.
.
Matahari telah dialihkan dengan bulan dan beribu ribu bintang. Hari yang awalnya terang ikut tergantikan dengan langit hitam malam sebagai simbol kegelapan. Tragedi di hari itu hanya menyisakan petang berkepanjangan yang tak kunjung padang, begitupun keterpurukan yang tak memiliki celah untuk hilang.
Berita mengenai meninggalnya anggota, bahkan kepala keluarga dari keluarga Magenta sudah tersebar diseluruh kota. Pintu masuk utama rumah sakit sudah banyak dipenuhi dengan bunga bunga ucapan berbela sungkawan atas meninggalnya Anton dan istrinya yang kedua, Widya. Banyak yang masih tidak menyangka jika keluarga ternama tersebut mendapatkan tragedi yang mengerikan pada hari yang terlihat sangat cerah.
Anton dan Widya akan dimakamkan esok lusa setelah usainya persemayaman dilaksanakan. Keluarga yang termashyur seperti keluarga Magenta, tidak memungkinkan akan mendapatkan perlakuan biasa saja oleh banyak orang yang mengenalnya. Hari ini, esok, atau lusa, bi Sri mendadak menjadi wali utama yang akan disibukkan dengan orang orang yang mendatangi persemayaman Anton dan Widya, sebagai penghormatan mereka untuk terakhir kalinya.
Langit masih berwarna hitam pekat. Tanpa sadar mereka telah melewati hari mengerikan itu, dengan memulai kembali waktu di awal hari yang telah tergantikan. Malam kian berganti pada waktu dini hari yang harusnya menjadi sebuah titik awal dari pergantian hari bagi setiap insan.
Setelah banyaknya air mata dari Fenzo dan Marcel yang terkuras habis sepanjang siang dan sore tadi, akhirnya mereka bisa kembali mendapatkan jarak waktu untuk bisa kembali menenangkan dirinya masing masing dengan kedua kelopak mata yang terlanjur sembab, membengkak.
Karena tenaganya terkuras habis untuk menangisi keadaannya yang dirasa tidak adil, akhirnya Marcel tertidur diruangan VIP yang telah disediakan pihak rumah sakit, ditemani oleh Fenzo yang masih terjaga sambil mengusap pelan kepala adiknya.
Berbagai macam persoalan telah keluar masuk ke dalam pikirannya yang masih terjaga saat menemani adiknya yang tertidur pulas. Terbesit perasaan di lubuk hatinya, bahwa semua ini sangatlah tidaklah adil untuknya, apalagi mengingat jika hari kemarin adalah hari ulang tahun yang seharusnya ia rayakan dengan kebahagiaan.
Namun, saat ia melihat tubuh Marcel yang mungil sedang tertidur, ia kembali menutupi perasaannya dan berfikir jika takdir adiknya itulah yang sebenarnya lebih tidak adil.
Bagaimana bisa tubuh dan usia semungil itu sudah kehilangan sesosok papa yang selalu memanjakannya, begitupun dengan kondisi bundanya saat ini yang sedang dipenuhi dengan alat alat medis memperjuangkan sebuah kehidupan agar bisa menemaninya lebih lama. Bagaimana bisa Marcel yang dipenuhi dengan kepolosan itu harus dihadapkan pada kondisi seperti ini.
"Kamu inget Marcel? Ulang tahun kita cuma beda jarak tiga hari."
"Dua hari lagi kamu ulang tahun Marcel,"
"Tapi kamu udah dapet kejutan kaya gini."
"Aku berdoa, semoga dua hari lagi kamu dapet hadiah kalo bunda Indara udah sadar dan membaik ya??" ucap lembut Fenzo menatap haru kearah Marcel yang nyenyak dalam tidurnya,
Berbicara mengenai perihal Indara, tiba tiba bocah yang baru berinjak usia sebelas tahun itu memiliki keinginan untuk melihat keadaan dari Indara yang sama sekali belum ia lihat secara langsung.
Setelah mengumpulkan niatnya Fenzo berjalan ke arah pintu untuk keluar dari ruangan VIP meninggalkan adiknya yang telah tertidur pulas.
"Om, aku minta tolong buat jaga adik aku ya??"
"Den Fenzo mau kemana??" tanya dari salah satu penjaga yang sedang menjaga pintu masuk ruangan VIP tersebut.
"Aku mau ngeliat bunda Indara,"
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSONALITY ; Taehyung & Sohyun |REVISI|
FanfictionFOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA "Ini terakhir kalinya gue peduli sama lu Marcel," ~Fenzo Ghavar Magenta. "Gue sama sekali gabutuh empati peduli dari lu!" ~Marcelino Zeen Magenta. "Sebenernya dari dua bersaudara kakak adik ini, mana sih yang butuh gu...