28. Menjaga jarak

7.3K 521 76
                                    


Happy reading

•••

Di jalanan yang lumayan sepi, sebuah motor sport berwarna merah melintas dengan kecepatan sangat tinggi. Pengemudi sekaligus pemilik motor itu menatap jalanan sambil tertawa senang, karena bagaimanapun ia sudah lama tidak mengendarai motor kesayangannya ini. 

Sementara seseorang yang duduk di belakangnya berteriak ketakutan, "Kak Kelvin.. Bawa motornya pelan-pelan, Vano takut."  Ia memeluk Kelvin dengan erat sembari memejamkan kedua matanya guna meminimalisir rasa takutnya. 

Mendengar teriakan itu, bukannya memelankan laju motornya, Kelvin malah menambah kecepatan laju motornya itu. Mengetahui hal tersebut, Vano semakin mengeratkan pelukannya dan bergumam pasrah, "Ya Tuhan.. jika Vano meninggal nanti tolong kembalikan jiwa Vano ke dunia yang sebelumnya! Vano mohon..."

Kelvin tersenyum geli mendengar gumaman Vano. Karena sudah memasuki area jalan raya yang agak ramai, Kelvin memelankan laju motornya. Ia melirik Vano dari kaca spion dan menyahuti ucapan Vano dengan senyum mengejek, "Kamu tidak akan mati hanya karena aku mengebut seperti ini. Dasar lemah!"

Vano tidak mengatakan apa-apa lagi. Sebagai gantinya ia melonggarkan pelukannya karena laju motor Kelvin tidak sekencang tadi. Wajahnya yang pucat berangsur-angsur memulih. Vano memandang punggung kakak keempatnya itu dengan tajam, Kelvin benar-benar sudah kelewatan! Ingatkan Vano untuk membalas Kelvin nantinya..

Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya motor Kelvin sampai ke area sekolah. Kelvin memarkirkan motornya di samping mobil yang terlihat familiar di mata Vano.

"Kenapa kau diam saja? Turun!"

Vano tersadar dan dengan segera melompat turun. Setelah itu Ia berusaha membuka helm yang sedari tadi menghiasi kepalanya. Tangannya bergerak membuka kait helm di lehernya dengan sedikit kesusahan, karena ia memang jarang menggunakan helm. Baik dikehidupan sebelumnya ataupun dikehidupan saat ini.

Melihat Vano tidak selesai-selesai dengan helmnya, Kelvin mendekat. Ia mendengus tidak suka, tetapi tangannya tak urung membantu Vano membuka helm.

Klik.

Dengan sekali sentuhan, Helm tersebut langsung terbuka.

"Lihat, begitu mudah membukanya. Itu saja kamu tidak bisa? Merepotkan sekali," ujar Kelvin dengan agak ngegas.

"Aku tidak meminta bantuan mu, Bung!" teriak Vano di dalam hatinya.

Tetapi tak urung ia mengucapkan terimakasih sebagai contoh adik yang baik budi. "Terimakasih kak." Vano berkata sambil tersenyum lebar. Sedangkan Kelvin mengangguk singkat, "Pergi ke kelas mu!" usirnya dengan ketus. Ia melambaikan tangannya ke arah gedung kelas Vano.

Vano tidak membantah, ia mengangguk dan melangkahkan kakinya menjauh dari area parkiran. Setelah sepuluh langkah, Vano berbalik untuk memastikan sesuatu. Ia mengernyit kala melihat Kelvin tidak ada tanda-tanda untuk pergi ke kelas, kakak keempatnya itu malah masuk ke dalam mobil yang terparkir di sebelah motor Kelvin tadi.

Mengangkat bahunya tidak peduli, Vano melanjutkan langkahnya.

***

Di koridor kelas, banyak siswa-siswi yang menyapa Vano. Meski tidak mengenal mereka, Vano tetap membalas mereka dengan ramah. Ia harus meninggalkan kesan yang baik kepada orang-orang naif itu, kan?

Vano sudah berjalan sejauh ini tetapi kelasnya belum terlihat. Ia mengeluh dalam hati, 'kenapa kelas tujuh harus berada di lantai tiga? Kan Vano jadi harus mengerahkan tenaganya lebih banyak! 

REVANO || Transmigrasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang