52- Tertatih

515 68 6
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


******

“Bangkit, Chan, lo gak boleh nyerah di sini.”

Sepenggal perkataan Gentala teriang-ngiang dalam benak Chandra, menjadi modal tersendiri baginya untuk kembali menyusun hari, merajut asa,dan berhenti menyesali keadaan. Berusaha percaya bahwa tidak lah hal yang ia lalui sia-sia, pasti ada hal baik yang menyongsongnya di masa depan.

Waktu akan terus berjalan dan hidup harus tetap berlanjut. Seberapa pahit pun masa lalu, tidak akan membuat masa depan datang melamban. Hanya tentang kita yang menjadikannya sebagai duri atau justru sebagai sinar yang membantu menyusuri lorong masa yang tanpa cahaya.

“Kak, pinjem handycam punya lo boleh, gak? Gue ekskul film hari ini.” Ujar Restu yang perlahan memasuki kamar kakaknya.

“Di lemari, cari aja.” Jawab Chandra tanpa menoleh, masih sibuk menyiapkan buku sekolahnya.

“Eh, lo kok pakai baju olahraga dari rumah? Tumben banget.” Restu mengomentari pakaian Chandra yang tampak berbeda dari biasanya.

“Sekolah gue lagi PORAK.” Chandra menggendong tas sekolah miliknya. “Riani mana? Dia mulai sekolah juga ‘kan hari ini?”

“Ke bawah duluan, mungkin lagi di meja makan sarapan. Nah, nemu, gue pinjem tiga hari gak papa, kan?” Restu bertanya sembari memasukkan handycam milik Chandra ke dalam tas.

“Hm, bawa aja, gak gue pake ini.” Jawab Chandra sekenanya.

“Kalau lensa kamera yang mirip sama punya Kak Gentala itu dimana? Lo punya ‘kan?” Tanya Restu kembali.

“Cari aja di lemari tadi, semua alat fotografi gue ada di sana.” Jelas Chandra.

“Masih ada beberapa lagi sih, boleh kan nih gue pinjem?” Restu lagi-lagi bertanya, membuat Chandra menghela napas berat.

“Pake aja, Restu, kayak sama siapa aja lo.” Balas Chandra jengah. “Dah, ah, sarapan gue.” jengah Chandra, kemudian berjalan ke luar kamarnya untuk sarapan pagi.

Mendengar omelan sang kakak, Restu malah tertawa. Senang rasanya melihat sikap Chandra yang lambat laun mulai kembali seperti semula. Pasalnya, semenjak kepergian Radja seminggu yang lalu, Chandra menjadi sedikit lebih pendiam.

Sementara itu, Chandra menuruni tangga rumahnya dengan langkah sedikit gontai. Gairah Chandra belum pulih seutuhnya, aura-aura kesedihan masih tergambar jelas. Senyum yang hilang, bahu yang tak tegak, dan tatapan mata yang masih sayu itu menjelaskan segalanya.

“Mama masih belum mulai kerja?” sembari melangkah menuju meja makan, Chandra bertanya.

Seminggu telah berlalu, sejak kepergian Radja, Rianti masih berada di rumah. Ia seakan lupa dengan segala pekerjaannya.

CULTURE SHOCK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang