Gio menoleh ke arah lelaki yang memanggilnya, alisnya mengernyit pertanda bingung, dilihatnya seorang siswa tepat dibelakangnya dengan stoples cacing yang menggeliat liar dikedua tangan siswa itu.Tubuhnya merinding hebat, otaknya menginformasi bahwa dirinya tak harus berlari, namun, salahkan nalurinya yang lebih cepat bertindak.
kakinya secara spontan berlari menjauh, sialnya saat berlari, dirinya secara tidak sengaja menginjak kulit pisang yang tergeletak ditengah koridor sekolah.
Bughh...
kepalanya segera menghantam kerasnya lantai sekolah, lantai sekolah yang awalnya berwarna putih bersih, kini dialiri sungai kecil berwarna merah pekat yang berasal dari Gio.
pandangannya mulai menggelap, seakan cahaya yang dilihatnya mulai terenggut sedikit demi sedikit, kedua matanya terasa memberat, mati matian Gio menahan matanya agar tidak menutup, entah mengapa, firasatnya mengatakan jika dirinya menutup matanya, hal besar akan menimpanya.
Samar-samar dirinya mendengar suara temannya yang meneriaki namanya serta meminta maaf, suaranya terdengar semakin jauh dan perlahan semakin menghilang, suara merengek milik temannya kini digantikan dengan bunyi dengung dari gendang telinga Gio.
'ugh..'
Tetes demi tetes air yang terasa hangat mulai berjatuhan disekitar pipinya, Gio yakini ini adalah air mata milik temannya. Perasaan senang, sedih, kesal, dan marah berbaur menjadi satu.
Dirinya hanya meratapi nasib naas yang menimpanya tanpa diduga duga.
'Sialan, takdir gue harus mati karena kepeleset kulit pisang'
Perlahan netra berwarna coklat almond miliknya menutup, setelah Gio secara mati matian menahannya supaya tetap terbuka, sungguh! menarik nafas saja begitu sulit bagi Gio saat ini, tanpa Geo sadari, kini tarikan nafas yang begitu sulit dirinya dapatkan adalah nafas terakhirnya di dunia ini.
Tak ada yang menyangka, remaja dengan julukan bokemnya kelas 12, serta tingkahnya yang selalu menghibur dimana pun dirinya berada, kini menghembuskan nafas terakhirnya.
air mata terus berjatuhan dari orang yang mengenal Gio, bahkan bunda Gio sempat pingsan mendengar anak semata wayang lebih dulu meninggalkannya, karangan bunga terus berdatangan memenuhi halaman rumah Gio, setelah semua kerabat serta temannya mendengar kabar duka ini.
Gio Maheswara, menghembuskan nafas terakhirnya di umurnya yang genap 17 tahun pada jam 10:57 WIB.
pemuda bersurai hitam masih bergemul didalam selimut tebalnya.
"Eugh..."
Perlahan, netra coklat madu miliknya terbuka, keningnya mengernyit pertanda bingung. Menatap sekeliling ruangan yang tampak asing bagi Gio, dinding bercat abu rokok dengan seluruh perabot seperti lemari,meja serta beberapa alat lainnya yang didominasi warna abu.
"Oke, gue transmigrasi" ucapnya singkat.
pemuda yang dinyatakan belum lama ini meninggal, kini menghinggapi tubuh pemuda asing yang sama sekali tak ia kenali, dalam situasi seperti ini, Gio tak akan mereog seperti biasanya.
Ingatannya begitu jelas saat kepala milik Gio menghantam kerasnya lantai sekolah, waktu yang ia rasakan saat itu terasa berpuluh puluh kali lebih lama dari biasanya.
Perasaan menyakitkan yang hinggap dikepalanya, bagaikan ratusan gunting yang mencoba membolongi kepalanya, serta kawat berduri yang mengikat kepala milik Gio semakin erat.
Sedangkan, mulutnya seakan terkunci rapat, sumpah serapah yang ingin Gio lontarkan bahkan tak dapat keluar begitu mudah dari bilah bibirnya.
"Emh..bang-, disuruh daddy makan malam dibawah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gio Or Geo
FantasyGio maheswara menyadari, bahwa dirinya tiba tiba berada ditubuh Geo Bagaskara Pradipta. Gio, anak tunggal dengan sifat bar bar ini, kini berada ditubuh anak sulung bermarga Pradipta, permasalahan pelik yang dialami Geo membentuk pribadi yang keras s...