Sial

502 27 1
                                    

Minimal vote <3







Happy reading!

~~~

Sesuai janji, kini Villa, Monika, dan Bela berada di apartemen Alessa.

"Takdir lo lucu banget ya, Le? Saking lucunya gue jadi bingung mau ketawa apa nangis lihat takdir lo" ucap Villa seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Terus kamu bisa sampai ke tenda itu gimana?" Tanya Bela seraya memakan snack yang disiapkan oleh Alessa.

"Waktu itu, pas Fia, Kak Mara, sama Revan keluar dari ruangan gue disekap tiba-tiba ada suara gaduh sama tembakan yang sahut-sahutan gitu. Disitu posisi gue yang pasrah, kalau selamat ya alhamdulillah kalau mati yaudah" jawab Alessa membuat ketiga gadis itu diam menyimak.

"Gue disitu bener-bener takut banget, bayangan gue tertembak dulu terus terngiang di otak gue. Tiba-tiba ventilasi didobrak paksa, dan ternyata itu suruhan kakek. Jadi, ya.. akhirnya gue selamat" lanjutnya

"Lo.. gak takut Revan macam-macam lagi? Secara kan dia satu apartemen sama lo" ucap Monika yang diangguki oleh Bela dan Villa.

"Kalau takut sih udah pasti ya. Tapi, gue rasa kakek udah ngetatin penjagaan nih apart deh. Gak mungkin kan setelah kejadian camping itu kakek gue diam aja?" Jelas Alessa

Villa mengangguk membenarkan ucapan gadis itu. Ya, dia tahu betul bagaimana over protective-nya Fernand pada cucunya yang satu ini.

"Lagian gak mungkin kan Revan nekat di kandang musuhnya?" Lanjut Alessa.

Keempat gadis itu terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga suara Bela memecahkan keheningan yang terjadi,

"Aku rasa, Revan suka sama kamu deh Le" ucapan gadis itu sontak membuat ketiga temannya memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa lo mikir gitu?" Tanya Villa dengan kening berkerut

"Ya.. coba aja pikir, kalau semisal Revan mau nyelakain Lesaa kenapa gak dia lakuin sejak pertama Lessa pindah ke sini? Terus, kenapa dia mau nolongin Lessa saat Lessa dalam kesulitan? Kan dia benci sama Lessa, harusnya biarin aja gak sih kalau lihat Lessa sengsara? Harusnya dia seneng dong? Tapi ini malah selalu nolongin Lessa" jelas Bela panjang lebar membuat ketiga gadis itu terdiam.

"Tapi siapa tahu itu juga salah satu rencana Revan, kek dibaikin dulu pas target udah luluh baru mulai aksi" sahut Monika setelah lama terdiam.

"Ada dua kemungkinan sih, bener kata Bela atau bisa juga bener kata Monika" ucap Villa

"Oke gini, sekarang masalah Revan kita sampingin dulu. Yang jadi masalah, sekarang hubungan lo sama Eza gimana?" Lanjut Villa membuat Monika dan Bela menatap ke arah Alessa.

"Gue gak tahu.. padahal gue udah nunggu dia jujur sama gue. Tapi pas ketemu malah gue yang disalahin gara-gara berangkat bareng Ervan" jawab Alessa dengan lesu.

"Si anj- bisa-bisanya dia gak ngerasa bersalah gitu! Gemes banget, jadi pengen gepuk kepalanya! Mentang-mentang ketua geng, songong banget, nyakitin anak orang malah santai kek orang gak punya salah!" Cerocos Villa dengan emosinya.

"Taukk ihh.. Eza ternyata jahat banget" sahut Bela

"Udahlah, mending kita happy-happy dulu sebelum ujian nanti" ucap Alessa menengahi sumpah serapah dari ketiga temannya yang ditujukan pada kekasihnya. Tunggu. Kekasihnya? Hh, tolong kenapa kenyataan selalu menamparnya?!

Mereka semua larut dalam obrolan, dengan sesekali tertawa akibat candaan dari Monika dan Villa.

Villa meminum jus jeruknya saat merasa tenggorokannya kering. Gadis itu mengambil ponselnya yang baru saja bergetar tanda pesan masuk.

ALEZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang