CHAPTER 20

1.3K 43 0
                                    

Kini sudah dua hari Reina dirawat di rumah sakit, dan selama itu pula Farel tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Hari ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang, kini ia pulang sendiri karena sahabat–sahabatnya sedang memiliki urusan masing-masing. Reina maklum akan itu, jadi ia tak mempermasalahkannnya.

"Gue pulang sendiri deh hari ini. Kalo gue harapin Farel jemput gue, kayaknya sia-sia deh" gumam Reina.

Ia pun langsung bergegas mengambil tas punggungnya yang berisi beberapa barang yang ia perlukan selama dirawat di rumah sakit.

Kini ia sudah sampai di tempat pembayaran administrasi. Ia melihat seorang gadis
yang juga sama dengan dirinya yang juga akan pulang. Namun bedanya, pasien tersebut ditemani oleh anggota keluarga nya. Berbeda dengan dirinya, yang orang tuanya sama sekali tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan dirinya.

"Sus, boleh tidak kami diberi keringanan? Besok saya lunasi, sekarang saya hanya memiliki sebagian biayanya sus," mohon pria paruh baya, yang mungkin ayah dari gadis tersebut.

"Maaf pak tidak bisa. Ini sudah menjadi prosedur dari rumah sakit ini, pak," ucap  suster tersebut.

Reina merasa kasihan sekaligus iri melihat pemandangan itu. Ia memiliki uang yang dapat dikatakan lebih dari cukup yang diberikan oleh orangtuanyanya, namun kasih sayang yang mereka berikan sangat minim. Karena itulah ia lebih memilih membuat geng the anggel yang sudah menjadi keluarga nya. Minimal, saat Reina mempunyai masalah, the angel akan dengan senang hati membantu dan menjadi sandaran Reina, pengganti keluarganya.

Reina langsung mengeluarkan black cardnya dan menyodorkan nya kepada suster yang bertugas sebagai pengurus administrasi di rumah sakit tersebut.

"Pakai kartu ini aja sus. Sekalian satukan dengan biaya punya saya," ujar Reina.

"Baiklah, tunggu sebentar."

"Makasih nak. Ini sebagian dulu, nanti saya kembalikan yang sebagiannya," ucap paruh baya tersebut seraya menyodorkan uang tadi ke arah Reina.

"Tidak usah pak. Uang itu, bapak gunakan untuk beli obat saja," tolah Reina.

"Ini mbak," ucap suster tersebut seraya mengembalikan black card Reina.

"Yasudah saya permisi, ya pak," pamit Reina.

"Terimakasih ya nak, atas bantuannya," ucap paruh baya tersebut.

Reina langsung pergi meninggalkan mereka. Kali ini berniat akan menemui Farel di apartemen nya. Karena berhubung juga hari sudah menunjukkan sore, jadi cowok itu pasti sudah pulang dari sekolah.

***

Sudah beberapa lama Reina berkendara menggunakan taksi menuju gedung apartemen Farel. Ahirnya ia pun sampai di gedung tersebut. Ia langsung bergegas menuju lantai dimana apartemen Farel.

Ketika sudah sampai ia langsung masuk karena memang ia tau sandi pintu apartemen Farel.

"Farel!" teriak Reina.

Namun tidak ada tanda-tanda cowok tersebut di ruang tamu. Reina pun berinisiatif menuju kamar Farel, mungki saja cowok itu ada disana.

Sesampainya disana, Reina juga tidak menemukan keberadaan Farel, namun ia mendengar gemercik air dari arah kamar mandi.

"Dia lagi mandi kayaknya," gumam Reina.

Ia pun berniat keluar dari kamar tersebut, namun tanpa sengaja ia menyenggol sebuah bingkai foto. Disana terdapat dua bocah, laki-laki dan prempuan. Keduanya sedang memegang es cream dan tersenyum ke arah kamera.

Brak!

"Astaga!" pekik Reina.

"Lo apa–apaan sih!" Bentak Farel yang baru keluar dari kamar mandi dengan pakaian santai nya.

"Sorry Rel, gue benar-benar nggak sengaja," ucap Reina.

"Lo sebenarnya mau apasih kesini? Hah!"

"Gue cuma mau ketemu lo, lo nggak pernah lagi datang jenguk gue."

Farel tertawa remeh. "Lo suruh aja Fahri yang jenguk lo. Toh dia yang lo butuhin kan, bukan gue."

"Lo tau darimana tentang Fahri?"

"Jadi benar? Lo cuma jadiin gue pelampiasan karena Fahri nggak bisa lo dapatin, dan lo masih sayang sama dia kan." Farel benar–benar emosi jika meyebut nama Fahri, yang bahkan ia sama sekali tidak tau Fahri itu siapa.

"Gue nggak tau lo tau darimana tentang Fahri. Tapi yang jelas, lo jauhin gue karena Fahri, iya kan?"

"Saking sayangnya sama Fahri sampai nggak sadar aja sebut nama tuh cowok," sinis Farel.

"Mau gue nggak sadar ataupun gue mati sekalipun, rasa sayang gue sama Fahri nggak akan pernah berkurang sedikitpun," sentak Reina.

"Pergi, Rei."

"Lo ngusir gue?"

"Gue bilang pergi, ya pergi Reina!" bentak Farel.

Bentakan Farel langsung membuat buliran bening ya ditahan Reina keluar dari pelupuk mata indahnya.

Reina menghapus air matanya kasar. "Gue pergi, dan gue harap lo nggak nyesal saat tau siapa itu Fahri," ucap Reina dan langsung pergi meninggalkan apartemen Farel.

"Arrgg!" teriak Farel saat ia sadar telah melakukan kesalahan dengan membentak Reina.

Seharusnya ia tak membentak Reina. Seharusnya ia menanyakan dengan baik-baik siap Fahri sebenarnya bukan malah membentak gadis tersebut. Bagaimana lagi, rasa cemburu dan egois lebih besar saat itu.

"Aldo, gue harus tanya dia. Siap Fahri sebenarnya, gue yakin dia pasti tau," gumam Farel.

Farel langsung mengambil kunci mobilnya, karena motor nya belum belum selesai diperbaiki.

Ia langsung bergegas menuju rumah kediaman Aldo.

****

Tok tok!

"Aldo!" teriak Farel dari luar pintuk rumah Aldo.

Ia bagaikan orang gila yang menggedor rumah orang dengan kasar.

Ceklek!

Pintu terbuka dan menampakkan wajah tampan Aldo disana.

"Lo apa–apaan sih, gedor rumah orang nggak jelas," kesal Aldo.

"Gue mau nanya sesuatu sama lo. Ini tentang Reina," ucap Farel.

"Yaudah masuk," ajak Aldo

Mereka berdua pun langsung masuk kedalam kediaman rumah Aldo.

Sementara di lain tempat, seorang gadis sedang menangis di atas gundukan makam seseorang.

"Ri, lo pergi kenapa nggak ajak gue sih. Disini nggak ada yang sayang dan peduli sama gue," lirih gadis tersebut yang tak lain adalah Reina.

"Lo tau, gue kira Farel akan ngertiin gue, Ri. Tapi nyatanya nggak sama sekali, cuma lo yang bisa ngertiin gue Ri. Hiks...ajak gue ketempat lo Ri," isak Reina.

"Hiks...gue udah nggak kuat hidup hiks... kayak gini. Nggak ada orang yang hiks...ngertiin gue," isak Reina.

"Hiks...hiks...hiks," isak Reina.

Sudah hampir duapuluh menit Reina berada di makam tersebut. Ia enggan untuk pergi dari tempat tersebut.

"Neng sebaiknya pulang, sebentar lagi mau hujan," ucap seorang laki-laki paruh baya yang merupakan penjaga makam.

"Iya pak, makasih," ucap Reina.

Ia pun langsung pergi meninggalkan makam yang bertuliskan, 'Fahri Arkana Putra Gisrianti '.

Next

#Acc_min

BAD BOY VS BAD GIRL (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang