.
.
Tes
Felicha meneteskan air matanya untuk cerita yang baru saja ia dengarkan dari bi Sri. Cerita dimana semua awal mula masalah keluarga yang terpandang itu bisa memiliki efek retakan yang sangat kuat didalamnya. Kisah yang masih belum selesai diceritakan oleh bi Sri tersebut sudah mampu membuat kedua pipi Felicha basah dengan air matanya.
"B-bi, maaf saya potong sebelumnya. Sa-saya,"
"Dokter ngga percaya sama ucapan saya?"
"Bukan maksud begitu bi. Ta-tapi," dengan air matanya yang kembali menggenang di kedua matanya, terlihat bahwa Felicha sangat terpukul dengan kisah tersebut.
"Sulit untuk dipercaya kan dok?"
"Kisah yang awal mulanya hanya berasal dari kedua istri yang saling meminta keadilan kepada suaminya yang selalu mencondongkan anak mereka disalah satu pihak."
"Den Marcel yang selalu disayang dan dimanja oleh papanya, namun hanya diberikan hak warisannya dengan jumlah yang terlalu sedikit,"
"Begitu dengan den Fenzo yang kurang mendapatkan perhatian dari papanya sejak ada kehadiran adiknya. Bahkan dengan usaianya yang sebenarnya masih tergolong sangat muda, ia selalu dituntut untuk sempurna dalam hal apapun. Namun, dengan begitu Fenzo menjadi kandidat utama untuk bagian besar bahkan seluruh hak dari warisan yang akan papanya berikan."
"Jadi sebenarnya kedua bunda tersebut walaupun memang saling melakukan sebuah kesalahan fatal, niat mereka benar kan dok menuntut suaminya yang tidak adil dengan anak anaknya itu??" Imbuh bi Sri bertanya dalam keadaan meanangis dengan suaranya yang sudah terdengar tidak sanggup untuk kembali menceritakan.
"Lalu apakah ini alasan terbesar kedua saudara tiri tersebut saling membenci bi?" tanya Felicha semakin ingin tahu.
"Lalu maksud dari kesalahan fatal yang dilakuan kedua ibu tersebut itu apa bi?"
.
.
26 Desember 2000
Malam hari setelah pertengkaran hebat antara ketiga orang dewasa yang sudah mendapatkan gelar sebagai orang tua, kali ini Fenzo tampak menidurkan kepalanya diatas meja belajar yang penuh dengan buku buku pelajarannya di sekolah. Sudah beberapa malam ia tidak bisa memfokuskan pikirannya untuk kembali mengulang materi pelajaran sekolah sebagai kegiatan rutinnya setiap malam. Bahkan untuk memperhatikan buku yang tidak jelas tercecer di meja belajarnya saat ini, sama sekali ia tidak perhatikan.
Malam ini ia merasa jika pikirannya itu terasa dua kali lebih rumit. Mengingat di waktu sore tadi kedua bunda dan papanya saling meluapkan emosinya satu sama lain yang hanya terdengar egois bagi Fenzo dengan usianya yang masih dibawah umur, walaupun dalam beberapa jam kemudian usianya tersebut akan bertambah.
Tidak ada lagi ekspresi antusias dengan tanggal kelahirannya itu seperti tahun tahun sebelumnya. Tidak ada lagi kado yang Fenzo inginkan dari ketiga orang dewasa yang menjadi orang tuanya itu. Jika memang mungkin mereka bertanya apa yang paling diinginkan Fenzo saat ini, ia pasti akan meminta mereka untuk melupakan masalah ini dan kembali menjadi keluarga harmonis seperti sebelumnya. Hal tersebut sudah sangat cukup untuk hadiah ulang tahunnya saat ini.
Suara jam beker di samping tempat tidurnya bahkan sampai terdengar dengan jelas oleh Fenzo yang saat ini sedang berada pada meja belajarnya. Pikiran rumitnya itu tidak akan pernah membuahkan hasil yang baik untuknya atau bahkan ketiga orang tuanya. Fenzo sangat menyadari jika usianya itu tidak mungkin bisa membantu menyelesaikan masalah permasalahan keluarganya saat ini, sama halnya saat ia berusaha menyuarakan pendapatnya kepada Widya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSONALITY ; Taehyung & Sohyun |REVISI|
FanfictionFOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA "Ini terakhir kalinya gue peduli sama lu Marcel," ~Fenzo Ghavar Magenta. "Gue sama sekali gabutuh empati peduli dari lu!" ~Marcelino Zeen Magenta. "Sebenernya dari dua bersaudara kakak adik ini, mana sih yang butuh gu...