10- Kak Chandra dan Mie Instan

794 135 8
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

********

Di jam pertama ini—tepatnya pukul delapan pagi—suasana kelas 10 IPS 1 terbilang cukup kondusif. Kini, mereka sedang diberi tugas untuk mencatat materi pelajaran sejarah peminatan.

"Aduh, pulpen gue abis lagi." Ara meringis saat sedang mencatat dan pulpennya tiba-tiba habis.

"Pulpen lo abis, Ra?" Tanya Dina-teman sebangkunya.

"Iya, mana gak ada cadangan." Ucap Ara.

"Pulpen lo abis, Ti?" Nafis yang kebetulan duduk di depan Ara juga ikut bertanya.

By the way, atas saran dari abangnya, Nafis sekarang mulai ngebiasain pakai lo-gue. Kata Bang Mu'adz-Abangnya Nafis-biar lebih gampang akrab dan gak awkward sama temen-temennya.

"Iya, mana masih banyak lagi." Ara mengadu jujur.

"Pakai punya gue aja kalau gitu, nih." Nafis memberikan pulpen yang ia pakai kepada Ara.

"Terus lo nulis pakai apa?"

"Pake pensil bisa, udah nih ambil." Jawab Nafis.

"Masa nulis pakai pensil?" Balas Ara.

"Nulis 'kan gak ada fikihnya, pake cat tembok juga kagak dosa. Udah, nih ambil." Ujar Nafis kembali yang membuat Ara akhirnya mengambil pena berwarna hitam itu walau sedikit ragu.

"M-makasih." Ucap Ara.

Nafis mengangguk dengan senyum manisnya.

"Sama-sama." Balas pemuda itu.

Entah kenapa, wajah Ara tiba-tiba begitu panas. Setiap kali dekat dengan Nafis, jantung Ara selalu bergedup lebih kencang. Terlebih, Nafis memiliki kepribadian humoris dan hangat. Nafis juga sering membantu Ara, ini sudah kesekian kalinya.

"Kayaknya Nafis suka sama lo, Ra." Dina berbisik pada Ara, menggoda teman sebangkunya itu.

"A-apa, sih! Nggak, orang biasa aja." Ara mencoba mengelak, namun kulit wajahnya tiba-tiba merah. Hal itu membuat Dina tertawa.

"Nanti kalau jadian jangan lupa traktir, ya?" Bisik Dina kembali.

Ara mendengus kesal. WalaupunAra tidak bisa berbohong. Nafis memang begitu mengagumkan di mata Ara. Dan, Ara menyimpan perhatian lebih pada Nafis sejak awal mereka bertemu.






*****

"Jadi anak-anak, sekilas pembahasan tentang Renaisans dan Aufklärung. Bagaimana tanggapan kalian mengenai dua peristiwa besar itu?" Tanya Pak Kamal, guru sejarah peminatan mereka.

CULTURE SHOCK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang