Happy reading
•••
"Aku sudah mencari tahu alasan mengapa percepatan waktu yang terjadi kali ini sesingkat sekarang." Re berkata sambil mengelus-elus kan kepalanya ke perut datar Vano.
Mendengar itu Vano menatap Re dengan mata berbinar. "Benarkah, beritahu aku alasannya," desak Vano.
Setelah beberapa detik akhirnya Re berhenti mengelus kan kepalanya, ia menatap Vano dengan serius.
"Jadi alasannya adalah Gema sudah merasa bersalah kepadamu jauh sejak hari ini, Tuan" jawab Re.
Ia menatap Vano yang sekarang meletakkan jari telunjuk ke dahinya seolah sedang berpikir.
"Sejak kapan?"
"Sebelum Tuan dan tuan Herson bepergian ke kota Rochester kala itu. Dari informasinya, Gema juga sebenarnya ingin meminta maaf tujuh tahun yang lalu, tetapi ia tidak melakukannya. Sebagai gantinya ia hanya memperlakukan Tuan seperti adiknya yang lain, Gema juga tidak membeda-bedakan Tuan seperti dulu lagi."
Re melanjutkan, "Tuan sudah mengingat memori tujuh tahun yang terlewat bukan?"
Vano hanya mengangguk pelan. Gema juga sudah menceritakan itu kepadanya. Sebenarnya Vano masih sedikit tidak percaya, tetapi mengetahui informasi ini dari Re dan juga ingatannya, ia akhirnya percaya.
Melihat respon Vano yang masih bimbang. Re berkata lagi, "Jadi tujuh tahun yang lalu, bukan hanya tuan Herson yang luluh tetapi Gema juga. Itu sebabnya waktu yang dilompati memakan waktu sebanyak itu. Karena Tuan sudah meluluhkan hati dua orang sekaligus."
"Hanya saja dulu Gema masih belum sepenuhnya yakin itu sebabnya ia tidak luluh seratus persen. Tetapi sekarang Gema benar-benar sudah luluh, Tuan. Tidak perlu khawatir,"ujar Re meyakinkan.
"Oh ... jadi begitu."
Vano menarik kedua sudut bibirnya dengan gembira.
Ia menatap Re dan melanjutkan ucapannya, "Baiklah- aku sudah mengerti. Terimakasih, Re."
Re mengangguk dan mengangkat kepalanya dengan bangga, "Tuan bisa mengandalkan ku!"
Vano juga ikut mengangguk.
Ia menatap lurus kedepan dan berkata dengan penuh tekat.
"Jadi... Besok aku akan menjalankan misi selanjutnya."
*****
Malam ini hujan turun ke bumi dengan lebatnya , ditambah suara gemuruh petir dan angin yang membuat suasana semakin mencekam. Semua orang bahkan tidak berani hanya sekedar mengintip jendela. Jadi mereka hanya bisa mengurung diri di dalam kamar mereka, sama seperti Vano sekarang.
Di kamarnya Vano merapatkan selimut tebal hingga menutup kepalanya. Satu hal yang belum pernah Vano ceritakan sebelumnya adalah. Ia takut petir, apalagi petir kilat seperti sekarang.
Jika ada petir, pasti Vano tidak bisa tertidur. Untungnya sekarang lampu di mansion Alldarick tidak padam, sehingga ketakutan Vano sedikit mereda.
"Semoga tidak mati lampu."
"Semoga tidak mati lampu."
DUARR
Suara petir bersamaan dengan lampu padam seketika membuat Vano terjingkat kaget. Ia memegang dadanya yang berdetak kencang.
Dengan tangan gemetar Vano berusaha mencari handphone yang ia letakkan asal sebelumnya.
"Sial ... Dimana hapenya?" tanya Vano dengan nada agak tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO || Transmigrasi
Teen FictionRevano tidak pernah menyangka jika jiwanya akan terjebak di raga orang asing. Dan lebih parahnya lagi, Jiwanya menempati raga anak laki-laki yang berusia 5 tahun. Sungguh ironis sekali. Tapi yang sangat Vano sayangkan adalah.. kenyataan bahwa, anak...