Happy reading
•••
Setelah melewati masa-masa sulit saat berada di raga Revano, Vano akhirnya bertahan sampai sejauh ini. Berkat kemampuannya dan usahanya untuk meluluhkan keluarga Alldarick, Vano bisa menyelesaikan misinya. Hanya tinggal satu orang lagi, dan setelah itu Vano bisa kembali ke dunia asalnya.
Saat ini Vano bersama anggota keluarga Alldarick, kecuali Genta sedang menikmati makan malam di sebuah restoran mewah yang tidak jauh dari gedung kantor Herson.
Mereka saat ini tengah merayakan hari kelulusan Devon. Bukan hanya mereka saja, bahkan para pelayan dan sopir Alldarick turut ikut menikmati traktiran dari bos mereka.
"Makanannya enak sekali." Kelvin berujar sambil mengunyah makanannya. Devon tersenyum dan mengangguk setuju.
"Itu sebabnya ayah memilih restoran ini. Ayo, ayo dinikmati! Makan yang banyak ya."
Mendengar ucapan Herson semuanya makan dengan patuh.
Setelah selesai makan, mereka tidak langsung pulang. Herson menyuruh mereka untuk bersantai sambil bercerita satu sama lain. Di tengah mereka sedang asyik berbincang, dering telepon tanda ada panggilan masuk menginterupsi mereka.
"Itu video call dari Genta," ujar Gema saat melihat nama panggilan di layar handphonenya.
"Angkatlah."
Gema mengangguk dan mengangkat panggilan video dari adiknya itu.
"Halo." Suara Genta dari balik layar terdengar lembut, wajahnya terpampang jelas di layar.
"Halo kak Genta," sapa Kelvin dengan antusias, setelah ia merebut ponsel Gema. Yang langsung dibalas kekehan dari Genta. "Halo adik kakak."
"Halo nak, kamu apa kabar?" Herson yang ada di sebelah Kelvin ikut menyapa.
"Ayah, Genta baik. Kalian lagi di luar ya?"
Herson mengangguk. "Hari ini adikmu Devon wisuda jadi kami merayakannya dengan acara kecil-kecilan."
"Boleh aku berbicara dengannya?"
"Tentu saja." Herson memandang Kelvin agar menyerahkan ponsel ke Devon. Dengan sedikit tidak rela, Kelvin menyerahkan ponsel tersebut ke Devon.
Devon tersenyum tipis saat melihat wajah kakak keduanya di layar. "Halo kak."
"Halo Devon, selamat ya dek. Maaf kakak nggak bisa hadir. Kamu tahu kan, kakak sibuk banget."
"Iya kak. Devon paham kok. Kakak ucapin kata-kata selamat aja Devon udah senang banget. Hehe...,"
Vano yang berada di samping Devon memandang Devon yang berusaha agar tidak menangis. Karena tidak bisa berbuat apa-apa, Vano hanya bisa menghela nafas kecil.
"Tapi kakak ada hadiah untuk Devon, loh." Suara Genta terdengar lagi membuat Devon menatap penasaran.
"Hadiah apa tuh, kak?"
"Coba cek saldo kamu deh."
Setelah Genta selesai berbicara, suara notifikasi dari handphone Devon membuat Devon mengalihkan pandanganya. Notifikasi itu adalah pesan yang berisi bukti transfer beserta nominalnya ke rekening Devon.
Devon menatap pesan itu terkejut. "Banyak banget, kak!" Bagaimana tidak terkejut, Genta mentransfer uang ke rekeningnya sebanyak empat digit. Yang mana menurut Devon itu terlalu banyak.
Genta terkekeh kecil. "Tidak banyak kok. Semoga Devon suka sama hadiahnya."
Devon akhirnya tersadar dari keterkejutannya. "Terimakasih banyak, kak."
"Sama-sama."
Ternyata bukan hanya Devon. Herson, Gema, dan Kelvin serta Vano yang sedari tadi mengawasi Devon juga ikut terkejut.
Kelvin mengerutkan bibirnya, "Kak Genta..., Kelvin juga mau!"
Devon menyerahkan ponsel kepada Kelvin. Sehingga Kelvin kembali menatap Genta.
"Makanya kamu cepat lulus juga kaya kak Devon, nanti kak Genta akan kasih hadiah juga."
"Beneran?"
"Hum. Emangnya kakak pernah bohong?"
Kelvin menggeleng dengan cepat.
"Nah.., jadi Kelvin harus belajar dengan rajin, mengerti?"
"Siap bos." Kelvin memberi hormat layaknya sedang menghormat tiang bendera. Melihat itu Genta tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Ngomong-ngomong, adik kakak satu lagi mana?"
"Siapa?" Kelvin bertanya tidak mengerti.
"Vano."
"Oh.., tuh orangnya lagi makan ice cream." Kelvin mengarahkan ponsel dengan kamera belakang ke arah Vano. Sehingga Genta melihat Vano yang saat ini tengah memakan ice cream rasa coklat dengan lahap.
Terdengar suara tawa gemas dari ponsel. Vano yang merasa jadi pusat perhatian mengehentikan aktifitasnya. Ia menatap ke arah ponsel dan seketika tersadar saat mendengar suara tawa Genta.
"Ih, kak Kelvin pasti make kamera belakang ya," tuduhnya yang memang benar. Kelvin hanya tersenyum penuh kemenangan.
Kelvin akhirnya mengganti layar ke kamera depan lagi. "Kakak mau ngomong sama Vano?"
"Sebenarnya iya. Tapi kayaknya besok lagi aja deh, soalnya kakak udah di panggil mau lanjut latihan lagi." Jelas Genta.
Kelvin mengangguk mengerti. "Baiklah. Kalau kakak ada waktu langsung telpon aja ya."
"Iya~ kakak tutup telepon nya ya. Salam sama yang lainnya."
"Hm." Suara telepon di tutup sepihak terdengar saat Kelvin menyudahi video call dengan Genta.
Kelvin menyerahkan ponselnya kepada Gema. Gema mengambil ponsel di tangan Kelvin dan sedikit mengeluh "Padahal kakak juga mau ngomong sama Genta, udah di matiin aja."
"Siapa suruh kakak cuek dan pura-pura nggak peduli sama kak Genta." Kelvin mencibir pelan. Mendengar itu, bukannya marah, Gema justru tertawa kecil. Ia juga tidak mengerti kenapa di depan saudara kembarnya itu ia terlihat acuh tak acuh. Padahal aslinya Gema juga begitu merindukan sosok Genta sama seperti saudaranya yang lain yang juga merindukan Genta.
"Udah-udah. Sebaiknya kita lanjut pembicaraan kita sebelumnya." Herson menginterupsi mereka sehingga mereka kembali ke pembicaraan sebelum Genta menelpon.
Herson membuka topik: "Jadi Vano mau lanjutin sekolah dimana, nak?"
Vano terlihat berpikir sejenak. Sebelum menjawab ia melirik ke arah Kelvin yang terlihat tidak peduli. "Vano mau lanjut ke sekolahnya kak Kelvin, Yah."
Kelvin langsung menatap Vano untuk menuntut penjelasan. Dari tatapannya, Vano seolah mendengar ucapan Kelvin seperti: Begitu banyak SMA di luar sana. Kenapa harus ke sekolah ku? Hah!
Vano hanya tersenyum tipis. Ia mengabaikan Kelvin dan menunggu jawaban dari Herson.
"Sebenarnya sekolah Kelvin bagus. Tapi jaraknya ke mansion kita sangat jauh. Jadi ayah tidak merekomendasikan kamu disana, cukup Kelvin aja yang sekolah disana, ayah tidak mau anak-anak ayah jauh dari ayah, ayah tidak bisa memantau kalian jika kalian jauh dari ayah." Herson menghela nafas dan melanjutkan ucapannya "Masih banyak sekolah yang lebih bagus dari sana, jadi Vano bebas milih sekolah kecuali disana," pungkas Herson tak terbantah.
Mendengar itu, Vano tidak tahu harus menjawab apa. Padahal ia sudah menyiapkan beberapa rencana agar misi terakhirnya berjalan dengan lancar. Salah satunya adalah bersekolah di tempat yang sama dengan Kelvin, dengan mereka satu sekolah, pasti akan memudahkan Vano untuk melakukan misinya.
Sekarang sepertinya rencananya tidak akan berjalan dengan lancar.
Vano mendesah di dalam hati. "Aku harus bagaimana sekarang?"
•
•
•
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO || Transmigrasi
Fiksi RemajaRevano tidak pernah menyangka jika jiwanya akan terjebak di raga orang asing. Dan lebih parahnya lagi, Jiwanya menempati raga anak laki-laki yang berusia 5 tahun. Sungguh ironis sekali. Tapi yang sangat Vano sayangkan adalah.. kenyataan bahwa, anak...