Hari sudah berganti menjadi malam. Reina sudah dipindahkan ke ruang inap, dan teman–teman nya pun sudah kembali ke rumah masing-masing. Disana hanya tersisa Orang tua Reina dan orang tua Farel.
"Eugh!" lenguhan kecil terdengar dari bibir mungil Reina.
Perlahan-lahan gadis tersebut membuka kedua matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Rani yang memang duduk disamping brankar.
"Bun-da," ucap Reina.
"Kamu udah sadar sayang, syukurlah. Ada yang sakit? Mau bunda panggilin dokter?" ucap Rani.
Reina hanya tersenyum menaggapi ucapan Rani. "Reina nggak pa-pa bun," kata Reina.
"Kamu nggak pa-pa kan sayang?" tanya Dirga.
"Reina nggak pa-pa kok Pah. Cuma masih sedikit pusing," jawab Reina.
"Mau abang panggilin dokter?" tawar Rangga, yang dibalas gelengan kepala oleh Reina.
Sementara Risa, wanita itu hanya menatap sendu ke arah putrinya. Sungguh ia benar–benar menyesal atas perlakuannya selama ini terhadap Reina.
Rani memindahkan posisinya agar Risa bisa berbicara dengan Reina, putrinya. Sebagai seorang ibu, ia paham bagaimana perasaan Risa saat ini.
"Reina," panggil Risa saat ia sudah berada di samping gadis tersebut.
Reina hanya menatap Risa tanpa ekspresi, entah apa yang sedang dipikirkan gadis tersebut.
"Mama minta maaf sama kamu. Mama tau mama salah, mama nyesal. Seharusnya mama nggak nyalahin kamu atas kepergian Fahri, seharusnya mama yang salah karena gagal jaga kalian. Mama mohon maafin segala kesalahan mama selama ini, sayang," ucap Risa yang benar–benar menyesali perbuatan nya.
Reina, gadis itu masih menatap Risa dengan ekspresi yang sama.
"Mama tau, pasti sulit bagi kamu untuk maafin mama. Kamu pasti benci banget sama mama sekarang, tapi sekarang mama sadar kalo mama udah salah sama kamu. Kamu boleh hukum mama, mama akan terima apapun yang hukuman dari kamu," lirih Risa.
Tidak ada respon dari Reina. Semua orang yang ada disana juga hanya diam. Mereka tidak tau apa yang harus mereka lakukan. Semua keputusan ada ditangan Reina, memaafkan atau balas membenci.
"Ingan kan ma? Kalau Reina nggak mau maafin mama maka papah juga nggak mau maafin mama," tegas Dirga.
"Mama tau, mama akan biarin kamu buat pikiran kamu dulu. Mama pergi, tapi kalau kamu butuh apa–apa kamu bisa panggil mama," ucap Risa seraya berniat melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut.
"Mama nggak mau peluk Reina, walaupun hanya sekali?" ucap Reina dengan air mata yang sudah tak dapat ia bendung lagi.
Risa, wanita itu langsung mendekap erat tubuh lemah putrinya. Sudah dua tahun ia tidak pernah memeluk putri satu-satu nya itu.
"Reina maafin mama, Reina nggak pernah benci sama mama. Reina sayang sama mama, Reina kangen hiks...dipeluk sama mama hiks...kayak gini lagi," isak Reina.
Tidak mungkin seorang anak membenci ibunya, orang yang sudah melahirkan dirinya ke dunia. Apapun yang dilakukan oleh oleh seorang ibu, pasti demi kebaikan dari anaknya sendiri.
"Mama nggak akan pernah ngulangin kesalahan mama lagi. Mama karena udah jadi mama yang buruk untuk kamu," ucap Risa.
"Bagi Reina, mama tetap mama yang terbaik di dunia," ucap Reina.
Risa mengurai pelukannya, ia menghapus jejak air mata yang ada di pipi chubby Reina. Ia mencium setiap inci wajah putrinya.
"Maafin mama sayang," kata Risa.
"Reina udah maafin mama," ujar Reina.
"Makasih sayang."
"Papah sama Bang Rangga nggak usah marah sama mama lagi," ucap Reina.
"Papah nggak marah lagi kok sama mama, tapi mama nggak boleh ngulangin kesalahan yang sama lagi," ucap Dirga.
"Mama janji nggak akan ngulangin lagi," ucap Risa yang kembali mendekap tubuh Reina dalam pelukannya.
Inilah yang selama ini dirindukan Reina. Pelukan dan kasih sayang dari ibunya, yang sudah selama hampir dua tahun ini ia tidak dapatkan.
Reina mengurai pelukannya, ia menatap pemuda yang seumuran dengannya.
"Bunda, Farel dimana?" tanya Reina.
"Kamu emang nggak bisa liat aku? Apa mata kamu bermasalah?" tanya Farel.
"Dia siapa bun, Reina kenal sama dia?" ucap Reina.
"Kamu masa nggak kenal aku sih Rei, aku ini Farel, pacar kamu," kesal Farel.
"Perasaan pacar aku nggak kayak gini. Dia ganteng, nggak urak-urakan kayak kamu," ledek Reina.
Karena memang penampilan cowok itu benar–benar berantakan. Rambut yang berantakan, baju kusut, serta mata yang sedikit sembab.
"Aku kayak gini juga karena kamu," protes Farel.
"Masa sih?" ucap Reina.
Semua orang yang ada disana hanya bisa tertawa melihat ekspresi kesal Farel.
"Yaudah lah, Farel pamit Bun, Yah, Pah, Mah, Bang," pamit Farel.
"Ehh mau kemana bego," tanya Reina. "Masa gitu aja ngambek."
"Mau pulang trus mandi, nanti aku balik lagi. Tenang aja, enggak usah kangen. Aku cuma bentar doang," ucap Farel.
"Dihh yang ada situ yang kangen," protes Reina.
"Iya-iya aku yang kangen. Yaudah pamit dulu, nanti Farel balik lagi," pamit Farel, dan langsung pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Kami juga pamit, besok kami datang kembali," kata Bram.
"Makasih udah mau repot datang," ucap Dirga.
"Kami nggak repot, Reina udah kami anggap anak kami sendiri," kata Bram.
"Kami duluan ya sayang," ucap Rani dan mencium sekilas kening Reina.
"Hati–hati Bun, Yah."
Kedua pasutri itu menyusul Farel keluar dari ruangan tersebut.
"Kamu istirahat lagi ya," titah Risa, yang diangguki Reina.
Gadis tersebut langsung menutup kembali kedua matanya, dan menjelajah ke alam mimpi nya.
Next
#Acc_min
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD BOY VS BAD GIRL (Selesai)
Acak"Farel!" teriak seorang gadis. Jika dilihat maka dapat dipastikan ia sekarang sedang menahan emosinya. "Kenapa?" tanya cowok yang disebut Farel. "Lo, masih nanya kenapa! Setelah lo kempesin ban mobil gue, hah!" maki gadis tersebut. "Itu setimpal den...