Ikhlas Itu Cinta

15 0 0
                                    

Dari matanya aku bisa melihat cinta. Sesuatu yang memancar di balik gelap yang memenjarakan kesunyian. Binar-binar yang mencuat, laksana meteor jatuh yang aku lihat tadi malam. Dia berjelaga, menarik busur panah dan melesatkannya ke tempat di mana asmara masih membuncah mengatasnamakan kerinduan. Dia dekat, namun pekat kerap menjadi perekat, bagi mata yang hendak menatapnya lekat.

"Ayah, bintang-bintangnya indah ya."

Ucap Aucha yang kini berbaring di dadaku. Aku lalu mengecup keningnya, seraya mengelus rambut panjangnya yang lembut. Kita tengah menikmati malam minggu di puncak, dengan mengenakan mobil Camper Van. Anak-anak dan baby sitter sudah tidur di dalam mobil. Sedangkan aku dan Aucha sibuk berduaan di depan mobil yang sudah dipasangi tenda dan kasur udara. 

"Iya indah sayang, seperti kamu yang selalu indah, meskipun sekarang sudah melahirkan empat anak. Aku masih aja deg-degan berada dekat kamu. Apalagi kalau kamu habis mandi dan badan kamu wangi sabun dan sampo, rasanya aku gugup setengah mati, hehe."

Aucha lalu mencubit pahaku dan dia masih memelukku dengan manja, seperti anak kemarin sore yang tengah bermesraan dengan kekasihnya.

"Ih kamu masih aja gombal, padahal udah punya anak empat juga. Mana coba liat wajah gugupnya? Ini aku masih wangi sabun dan sampo, kamu grogi ga? Hehe."

Aucha lalu mengubah posisi tubuhnya. Dia sekarang sudah berada di atas tubuhku. Kita berpandangan dari jarak yang sangat dekat. Dia sangat cantik. Aku masih saja terpesona tatkala memandangnya. Kulit putihnya yang memancar dan bercahaya, mata yang teduh, hidung mancung, bibir tipis dan seksi, serta rambut lurus panjang hitam, membuat aku semakin terpikat oleh pesona perempuan yang kini menjadi istri dan ibu bagi anak-anakku itu.

"Kamu cantik sekali sayang. Aku bersyukur punya kamu dalam hidup aku. Aku jatuh cinta setiap hari. Kamu bikin aku bersemangat dalam melakukan apapun. Aku bahagia hidup sama kamu. I love you, bunda."

Aucha tersipu malu, seraya tersenyum dan menampakkan gigi putihnya yang berjejer rapi. Aku suka melihat pipinya merona dan bibirnya tersenyum lebar. Dia membuatku semakin jatuh cinta.

"Makasih ayah, kamu muji terus dari tadi. Pasti ada maunya ya? Hehe. Aku juga bahagia sayang jadi istri kamu. Aku bahagia bisa berduaan begini lagi sama kamu, ditempat seromantis ini. Rasanya dunia seperti milik berdua dan anak-anak rasanya belum lahir kedunia. Aku seneng yah bisa romantisan-romantisan begini, hehe."

Wajah Aucha lalu semakin mendekat ke wajahku. Hidung kita beradu. Dia lalu terlihat memejamkan mata, seperti sudah bersiap-siap untuk aku cium bibirnya. Aku kemudian menarik kepalanya dan mencium bibir Aucha dengan penuh kasih sayang. Seperti biasa, aku merasakan ada sesuatu yang menggelitik diperutku, ketika bibirku melumat bibir Aucha dan mengulum lidahnya.

"Hmmm..."

Aucha masih menikmati ciuman yang aku lakukan kepadanya. Tanganku lalu melingkar dipunggungnya dan mengelusnya hingga ke pinggulnya. Aku lalu meremasnya dengan penuh gairah. Wajah Aucha kini turun ke leherku, dia menciuminya dengan sangat bernafsu. Namun, disaat Aucha tengah sibuk menciumi leherku, kita lalu mendengar suara bayi menangis. Aucha diam sesaat. Sepertinya Atha dan Mirza terbangun. Kita lalu berpandangan. Aucha kemudian beranjak dan hendak keluar menuju mobil, namun tanganku menariknya.

"Ga usah ke sana, kan ada baby sitter. Lagian, tadi kamu juga udah nyiapin ASI dalam botol susu, jadi santai aja ya istriku."

Aucha tampak kebingungan. Walaupun dia sudah menyiapkan ASI dalam botol, namun naluri keibuannya masih saja membuat dia beranjak dan ingin menyusui anaknya langsung.

"Jangan gitu yah. Aku mana bisa mesra-mesraan gini, sementara bayiku nangis dan ditinggal sama baby sitter. Aku netein dia bentar ya, nanti baru kamu, hehe."

AUCHA (Idola yang Saling Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang