Mayleen Dari Banceuy

17 1 0
                                    

'Daging Kuda', itu adalah kata yang sering muncul berulang-ulang dalam mimpiku, selepas aku pulang dari Notaris di daerah Banceuy. Seorang perempuan tionghoa yang memakai cheongsam dress berwarna merah, dengan rambut panjang tergerai, kerap mendatangi mimpiku hari ini. Dia tidak banyak berkata-kata. Wajahnya pucat pasi dan matanya sembab. Perempuan itu bertubuh langsing, kulit putih dan wajah yang benar-benar mirip dengan Aucha. Aku nyaris kaget dibuatnya. Di dalam mimpiku, dia selalu berdiri di balik jendela sebuah rumah bertingkat dua. Jendela rumah yang mirip sebuah penjara, karena dihalangi oleh teralis besi yang menghalangi perempuan itu untuk leluasa melihat ke luar jendela rumah. Ada kesedihan dimatanya. Binar-binar airmata yang masih ia tahan di balik wajah sendunya yang menawan. Aku memandangnya dari bawah dan matanya terus menatapku. Kita tidak berbicara, tapi hembusan angin dan sunyi yang mencekam, seakan tengah bercerita tentang segalanya.

'Kuda'. Itu lah kata yang terus terngiang-ngiang ditelingaku, tatkala aku membuka mata dan aku mendapati jari-jari tanganku mulai bengkak tiba-tiba. Aku juga merasakan sendi-sendi tubuhku sakit tak karuan. Tubuhku seperti baru saja dipukuli oleh banyak orang. Rasanya ngilu dan sulit untuk digerakkan. Bukan hanya bengkak dan sakit badan, tapi aku juga merasakan demam yang tidak seperti biasanya. Perempuan itu sudah tiga kali datang ke dalam mimpiku, hingga membuatku bertanya-tanya, tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan dia.

***

Aku lalu datang kembali ke Banceuy untuk mengurus beberapa hal bersama notaris. Dengan penuh rasa penasaran, aku lalu ngobrol dengan salah seorang ibu-ibu yang membuka warung nasi, tidak jauh dari ruko. Aku kemudian bercerita tentang hal aneh yang terjadi di dalam mimpiku. Ibu itu sudah tidak heran dengan mimpi yang aku alami. Dia lalu bercerita tentang keangkeran Banceuy yang dulu merupakan sebuah penjara.

"Kalau malam hari, di sini banyak suara-suara seperti menjerit kesakitan, lalu ada suara seperti orang tengah berkelahi dan banyak lagi deh. Ibu udah ga aneh. Dulunya kan di sini bekas penjara. Bapak Soekarno aja kan pernah dipenjara di sini. Itu di depan ada patungnya yang sedang duduk membaca buku. Ada kuncennya juga di sana. Dan Ibu M, dll suka rutin ke sini, kadang mandi juga di sana, kan ada sumber mata air juga."

Setelah mendengar penjelasan dari Ibu Asih, aku langsung googling tentang Banceuy tempo dulu, karena aku penasaran kenapa selalu ada kata 'Kuda' yang kerap muncul menyertai mimpiku.

=======================================

Banceuy, secara harfiah dapat diartikan sebagai "kampung yang bersatu dengan istal kuda", alias kampung yang ditempati tukang kuda dan keretanya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda dijelaskan, sebelum adanya kendaraan bermotor, kawasan Banceuy pernah dijadikan tempat peristirahatan dan mengganti kuda.

Kawasan yang mempunyai jalan sepanjang 600 meter itu diresmikan pemerintah kolonial pada 1871 dengan nama Bantjeuy Weg (Jalan Bantjeuy), atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Banceuy saja.

Bekas Kuburan Angker

Sebelum berganti nama menjadi Banceuy, jalan ini sempat dikenal dengan nama Oude Kerkhofweg yang berarti Jalan Kuburan Lama atau Sentiong. Di salah satu sisi kawasan memang sempat terdapat terdapat kuburan yang sekaligus dijadikan batas kota zaman dulu.

Mengutip dari Buku Haryato Kunto, berjudul Bandoeng Tempo Doeloe, salah seorang warga kota terkemuka yang dimakamkan di sana adalah Asisten Residen Carl Wilhelm August Nagel. Ia terbunuh dalam intrik politik yang melahirkan kerusuhan dan pembakaran pasar akhir 1845.

Karena kuburan tersebut katanya angker, orang-orang Bandung tempo dulu banyak yang tak berani melintasi ruas jalan tersebut. Mereka lebih memilih memutar demi menghindari kuburan tersebut.

AUCHA (Idola yang Saling Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang