Happy reading
•••Vano duduk dengan malas di kursinya, ia melirik Alex yang menenggelamkan kepalanya ke atas meja dengan nyaman, seperti nya pria itu tengah tertidur. Vano mencibir di dalam hati setelah itu mengalihkan pandangannya kedepan.
Di depan kelas, seorang guru yang sudah berumur terlihat menjelaskan sebuah pelajaran dengan muka serius. Ia terlihat tidak peduli murid-murid nya mendengarkan penjelasannya atau tidak. Buktinya, Alex yang sedari tadi tertidur tidak ditegur sama sekali.
Bukan hanya Alex, ada setengah dari murid di kelas itu tidak serius mendengarkan pelajaran. Mereka semua melakukan kegiatan sendiri, seperti bergosip dengan suara pelan, makan di kelas, main handphone, baca novel, dan sebagainya. Hanya murid-murid di baris depan yang mendengarkan dengan serius.
Vano mencoret - coret di bukunya dengan bosan, ia juga tidak tertarik untuk belajar karena ia sudah mempelajari materi ini di dunianya, Vano hanya berharap agar kelas cepat selesai. Matanya sesekali melirik jam dinding yang sengaja di tempel di kelas, melihat waktu yang berjalan dengan lambat, Vano menghela nafas.
35 menit kemudian.
Bel berbunyi dengan sangat nyaring. Mendengar itu murid-murid bersorak di dalam hati, termasuk Vano.
"-- baiklah, pelajaran hari ini sampai disini. Jangan lupa, tugasnya di kumpulkan minggu depan." Pak Saiful berkata dengan suara khas yang terdengar agak berat di telinga. Tangannya bergerak membereskan barang-barangnya dengan ringan.
"Baik pak. Terima kasih pak." Murid-murid di kelas itu menjawab dengan serempak.
Pak Saiful mengangguk, dan meninggalkan kelas 7-1 dengan wajah datarnya. Setelah guru pergi, para murid juga meninggalkan kelas satu persatu.
Vano memasukkan bukunya ke dalam tas dan melirik Alex yang belum bangun. "Hei bangunlah, sudah waktunya pulang!" Ia berkata sambil menepuk punggung Alex pelan.
Melihat tidak ada pergerakan, Vano mengerutkan bibir kesal. Ia memperkuat tepukan nya, "Woi, Alex! Bangunlah, kau menghalangi jalanku."
"Ngh ...!" suara lenguhan Alex terdengar tidak lembut, membuat Vano seketika merinding.
Vano melayangkan tatapan tajamnya saat Alex tidak berniat untuk bangun, ia berkata dengan nada mengancam. "Jika kau tidak bangun juga, aku akan menendang mu!"
Mendengar ancaman itu, Alex seketika terbangun. Ia menatap Vano dengan muka bantalnya, "Jam berapa sekarang?" tanyanya malas.
Vano menatapnya, "Jam satu lewat...! Enyahlah aku mau pulang." Alex berdiri dengan enggan dan membiarkan Vano melewatinya.
Tanpa berkata lagi, Vano melangkah meninggalkan kelas dengan terburu-buru. Ia takut ayahnya menunggu lama di depan.
Alex menatap kepergian Vano dengan murung. Mengambil tas nya, ia juga bersiap meninggalkan kelas.
"Aku malas kembali ke rumah."
***
Vano melewati lorong kelas yang sudah sepi, ia berjalan ke arah gerbang dengan kecepatan normal. Saat akan melewati lorong kelas sembilan, Vano menambah kecepatan langkah kakinya saat melihat Kelvin sedang berdiri membelakangi nya. Tetapi langkahnya terhenti saat seseorang datang menghampiri Kelvin. Seorang siswi yang tidak dikenal Vano.
Dari arah sini, Vano bisa melihat senyum lebar yang ditunjukkan siswi itu kepada Kelvin. Di pipi nya juga terdapat lesung pipi saat si empunya tersenyum, sehingga membuat wajahnya terlihat semakin manis. Tapi sayang, Kelvin membelakanginya, jadi Vano tidak bisa melihat ekspresi yang ditunjukkan kakak keempatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANO || Transmigrasi
Teen FictionRevano tidak pernah menyangka jika jiwanya akan terjebak di raga orang asing. Dan lebih parahnya lagi, Jiwanya menempati raga anak laki-laki yang berusia 5 tahun. Sungguh ironis sekali. Tapi yang sangat Vano sayangkan adalah.. kenyataan bahwa, anak...