HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bandara ✈️
08.57Di ruang tunggu bandara yang mulai dipenuhi suara pengumuman dan langkah kaki para penumpang, Alesha duduk sambil merapikan syal biru di lehernya. Sesekali ia melirik jam tangan, lalu kembali menatap pintu masuk. Wajahnya terlihat gelisah.
“Dela,” panggilnya pelan, memecah keheningan di antara mereka.
“Iya, Bu?” jawab Dela, asisten pribadinya, dengan nada lembut.
“Raka sama Bian kenapa belum datang juga, ya?,” keluh Alesha, pandangannya menyapu sekitar, seolah tak sabar menunggu kedua anaknya.
“Mungkin masih di perjalanan, Bu,” sahut Dela, dengan nada yang lebih santai.
Alesha menghela napas panjang, matanya kosong menatap pintu masuk. Dia tidak suka menunggu, apalagi saat penerbangannya ke Amerika tinggal hitungan jam. Alesha takut tidak sempat bertemu kedua anaknya sebelum penerbangan.
Tiba-tiba, suara yang sudah sangat ia kenal terdengar, memanggil dengan ceria.
“Bunda!” panggil Raka.Raka melambaikan tangan sambil berlari kecil, di ikuti Bian yang tampak santai dengan senyumnya.
Alesha langsung menoleh, dan mendapati kedua anak kembarnya, Raka dan Bian, akhirnya muncul dan menghampirinya.
“Lama banget sih kalian berdua!” sergah Alesha dengan nada kesal, meski ada kelegaan di dalam hatinya.
“Macet, bun” jawab Raka, masih terengah. Bian hanya tersenyum simpul, lalu mengganguk.
Mereka bertiga mulai berbincang ringan, sampai sebuah suara berat dan serak tiba-tiba menginterupsi percakapan mereka.
“Hi, my daughter and my grandsons.”
Mereka menoleh bersamaan, dan seketika itu juga, wajah Raka dan Bian berubah menjadi melongo, tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Tapi Alesha? Dia langsung tersenyum lebar, matanya menyipit seperti menemukan sesuatu yang sedang ia tunggu. "Ayah.." gumamnya pelan.
“Kakek?” tanya Raka dengan nada bingung, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Kakek Arvan mengangguk penuh percaya diri, seakan-akan dia baru saja datang dari dunia lain, memancarkan aura kewibawaan yang tak terbantahkan.
Beberapa menit kemudian, setelah pelukan singkat dan obrolan hangat, kakek Arvan menepuk pundak Raka dan Bian.
“Oke,” ucapnya tegas. “Selama Bunda kalian nggak ada di sini, Kakek yang akan menjaga kalian berdua.”
“What?!” Raka langsung bereaksi, suaranya melengking sedikit.
“Apa?!” Bian tak kalah terkejut, wajahnya seakan tercengang. Mereka saling pandang, mulut mereka terbuka lebar tanpa sadar.
Sedangkan kakek Arvan yang mendapati respon seperti itu hanya heran.
“Bunda kok gak bilang, kakek kesini?” tanya Bian, menatap Alesha dengan ekspresi penuh curiga.
Alesha mengangkat alis, memasang ekspresi jahil. "Biar kejutan!" Jawab Alesha dengan senyum.
“Tapi, Bun,” Raka mulai protes, dengan nada memelas. “Kakek di Korea kan sibuk banget pastinya. Kasian, pasti capek, apalagi sekedar buat jagain kita doang”
“Justru kakek kalian sendiri yang minta datang,” jawab Alesha, seolah sudah mempersiapkan jawabannya. “Supaya kalian nggak keluyuran tengah malam, tanpa sepengetahuan bunda”
“Bukannya kakek sibuk di korea?" Tanya Bian.
"Kakek memang sibuk" jawab kakek Arvan santai. "Tapi kalau cucu-cucu kakek butuh di awasi, tentu kakek harus datang."
Raka mengerutkan kening. "Awasi apanya, kek? Kita kan udah gede"
Alesha menatap mereka bergantian dengan sorot mata yang susah di jelaskan. "Justru karena kalian udah gede, bunda gak mau kalian salah dalam pergaulan"
"Bunda ih gak seru," Raka cemberut sambil melipat tangan.
Tiba-tiba, Kakek Arvan memasang wajah sedih, pura-pura tersinggung, dengan ekspresi yang mengundang tawa. “Oh, jadi kalian nggak suka Kakek di sini, ya? Kalau begitu, Kakek balik ke Korea saja.”
Ia berbalik, pura-pura ingin pergi. Tapi sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, Bian langsung berlari dan memeluknya dari belakang.
“Kakek, jangan pergi dong” Seru Bian, memeluk Kakeknya dengan erat, seolah takut kehilangan.
Kakek Arvan tersenyum kecil, hampir tidak bisa menahan tawanya yang mulai menggelar.
“Iya, jangan di bawa serius Kakek, kita kan cuma bercanda, kita seneng kok kakek disini, seneng banget malah, ya kan, Bi?” ujar Raka, ikut memeluk Kakek mereka, lalu menyenggol lengan Bian untuk ikut merespon. "i-iya" Bian mengganguk, menyetujui ucapan Raka.
Alesha memutar mata, tapi ada senyum tipis di wajahnya “Raka, Bian, minta maaf sama Kakek sekarang,”
“Kakek, maaf ya, kalo kakek ngerasa kayak gitu, tapi sebenarnya gak kayak gitu kok!,” ucap Raka.
“Bian juga minta maaf, Kakek,” sambung Bian.
Namun detik berikutnya, Kakek Arvan malah tertawa terbahak-bahak, melupakan semua drama tadi.
“Hahaha! Kakek cuma bercanda!” Akhirnya ia tak bisa lagi menahan tawanya yang mengelar, menggema di sekitar mereka.
Alesha hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum, sementara Raka dan Bian menatap Kakek mereka dengan kebingungan yang masih tersisa.
Raka dan Bian saling pandang, lalu menatap kakek mereka dengan ekspresi tak percaya.
“Prank?” tebak Raka, matanya menyipit curiga.
Kakek Arvan mengangguk puas, dengan ekspresi yang penuh kemenangan. “Iya dong. Kalian gampang banget dibohongi.”
“Ah, dasar Kakek-kakek!” keluh Raka, meski senyum kecil tak bisa mereka sembunyikan.
Next...
Ig: wp_ayayti1
Tt: ayayti
KAMU SEDANG MEMBACA
KARAFERNELIA
Genç KurguCerita ini menggambarkan perjalanan emosional Bryan dan Alesha serta dampaknya pada anak-anak mereka, menggambarkan kebahagiaan di tengah kesedihan dan harapan untuk masa depan. .... Raka berdiri di tengah kamar, wajahnya merah dan napasnya memburu...