana ya, perasaan seorang gadis bernama Carla diumur ke 17 th nya dia mendapati seorang saudara baru yang seumuran dengannya? . . Apakah dia siap menerimanya atau tidak? Apakah dia bi...