44- Kita sama luka

486 80 1
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


******

Sepulang sekolah, Chandra, Gentala, Nafis, Satria, dan Erlangga pergi ke rumah Anggana. Mereka merasa khawatir. Sejak semalam, Anggana tidak ada kabar. Bahkan, Anggana juga tidak memberitahu kenapa dia tidak sekolah hari ini.

"Chan, Antum serius gak gerah pakai jaket kuncung begitu seharian?" Nafis menatap Chandra penasaran.

"Kagak, emang cosplay jadi Batman gue, ngapa? Kagak seneng, lo?" Balas Chandra ketus.

"Dih, santuy, nanya doang Ana."

Sejak pagi, Chandra sama sekali tidak melepas hoodienya. Bahkan, saat shalat dzuhur dan ashar tadi. Chandra juga mengambil wudhu agak terlambat, ketika semua teman-temannya sudah memasuki masjid. Jadi, mereka benar-benar tidak bisa melihat wajah Chandra seharian ini.

"Curiga besok tau-tau hidung sama dagu lo tambah lancip." Celetuk Gentala.

"Masih gue liatin, belum gue timpuk tuh punggung." Chandra menatap sengit Gentala yang berjalan di depannya.

Gentala hanya tertawa.

Sementara itu, Satria hanya diam mendengar percakapan teman-temannya. Satria fokus memperhatikan Chandra yang berjalan di depannya. Satria yakin, ada yang Chandra sembunyikan dibalik hoodie dan maskernya.

"Ini kita langsung ke atas aja, kan, ya?" Erlangga yang juga ikut, bertanya.

"Iya, kan penjaga rumahnya bilang suruh ke lantai dua, ke kamarnya si Angga." Balas Chandra.

Saat pertama sampai di rumah Anggana, kelimanya disambut oleh seorang penjaga keamanan. Penjaga keamanan itu lebih dulu memberi tahu Anggana, kemudian meminta mereka untuk langsung menemui Anggana di kamarnya.

"Baru pertamakali gue ke sini, padahal udah temenan lima tahun sama si Angga." Ujar Gentala sembari memperhatikan interior rumah bergaya klasik itu.

"Sama, Gentala. Aku juga kalau ke rumah Angga paling cuma sampai gerbang, gak pernah masuk." Satria menimpali.

"Tapi dipikir-pikir nih rumah serem juga, ya, kayak rumah-rumah jaman Belanda gitu." Sahut Nafis.

"Wajar, lah, orang nyokapnya orang sono." Balas Chandra.

Rumah Anggana memang sedikit berbeda dari rumah biasanya. Rumah berukuran tidak terlalu besar itu mengusung konsep klasik yang kental sentuhan kayu dan ornamen berwarna kuning emas. Sekilas, memang tampak menyeramkan.

Sesampainya di depan pintu kamar Anggana, langkah kelima pemuda itu berhenti mendadak.

"Lu yang ketok, dah, Chan." Titah Nafis pada Chandra.

CULTURE SHOCK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang