Happy reading
•••Saat jam istirahat tiba, Bryan dan Farrel berkunjung ke kelas Vano. Dari luar ruangan kelas, Bryan melongokkan kepalanya ke dalam. Setelah itu ia mengernyit bingung saat orang yang mereka cari tidak berada di dalam ruangan.
Bryan menatap Farrel seraya menggeleng. "Vano tidak ada di dalam."
Mendengar itu Farrel bertanya dengan ekspresi bingung. "Vano kemana. Apa Vano udah di kantin?"
"Kamu nanya?"
"Sekali lagi kamu mengucapkan kalimat seperti itu, aku akan membunuhmu!" ujar Farrel kesal. Ia sudah muak mendengar kalimat itu berkali-kali, apalagi ditambah ekspresi Bryan saat mengatakan itu terlihat menjengkelkan.
"Kamu bertanya-tanya.."
Plak!
"Argh ... Sakit, tahu!" Bryan mengelus kepalanya yang di tampar oleh Farrel. Lalu setelahnya membuang muka, dengan ekspresi pura-pura merajuk.
"Bego sih." ujar Farrel acuh tak acuh.
"Kamu yang bego!"
Saat ingin membalas Ucapan Bryan lagi, Farrel berhenti dan terpana saat melihat Vano berjalan ke arah mereka. Tapi bukan itu yang membuatnya terpana, adalah karena seseorang yang berjalan di samping Vano, Alex. Siapa yang tidak mengenal Alex di sekolah itu? Meskipun ia jarang masuk ke ke sekolah, namanya sebagai siswa yang ditakutin para siswa trouble maker tak kunjung redup.
Farrel menepuk bahu Bryan dengan tidak sabar. Bryan yang masih merajuk pura-pura tidak peduli. Ia hanya melirik Farrel malas, "Apa...? Mau minta maaf?"
"Bukan!" Farrel memutar kepala Bryan agar melihat ke arah Vano dan Alex. Saat melihat mereka mata Bryan terbuka sangat lebar. "K-kenapa... Vano kita jalan bersama Phoenix itu?"
Burung Phoenix adalah julukan yang mereka berikan kepada Alex.Tidak ada alasan khusus, mungkin karena mata Phonenix nya atau sikap nya yang lebih mendominasi dari orang lain, itu sebabnya mereka merasa jika julukan itu cocok untuk Alex. Bahkan Alex sendiri tidak tahu dirinya dijuluki burung Phoenix.
"Apakah Vano di ancam?"
Farrel, "..." Mungkin saja!
"Tapi mereka berbicara dengan santai, aku tidak melihat ketakutan atau kekhwatiran di wajah Vano." Bryan berkata dengan bijak. Ia mengamati Vano dan Alex yang berjalan semakin dekat dengan mereka.
"Benar juga."
Saat Vano melihat mereka, Vano melambaikan tangan ke arah mereka. Ia juga mempercepat langkahnya, diikuti oleh Alex yang berjalan sambil memasukkan tangannya di kantong celana nya.
Sesampainya di hadapan mereka, Bryan dan juga Farrel menatap nya seolah menanyakan mengapa Vano jalan bersama Alex. Vano yang melihat keheranan mereka berkata dengan santai, "Alex adalah temanku."
"Teman?" Bryan dan Farrel saling pandang lalu diam-diam melirik Alex. Bagaimana bisa Vano berteman dengan orang seperti Alex? batin mereka.
Vano beralih menatap Alex, "Mereka adalah sahabat ku. Namanya Bryan dan Farrel. Kalau kamu mau, kamu juga bisa berteman dengan mereka."
"Aku tidak menerima sembarang teman!" Alex berkata dengan datar. Mendengar itu Bryan dan Farrel naik pitam tapi hanya berani mengutuk di dalam hati.
"Siapa yang mau berteman denganmu? Sialan!"
Vano menggosok hidungnya yang tidak gatal. Ia merasa suasana sekarang agak canggung. Vano berdehem singkat, "Berhenti bersikap kekanak-kanakan. Alex kalau kamu mengganggap ku temanmu, kamu harus menganggap teman-teman ku temanmu juga. Kita semua adalah teman mulai sekarang, berhenti menunjukkan sikap permusuhan, mengerti?."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO || Transmigrasi
Teen FictionRevano tidak pernah menyangka jika jiwanya akan terjebak di raga orang asing. Dan lebih parahnya lagi, Jiwanya menempati raga anak laki-laki yang berusia 5 tahun. Sungguh ironis sekali. Tapi yang sangat Vano sayangkan adalah.. kenyataan bahwa, anak...