5 8 °

39 11 3
                                    

Sinar mentari di pagi hari telah menyambut seluruh insan di muka bumi bagi yang memiliki ataupun tidaknya sebuah harapan yang akan mereka perjuangkan atau memang hanya sebatas hirauan untuk bertahan. Rumah keluarga Magenta yang sempat membuat Felicha menganggap horor karena dipenuhi dengan kegelapan yang tampak mengerikan, kini terlihat kembali bercahaya dan memiliki harapan untuk dipandangi dengan sebuah perasaan yang mengesankan. 

 Kedua mata Marcel sedikit demi sedikit mulai terjaga untuk kembali menyambut hari barunya. Namun, setelah jiwanya dirasa telah kembali sepenuhnya, ia mendapati jika pipinya itu telah dibanjiri air mata yang keluar secara tidak ia sadari.

Saat dirinya mulai mengingat apa yang membuatnya bisa menangis seperti itu, Marcel tersenyum haru sambil memejamkan kembali kedua matanya. Akhirnya hal yang sangat ia inginkan itu, bisa benar benar menjadi kenyataan walaupun memang hanya melalui sebuah mimpi.

Ia kembali membuka kedua matanya, lalu ia bangunkan seperempat tubuhnya untuk memandangi bidadari tidak bersayap yang masih tertidur pulas disampingnya. Sambil merapikan rambut Felicha yang menutupi wajahnya, lagi lagi terukir senyuman manis dari Marcel yang kini menatap tulus kearah Felicha.

"Ternyata apa yang kemarin dokter bilang itu bener. Harusnya dari awal gue ngelakuin kaya gitu,"

Cup

Marcel mengecup lembut dahi Felicha lalu menariknya kembali pada pelukannya.

"Makasih ya dok. Gue berterimakasih banget," ucapnya lirih sambil mendekap tubuh mungil Felicha.

"Makasih untuk?" jawab Felicha tiba tiba.

"Loh udah bangun?" tanya Marcel membuka sedikit pelukannya sambil menatap heran.

"Kamu tadi berterimakasih untuk apa?"

"Emmm untuk apa ya?"

 "Untuk yang semalem mungkin?" sambung Marcel menggoda Felicha dengan mengedutkan kedua alisnya. 

"Suka suka kamu deh Marcel," Felicha memasamkan wajahnya sambil membelakangi tubuh Marcel, berniat untuk beranjak dari tidurnya.

"Eh mau kemana dokter kesayangan aku ini??" 

Marcel menahan Felicha yang hendak pergi dengan melingkari pinggang psikiaternya dari belakang. 

"Minggir Marcel, aku mau keluar."

"Emang yakin mau keluar dengan kondisi kaya gini?"

"Ya makanya kamu minggir." Felicha menarik narik selimut yang menutupi tubuhnya karena tertahan dengan lengan Marcel yang mengunci tubuhnya untuk bergerak.

"Ih ini selimut gue dok, ga boleh dibawa kemana mana." 

"Aku mau mandi Marcel,"

"Ih, ayo mandi bareng kalo gitu."

"Ngawur aja kamu."

"Lah ngapain ngawur? Bukannya semalem udah-"

"Aduuh I-iyaa ampun Marcell aku kalah! Mau kaya gimanapun, aku emang selalu kalah kalo udah berhadapan sama kamu." sela Felicha melemaskan kedua bahunya dan memajamkan kedua matanya untuk menghela napasnya dengan berat. Ia melupakan hal terpenting mengenai pasien pertamanya, jika hal yang paling melekat pada Marcel hanyalah sebuah perilaku yang harus lebih banyak menggunakan kesabarannya. 

"Siapa bilang?" Marcel membangunkan setengah tubuhnya untuk membenamkan wajahnya di sela leher dan pundak Felicha yang sedang membelakanginya. 

"Malah sebaliknya kali dok,"

"Gue malah gapernah loh menang kalo udah ngelawan dokter. Sejauh ini yang gue tau, dokter pemenangnya."

Felicha menelentangkan tubuhnya, untuk menatap wajah Marcel setelah dialognya barusan.

PERSONALITY ; Taehyung & Sohyun |REVISI|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang