CHAPTER 9

1.9K 68 0
                                    

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak tigapuluh menit yang lalu, semua siswa sudah pulang me rumah masing-masing. Namun berbeda dengan seorang gadis yang masih berada di sekolah, tepatnya di gudang belakang sekolah dengan keadaan tangan yang sudah terikat di sebuah kursi. Dan dikelilingi oleh beberapa gadis yang kira–kira jumlahnya ada sepuluh orang.

"Kalian siapa?" tanya gadis tersebut.

"Lo udah berani cari masalah sama Queen kami, jadi lo harus tanggung akibatnya," ucap salah satu dari gadis tersebut.

"Gue nggak kenal siapa kalian, apalagi queen kalian. Kalian udah gila ya, lepasi gue!" teriak gadis tersebut yang tak lain adalah Laura.

"Lo nggak kenal siapa kami?"

"Pisty? Lo ngapain sekap gue disini, ha," teriak Laura yang mulai ketakutan karena banyak sekali orang yang mengelilinginya.

"Ck, nggak usah bacot deh lo!" sentak Pisty.

"Lepasin gue sekarang," ucap Laura.

"Iya, kita lepasin kok, tapi kita main–main dulu," ucap Icha yang tiba–tiba nimbrung.

"Jadi, ini orang yang berani nampar queen? Punya nyawa berapa lo?"ucap sindy, salah satu anggota the angel.

"Lepasin gue, gue mohon," mohon Laura.

"Iya, dilepasin kok. Tapi kita hias dulu ya," ucap Icha, seraya memberikan kode kepada yang lainnya untuk memulai aksinya.

Semua anggota the angel mulai mendandani Laura layaknya seorang badut.

"Lepasin gue!" teriak Laura yang meronta–ronta ingin dilepaskan.

"Ck, kalo lo gerak terus hasilnya jadi jelek. Jadi mending lo diam," ucap Alisa.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Laura selain pasrah. Karena tidak mungkin ia bisa bebas dari sepuluh cewek anggota the angel.

Beginilah sifat the angel jika salah satu dari mereka diusik oleh orang lain. Mereka akan selalu kompak dalam membalasnya, apalagi yang diusik adalah Reina, ketua mereka yang mereka sebut dengan queen.

"Nah, udah selesai deh. Cantik banget sih kamu," ucap Alisa, yang merasa puas dengan hasil kerjanya dan teman–teman nya.

Cantik dari mana nya? Muka Laura kini benar–benar seperti badut. Setelah mendandani Laura, tidak lupa pula mereka memotretnya.

"Nah, sekarang tugas kita udah selesai. Sekarang mending kita pulang, badan gue udah capek," ucap Pisty yang diangguki oleh yang lainnya.

"Dan lo, boleh pulang sekarang. Tapi ingat, jangan pernah usik Reina lagi," ucap Alisa seraya melepas ikatan Laura.

"Ja–di, quee kalian itu Reina?" tanya Laura dengan mulut bergetar.

"Jadi lo baru nyadar? Astaga gue kira lo udah bisa nebak, dengan liat gue, Icha, sama Alisa disini," ucap Pisty seraya menepuk jidat nya.

"Udalah Pis, yang penting urusan kita ydah beres. Nggak usah kita pikirin mak lampir lemot ini," ucap Alisa.

"Yaudah, pergi sekarang!" perintah Icha.

Laura pun langsung berlari meninggalkan tempat tersebut, dengan keadaan yang sudah benar–benar berantakan. Untung saja, sekolah sudah sepi jadi tidak ada yang melihat penampilannya sekarang.

"Yaudah kita balik duluan," ucap Sindy.

"Yaudah thanks, udah mau datang," ucap Pisty.

"Ya pasti lah kita datang. Siapapun yang berani usik salah satu dari kita, maka harus diberi pelajaran, iya kan " ucap Sindy dan berlalu meninggalkan tempat tersebut bersama yang lainnya dan hanya menyisakan Pisty, Alisa, dan juga Icha.

"Yaudah, kita juga pulang. Rasanya badan gue capek banget, pengen cepat–cepat rebahan," ucap Alisa.

"Dasar kaum rebahan," ejek Pisty.

"Biarin, terserah gue dong," ucap Alisa.

"Udah, mending sekarang kita pulang," ajak Icha seraya menarik pergelangan tangan kedua gadis itu.

********
"Cha, lo pulang sama kita aja," ajak Pisty, saat mereka sudah berada di parkiran sekolah.

"Nggak usah kak, soalnya supir aku udah otw kesini," tolak Icha.

"Yaudah, kita duluan ya," pamit Pisty dan juga Alisa.

Sudah sekitar limabelas menit Icha menunggu kedatangan supir nya, semenjak kepergian Pisty dan Alisa.

"Ihh, pak Jhon kemana sih, lama banget," geutu Icha.

Tiba–tiba ponsel Icha berdering menandakan panggilan masuk, ia pun segera menekan tombol hijau.

Via telpon

[Maaf non, ban mobil nya kempes ditengah jalan, jadi nggak bisa jemput sekarang,]

"Yaudah, nggak papa kok pa, Icha naik taksi aja kalo gitu,"

[Maaf non sekali lagi.]

"Santai aja pak, nggak usah merasa bersalah gitu."

[Makasih non.]

Tut tut....

Panggilan langsung dimatikan oleh Icha, ia pun langsung memasukkan kembali ponselnya kedalam saku roknya.

"Yaudah mending gue jalan sampai halte depan deh," ucap Icha.

Akhirnya Icha pun berjalan menyusuri jalan menuju halte bus yang jaraknya lumayan jauh dari sekolah. Namun tiba–tiba di pertengahan jalan, ia dihadang oleh beberapa preman.

"Halo neng cantik, ikut abang yuk," ucap salah satu dari mereka.

"Kalian semua siapa? Jangan macam-macam kalian!" teriak Icha.

"Ihh galak nya, tapi abang suka. Udah ayo ikut abang," ucap pria tersebut seraya menarik pergelangan tangan Icha.

"Lepasin gue, bangsat!" teriak Icha, sambil berusaha melepas tangan pria tersebut.

"Udah mending ikut kami aja, kita senang–senang," ucap pria lainnya.

"Tolong! Tolong!" teriak Icha histeris.

Brum brum!

Suara deruman motor mendekati mereka. Pengendaranya pun langsung turun dan melepaskan helpnya sehingga menampakkan wajah tampan Aldo, yang selalu menampakkan ekspresi dinginnya.

"Lepasin dia," ucap Aldo.

"Lo nggak usah jadi pahlawan kesiangan. Kalo lo masih mau hidup mending lo pergi," ucap salah satu dari pria tersebut.

Aldo tersenyum remeh ke arah ketiga preman tersebut. Tanpa ba bi bu, ia langsung menghajar ketiganya.

Bugh!
Bugh!
Bugh!

Terjadilah perkelahian antara satu orang melawan tiga orang. Tapi bagi Aldo ketiga preman tersebut tidak ada apa–apanya, dengan mudah Aldo bisa mengalahkan mereka.

Akhirnya setelah dihajar oleh Aldo, ketiga preman tersebut langsung berlari terbirit–birit.

"Makasih kak, udah mau nolongin aku," ucap Icha dengan senyum manisnya.

"Nggak usah lebay," ucap Aldo.

"Hufh!" Icha membuang napasnya dengan kasar.

"Kenapa lo?" tanya Aldo.

"Nggak papa kok kak," ucap Icha sambil menampakkan geretan gigi putihnya.

"Lo ngapain jam segini masih disini?"

"Tadi sopir Icha nggak bisa jemput, soalnya ban mobilnya kempes, jadi Icah jalan deh ke halte, trus brandal itu datang," cerocos Icha.

"Yaudah naik," titah Aldo.

Icha membulatkan kedua bola matanya. "Kak Aldo mau nganterin Icha pulang? Seriusan ini, yang bener. Ya ampun Icha mimpi apa semalam."

"Kalo lo masih bacot, mending nggak usah."

"Iya iya, ini Icha diam kok kak," Icha langsung menaiki motor Aldo.

Aldo geleng–geleng kepala dengan tingkah Icha yang menurutnya seperti bocah. Aldo pun akhirnya melajukan motor sportnya menuju rumah Icha, tentu saja dengan petunjuk jalan yang Icha katakan.

BAD BOY VS BAD GIRL (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang