40- Kemarahan

497 75 5
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*****

Anggana menatap seorang gadis yang masih duduk di atas lantai itu dengan tatapan nanar. Adiknya benar-benar tidak bisa diajak berkomunikasi. Anggini tetap diam dan hanya memainkan jemarinya dan sesekali tertawa kecil.

"Anggi, ini Kakak." Anggana mengusap surai Anggini dengan lembut, berharap bisa mendapat atensi dari adik kembarnya itu.

Usaha Anggana akhirnya berbuah, Anggini pun mulai menatapnya. Anggini menatap Anggana dengan sangat lamat, seolah berusaha mengingat sosok yang berada di hadapannya itu.

"Anggi ingat Kakak? Hm? Ini Kak Angga, Anggana." Anggana kembali mencoba mengingatkan.

Anggini tetap diam dan malah mengalihkan pandangannya. Hati Anggana mencelos, ia dan Anggini berpisah tidak lebih dari tujuh tahun, namun Anggini melupakannya dengan begitu cepat.

"Kenapa Anggini bisa gini?" Anggana bertanya pada beberapa pengawal yang sudah mulai masuk ke dalam ruangan itu.

"KENAPA KALIAN LAKUIN INI?! ADEK GUE BUKAN BINATANG!" Teriak Anggana pada mereka.

Semua orang terdiam mendengar pertanyaan Anggana, mereka hanya bisa tertunduk dalam.

"Maaf, Tuan, tapi Tuan Frederick yang memerintahkan kami melakukan ini. Sejak di Belanda dulu Nona Anggini memang—"

Bugh!

Perkataan orang itu terhenti ketika Anggana melayangkan pukulan tepat di wajahnya.

"KALIAN PERLAKUIN ADIK GUE KAYAK GINI SEJAK LAMA, HAH?! DIMANA HATI NURANI KALIAN!"

Anggana sungguh tidak habis pikir dengan orang-orang itu, kenapa mereka tega melakukan hal ini pada adiknya. Lebih-lebih lagi pada Frederick—ayah tirinya — yang sangat tega memperlakukan anak tirinya secara tidak manusiawi.

"Emang apa yang Frederick kasih buat kalian? Uang? Cuma demi uang kalian rela memperlakukan seseorang kayak binatang? HAH? JAWAB!" Anggana mendorong tubuh pria tadi.

"Apa kalian gak punya adik perempuan? Kalian gak punya anak perempuan? Gimana perasaan kalian kalau mereka diperlakuin kayak gini." Suara Anggana mulai bergetar.

Pahit sekali rasanya melihat adik yang selama ini ia rindukan, tuan putrinya, kini duduk dalam keadaan kaki dan tangan yang dirantai. Hanya melihat sekelilingnya dengan tatapan kosong, persis seperti seseorang yang nyawa sudah terpisah dari raganya. Tidak memiliki kehidupan sama sekali.

"Apa yang udah kalian lakuin sama adik gue? Kenapa dia bisa sampai kayak gini, hah?" Ujar Anggana.

Semua orang di sana pun hanya diam, seolah tidak ada yang berani menjawab. Sampai salah satu di antara mereka berani angkat suara.

CULTURE SHOCK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang