Setelah keributan hebat yang terjadi pada klub malam beberapa saat lalu, Fenzo dengan tegas memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu. Ia membawa Felicha bersamanya, meninggalkan hiruk-pikuk dan suara musik yang menggema di tempat hiburan malam tersebut. Di belakang mereka, Jovan diperintahkan oleh Fenzo untuk tetap tinggal, mengurus semua keributan yang baru saja terjadi dan memastikan tidak ada masalah lebih lanjut.
Di tengah perjalanan pulang, suasana dalam mobil terasa tegang dan sunyi. Felicha duduk di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah Fenzo yang sedang mengemudikan mobil dengan satu tangan. Sorot matanya memperhatikan dengan seksama pipi Fenzo yang lebam berwarna biru dan luka di ujung bibir kirinya, bekas pukulan keras dari pria botak yang telah mereka hadapi. Rasa cemas dan kekhawatiran mengisi hati Felicha, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana ia bisa menjelaskan bagaimana dirinya bisa berada di tempat seperti itu tanpa membuat situasi semakin rumit?
Wajah Fenzo yang selalu serius dan tatapan matanya yang dingin membuat Felicha semakin enggan untuk memulai percakapan. Ia merasa segala ucapannya akan sia-sia di hadapan Fenzo yang tampak tak peduli. Keheningan dalam mobil hanya diiringi oleh suara mesin yang menderu pelan.
Namun, Fenzo tidak sepenuhnya abai. Ia menyadari bahwa Felicha sejak tadi mencuri-curi pandang ke arahnya. Dengan perlahan, Fenzo menoleh ke arah Felicha. Saat mata mereka bertemu, Felicha merasa jantungnya berdetak kencang dan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil, berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Melihat tingkah Felicha yang canggung dan berusaha menghindari kontak mata, Fenzo tidak bisa menahan senyum. Ujung bibirnya yang terluka itu sedikit tertarik, membentuk senyuman kecil. Ada sesuatu yang hangat dalam senyumannya, seolah menunjukkan bahwa di balik sikap dinginnya, Fenzo masih memiliki sisi lembut yang jarang ia tunjukkan.
Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan, dengan perasaan masing-masing yang bercampur aduk, sambil berharap waktu akan membantu mereka menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan.~
Setelah mobil Fenzo berhenti di depan teras rumahnya, suasana masih terasa tegang. Tanpa berkata sepatah kata pun, Fenzo langsung membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Sikapnya yang dingin dan keheningan yang berlangsung sejak perjalanan tadi membuat Felicha menundukkan kepalanya dengan lemas. Wajahnya tersembunyi di balik rambut panjangnya yang terurai ke depan, menutupi ekspresi putus asanya.
"Muka gue mau ditaruh mana kalo kayak gini terus," gumam Felicha pelan, merasa kesal dan bingung dengan situasi yang terjadi. Ia merasa diabaikan dan tidak tahu harus bagaimana.
Clek
Tiba-tiba, terdengar bunyi pintu mobil yang terbuka di sebelahnya, mengagetkannya dari lamunannya.
Felicha merasakan udara malam yang sejuk masuk melalui pintu yang terbuka. Ia perlahan mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah samping. Matanya membulat terkejut saat melihat Fenzo berdiri di sana, membukakan pintu mobil untuknya dengan ekspresi yang masih sulit dibaca.
Dengan rambut yang masih menutupi sebagian wajahnya, Felicha segera merapikan rambutnya agar lebih rapi. Tangannya bergerak cepat, menyibakkan helai-helai rambut dari wajahnya. Setelah itu, ia menatap Fenzo dengan ragu-ragu, kedua alisnya terangkat, seolah-olah bertanya apa yang sedang terjadi.
"Masa iya, saya juga yang harus ngelepasin sabuk pengaman kamu," ucap Fenzo dengan nada datar namun terdengar ada sedikit kehangatan dan canda dalam suaranya. Ucapan Fenzo itu membuat Felicha tersadar dan membuka setengah mulutnya, merasa malu karena kebodohannya.
Dengan segera, Felicha melepaskan sabuk pengamannya. Ia merasa sedikit malu tetapi juga tersentuh oleh perhatian kecil Fenzo. Setelah melepaskan sabuk pengamannya, ia segera keluar dari mobil dengan gerakan cepat. Fenzo menutup pintu mobil dengan tenang, lalu keduanya berjalan menuju pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSONALITY ; Taehyung & Sohyun |REVISI|
FanficFOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA "Ini terakhir kalinya gue peduli sama lu Marcel," ~Fenzo Ghavar Magenta. "Gue sama sekali gabutuh empati peduli dari lu!" ~Marcelino Zeen Magenta. "Sebenernya dari dua bersaudara kakak adik ini, mana sih yang butuh gu...