GUGUP

152 16 0
                                    

[“Aku sudah di Bandung ya ini. Aku mau ketemu kakak. Tolong luangkan waktu ya. Aku ga mau kakak bilang belum siap terus. Kakak sendiri yang selalu bilang, kalau kita hanya punya hari ini dan besok belum tentu. Aku tunggu kakak di Karnivor Restaurant ya.”]

Aku seperti mau pingsan, ketika membaca pesan dari Aucha. Dia tidak mengatakan apapun sebelumnya kepadaku, kalau dia akan pergi ke Bandung. Dan sekarang dia sudah berada di Bandung. Sungguh sangat mendadak. Apa dia tidak berpikir, bagaimana kalau aku sedang ada pekerjaan atau urusan-urusan penting lainnya. Karena setiap hari aku sudah membuat time schedule, sehingga aku tidak bisa bertemu dengan orang secara mendadak seperti ini.

[“Kenapa sangat mendadak sekali? Aku masih ada pekerjaan yang harus dibereskan. Bagaimana ya?”]

Aku sebetulnya bukan seorang pegawai yang tidak memiliki kebebasan dengan waktu. Namun, aku hanya tidak siap untuk bertemu dengan Aucha. Belum apa-apa saja, badanku sudah berkeringat dingin, jantung berdegup kencang dan aku dilanda kecemasan yang tidak seperti biasanya.

[“Ya udah, kalau kakak ga bisa. Aku pulang aja sekarang. Maaf ya kalau aku mengganggu waktu kakak.”]

Aku langsung merasa tidak enak, ketika membaca balasan pesan dari Aucha yang seperti itu. Aku tidak mungkin setega itu, membuat Aucha yang sudah datang jauh-jauh ke sini, lalu harus pulang lagi, tanpa sempat untuk bertemu denganku. Aku memang bukan seorang mentri yang memiliki jadwal yang sangat padat, namun aku hanya gugup dan grogi untuk bertemu dengan dia.

[“Eh jangan pulang. Oke, kita ketemu. Tapi jangan di Karnivor, karena suasananya terlalu ramai dan aku kurang suka keramaian. Kita ketemu di Roemah Kopi aja, didaerah Dago.”]

[“Makasih ya sayang, akhirnya kamu mau juga nemuin aku. Nanti aku kabari setelah aku sampai di sana.”]

Aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Mau tidak mau, aku harus menemui Aucha saat ini juga.

***

“Maaf, kakak Becky bukan?”

Tanya Aucha yang kini sudah berhadapan denganku di Roemah Kopi. Dia sangat cantik, tubuhnya tinggi dan langsing, kulit putih dan senyumnya tampak begitu manis. Aku terpesona dibuatnya. Wangi parfumnya yang khas membuat rasa gugupku semakin menjadi-jadi. Aku lalu bersalaman dengannya.

“Hai.”

Hanya itu yang bisa aku ucapkan kepada Aucha, pada pertemuan pertamaku dengannya. Lidahku mendadak kelu dan rasanya aku ingin segera pergi dari sini. Bukan karena aku tidak senang bertemu dengan Aucha, hanya saja aku belum bisa mengendalikan diriku yang terus menerus grogi dan salah tingkah.

“Kakak mau ketemu aku aja harus dikawal seperti ini? Takut aku culik atau aku hipnotis ya? Hehehe.”

Wajahku seketika merah padam karena merasa malu. Hari ini aku memang membawa dua orang pegawaiku, yaitu Cici dan Desi. Aku sengaja mengajak mereka ke sini, karena aku tidak berani untuk bertemu dengan Aucha seorang diri.

“Oh iya kenalin, ini Cici dan Desi. Mereka itu pegawaiku. Maaf ya aku mengajak mereka, ya biar suasananya cair aja kalau kita berempat. Ga apa-apa kan? Hehe.”

Aucha hanya tertawa mendengarkan penjelasan dariku.

“Kakak ini lucu banget. Digrup aja bisa gombal, tapi setelah ketemu kok segugup ini? Kakak buka dong hoodie, kacamata hitam dan maskernya. Aku kan jadi ga bisa liat dengan jelas wajah kakak yang cakep itu. Hehehe.”

Wajahku langsung memerah dan semakin salah tingkah.

“Kita makan sekarang ya, aku lapar.”

Aku buru-buru masuk ke dalam dan duduk dipojokan. Suasana di Roemah Kopi memang lebih asri, hening dan menenangkan. Maka dari itu aku lebih suka bertemu dengan orang di sini atau di Café-café lain di daerah Dago atau Lembang.

AUCHA (Idola yang Saling Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang