4 6 °

94 73 15
                                    

"Maaf dok, tapi saya harus menceritakannya kali ini kepada dokter. Karna saya tidak pernah akan tau, kejadian tidak terduga apa lagi yang nantinya akan saya hadapi seperti ini."

.
.
.
.
.

Usai menyelesaikan makan malam mereka, Anton berpamitan kepada Indara untuk pergi ke kamar Widya terlebih dahulu.

Setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari Indara, Anton segera pergi ke kamar Widya sesuai apa yang ia pinta sebelumnya.

"Kenapa? Kamu mau ngom--

"Mas, Please!" bentak Widya menyela pertanyaan Anton setelah didapati suaminya itu baru memasuki kamar dan menutup pintu.

"Apaa? Kenapa???" tanya Anton mengerutkan kedua alisnya tidak paham.

"Fenzo itu anak kamu?!!"

"Emang sebelumnya aku pernah bilang kalo dia bukan anak aku?? Dia darah daging aku Wid, kamu kenapa sih tiba tiba ngomong gajelas kaya gini?! "

"Ternyata kamu manggil aku kesini cuma mau ngajak ribut??!" Anton yang masih tidak paham karena tiba tiba mendapatkan perlakuan Widya yang langsung meninggikan suara kepadanya, ikut membuat dirinya kini menjawab dengan emosi yang sama.

Keduanya kini sedang saling menatap penuh kesal, dengan kondisi yang makin memanas.

"Syukur kamu masih inget kalo Fenzo itu anak kamu. Tapi please omongan kamu barusan itu jangan cuma dijadiin pajangan doang dong!"

"Maksud kamu apa??"

"Dia juga butuh pembuktian kalo kamu memang seorang papa yang baik untuknya. Di umurnya yang masih kecil kaya gitu, dia butuh banget peran kamu mas!!" Tegas Widya yang membuat Anton kehilangan kata kata untuk menjawabnya kembali. Ia masih belum bisa memahami ada apa dengan istri keduanya saat ini.

"Aku masih bisa terima kalo kamu ga nganggep aku ada disini, aku juga masih bisa terima kalo kamu sekarang ga pernah mau untuk tidur di kamar ini atau bahkan ngobrol sedikitpun sama aku, dan aku juga masih bisa sabar sama semua perlakuan dingin kamu ke aku. Tapi mas!!"

"Aku gabisa kalo ngeliat anak aku, kamu ngga peduliin kaya gini! Dia anak kamu juga kan?? Jadi lebih perhatiin dia mas!"

"Aah aku paham."

"Kamu iri kan sama perlakuanku ke Indara? Kamu juga butuh aku dua puluh empat jam buat stay disamping kamu kan??"

"Kalo memang konteksnya gini, kenapa juga kamu harus bawa bawa Fenzo hah?!"

"Mass!" kedua mata Widya tiba tiba memanas ingin menjatuhkan air matanya.

"Dengerin aku baik baik ya. Indara itu lagi hamil besar, masa kamu sebagai seorang ibu yang pernah ngerasain dan jauh lebih pengalaman ngga bisa ngertiin posisi dia sih??"

"Kamu ga inget apa lima tahun yang lalu aku kaya gimana?? Aku juga full ngejagain kamu dua puluh empat jam Wid!! Indara juga paham sama kondisi aku yang beristri dua, apalagi waktu itu kamu juga lagi hamil. Gaada tuh Indara komplain kaya kamu sekarang,"

"Waktu itu Indara masih belum ada anak mas! Sebagai istri pasti wajar kalo ada rasa cemburu, ataupun iri. Aku pun juga ngerasa kaya gitu. Tapi yang aku omongin ini bukan tentang itu, sekarang aku ngomongin agar please kamu bisa lebih ngertiin Fenzo mas!!" jawab Widya yang masih tidak mau kalah dan makin membuat jarak dirinya dengan Anton makin memanas.

"Kamu selalu nyuruh dia untuk terus terusan belajar, bahkan kamu bilang kalo kedepannya Fenzo harus bisa ngejagain anak Indara yang bakal jadi adiknya. Tapi saat anak kamu butuh peran seorang papanya, kamu ngga pernah ada?? Saat tadi di meja makan dia minta kamu buat dateng ke pentas sekolahnya nanti, kamu malah lebih pentingin konsultasi Widya yang padahal kamu bisa kapanpun konsultasi ke rumah sakit tanpa harus ngeandelin jadwal konsultasi. Masa kaya gitu ngga bisa ngatur waktu buat anak kamu sendiri??"

PERSONALITY ; Taehyung & Sohyun |REVISI|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang