HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sesampainya di rumah, langit tampak menggantung rendah seperti selimut berat yang tak sabar menumpahkan hujan. Petir tiba-tiba menggelegar di kejauhan.Duarrr!
Raka dan Bian, yang baru saja memarkir motor, spontan berhenti. Helm di tangan Bian hampir terjatuh.
"Udah pasti bakal hujan ini," gumam Bian sambil mendongak, menatap awan gelap yang menggumpal.
Raka hanya berdehem kecil sambil melepas helmnya.Begitu mereka turun dari motor, Raka menyenggol Bian dengan sikutnya. "Jadi, siapa yang menang, Bi?" tanyanya dengan nada santai namun penuh kemenangan.
Bian mendengus, menoleh tajam ke Raka. "Menang apa? Jelas Aku yang menang. Kamu curang. Jangan denial!."
"Curang gimana? Gue duluan sampai rumah," balas Raka sambil memasang senyum licik.
"Ah, kalau aja nggak ada jalan licin tadi, gue udah jauh di depan," Bian membela diri sambil melangkah menuju pintu.
"Alasan! Pokoknya gue menang! Terima aja kekalahan lo, Bi," ejek Raka sambil tertawa kecil.
Bian hanya menggerutu, "menang apa? Nyaris aja dia nabrak tiang tadi, gue mah cuma ngalah karena jalanan licin..."
"Eh, kalah tetap kalah," sela Raka sebelum Bian sempat menyelesaikan kalimatnya.
Mereka berdua melangkah masuk ke rumah dengan sedikit saling sikut, masih melanjutkan adu argumen kecil.
Begitu sampai di ruang tamu, langkah mereka terhenti. Sosok Alesha, ibu mereka, duduk di sofa, tengah fokus dengan laptopnya.
Di sofa, Alesha duduk dengan laptop di pangkuannya. Wajahnya tampak lelah tapi tetap memancarkan kehangatan.
Ruang tamu itu terasa agak gelap, dipenuhi nuansa mendung dari luar. Hanya cahaya dari layar laptop yang menerangi wajah Alesha dengan lembut.
Raka yang terkenal lebih spontan hampir saja berteriak, "Setan!" Untungnya ia menahan diri, meski Bian sudah memutar mata, tau apa yang ada di kepala saudaranya.
"Bun, udah pulang dari kantor?" tanya Raka akhirnya, berusaha terdengar biasa saja.
Ia menjatuhkan diri ke sofa di sebelah Alesha, disusul Bian yang duduk di sampingnya. Keduanya serempak menyenderkan tubuh lelah mereka ke sandaran sofa.
Alesha menoleh, tersenyum kecil ke arah kedua anaknya, menatap mereka dengan pandangan penuh arti. "Udah," jawabnya lembut. Tapi senyumnya sedikit memudar.
"ngeributin apa sih di luar? Suara kalian kedengaran sampai dalam rumah" tanya Alesha yang masih fokus ke laptopnya, berbicara dengan nada lembut, tapi jelas penasaran. Lalu tertawa kecil.
Raka dan Bian saling pandang sejenak sebelum Raka menjawab, "Biasa, Bun. Adu balap motor. Aku menang, dia kalah."
"Menang karena curang kan?" potong Bian cepat, melirik Raka dengan tatapan kesal.
"Curang dari mana? Gue kan udah menang fair and square," balas Raka tak mau kalah.
Alesha hanya tertawa kecil, menggelengkan kepala. "Kalian ini, udah besar masih aja kayak anak kecil." Raka dan Bian saling menatap lalu tersenyum secara bersamaan, Raka menepuk lengan Bian refleks, Bian ikut membalasnya..
***
Next...
Ig: wp_ayayti1
Tt: ayayti

KAMU SEDANG MEMBACA
KARAFERNELIA
Dla nastolatkówCerita ini menggambarkan perjalanan emosional Bryan dan Alesha serta dampaknya pada anak-anak mereka, menggambarkan kebahagiaan di tengah kesedihan dan harapan untuk masa depan. .... Raka berdiri di tengah kamar, wajahnya merah dan napasnya memburu...