12- Tetangga

652 112 9
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








******

Satria keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan Lino baru saja dari lantai bawah. Satria berjalan sambil memeriksa buku-buku pelajaran di tasnya, sementara Lino berjalan sambil bertukar pesan dengan seseorang melalui ponselnya.

"Abang, selamat pagi." Sapa Satria dengan senyum penuhnya yang cerah.

Namun, alih-alih menjawab Lino hanya melengos pergi dan tidak menghiraukan Satria. Hal itu membuat bahu Satria merosot turun.

"Abang masih aja ketus, aku salah apa?" Gumam Satria, merasa sangat sedih diabaikan.

Sejak kepulangannya dari pesantren beberapa minggu lalu, Lino tidak pernah memperlakukan Satria dengan hangat. Kakaknya itu selalu saja berprilaku dingin, Satria tidak tahu kenapa.

Dengan wajah yang masih terlihat sedih, Satria menuruni tangga menuju lantai pertama dan berjalan ke arah dapur menemui ibu dan adiknya.

"Mama, Ayen, selamat pagi." Sapa Satria pada ibunya—Arum—yang sedang memasak dan adiknya—Varen—yang tengah sarapan.

"Selamat pagi, anak Mama. Duduk, minum susu dulu, roti panggang punya kamu sebentar lagi mateng." Ujar Arum.

"Iya, Mama." Satria tersenyum penuh.

Satria duduk di kursi makan tepat di samping adik kandungnya, Varen.

"Ayen hari ini sekolah?" Tanya Satria ramah.

Anak berseragam SMP itu mengangguk.

"Varen hari ini ada temen baru. Tetangga kita di sini homeschooling juga, jadi dia akan datang ke rumah buat ikut belajar." Jelas Arum.

"Oh, ya? Wah, seneng dong Ayen jadi ada temennya!" Satria tampak sangat bahagia.

Varen menjalani homeschooling sejak duduk di sekolah dasar. Arum tidak pernah mengijinkan putra bungsunya untuk masuk sekolah umum karena takut Varen akan mengalami bullying di sana, mengingat Varen adalah seorang tunarungu.

"Mama, bekal punya Satria boleh jadi bekal aja, gak? Ini udah siang, takut telat." Ucap Satria.

"Sekolah kamu kan depan rumah, Satria. Kamu kepeleset dari pintu juga langsung sampai di depan gerbang." Ucap Arum.

"Tapi tetep gak enak, nanti makannya cepet-cepet. Kalau di sekolah, biasanya ada waktu sepuluh menit untuk sarapan setelah bel." Jelas Satria.

"Oh, yaudah. Sebentar, Mama siapin, ya." Arum tersenyum manis pada putra keduanya.

CULTURE SHOCK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang