"sa, kita bakal tinggalin tu anak?" Tanya pemuda berjaket kulit hitam. "Ck, biarin. Gue udah masukin obat tidur ke minumannya tadi" membuka bungkus permen, Angkasa memasukkan permen rasa jahe ke mulutnya.
"Lu udah pastiin ikatannya kuat kan?"
"Aman, gue pastiin dia nggak akan bisa buka"
"Lu yakin nyekap dia?" Tatapan prihatin terlihat dari salah satu remaja itu.
Angkasa hanya bungkam mendengar pertanyaan temannya, dirinya begitu puas melihat pemuda berkemeja biru terduduk dikursi dengan mata terpejam. Kedua kakinya terikat kuat dimasing masing kaki kursi. Tangannya diikat menyatu kebelakang.
"Motor dia?"
"Bakar"
"Bagus"
Senyum kesenangan timbul diwajah Angkasa, berjalan kedekat Geo. Angkasa menatap nyalang pemuda tak sadarkan diri didepannya.
"Hidup lu terlalu sempurna Ge"
Bugh
"Lihat! Setidaknya sekarang lu dapet musuh."
Menatap karya didepannya, Angkasa menyeringai puas melihat lebam disudut bibir Geo, begitu kontras dengan kulit putih pucat milik pemuda itu.
"Gue tinggal dulu ya~ " membelai sisi wajah Geo, Angkasa memberikan sedikit sayatan diarea leher. Menimbulkan garis merah, dengan sedikit darah.
Angkasa semakin bersemangat melihat wajah gelisah pemuda dihadapannya, gudang tempat dirinya menyekap Geo mungkin menjadi tempat favoritnya mulai saat ini. Layaknya pohon, semakin dipupuk semakin tumbuh, dendam yang tertanam dihati Angkasa semakin lama kian membesar.
Angkasa masih mengingat, saat saat dimana dirinya kabur dari rumahnya, ia begitu prustasi melihat kedua orang tuanya beradu argumen dengan alunan pecahan perabotan. Hampir setiap hari Angkasa terus mendengar itu semua. Pernikahan tanpa rasa cinta. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pernikahan kedua orang tuanya.
Sering kali, papahnya mengadu kepada Angkasa mengenai beratnya hidup, terlebih saat papahnya memergoki mamahnya ketahuan selingkuh dengan sahabat papahnya sendiri, tak berselang lama, mamahnya kembali mengadu kepada Angkasa mengenai betapa acuhnya papahnya, bahkan hampir setiap hari, papahnya pulang lembur. Sebagai anak, Angkasa tentu bingung.
Sejak kecil, tak ada kasih sayang yang Angkasa terima. Orang tua sesungguhnya bagi Angkasa adalah Oma serta bibi Ima yang merawatnya sejak kecil.
Puncaknya, hari itu, kedua orang tuanya menyalahkan Angkasa akan hadirnya ia di dunia ini.
Dunianya terasa runtuh. Keluarga cemara yang ia idam idamkan sejak kecil telah pupus. Hatinya hancur, rasa sesak menyeruak di dada, tangisan bisu menjadi pilihannya saat itu.
Meninggalkan rumah dengan keadaan emosi, Angkasa memilih taman sebagai tempatnya menenangkan diri. Kondisi taman hari itu benar benar sepi.
Beranjak dari kursi taman, Angkasa tiba tiba mendapatkan bogeman mentah, karena serangannya begitu cepat, Angkasa tidak sempat mengelak, tubuhnya limbung kesamping. Pipinya terasa panas dan kebas, rasa asin memenuhi indra pengecap nya.
Wajahnya merah padam mendapat bogeman mentah seperti itu, berniat untuk melawan, secara mengejutkan dirinya kembali mendapat pukulan bertubi tubi. Pipi, perut, dada, semua menjadi sasaran empuk dari ketiga remaja yang menghajar Angkasa. Tubuhnya terasa sakit, memar turut menghiasi tubuhnya.
Wajahnya menggelap, mengetahui pelaku pengeroyokan adalah adik dari Geo. Meninggalkan area taman dengan luka lebam disekujur tubuh, Angkasa dengan susah payah mengendarai motornya menuju rumah omanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gio Or Geo
FantasyGio maheswara menyadari, bahwa dirinya tiba tiba berada ditubuh Geo Bagaskara Pradipta. Gio, anak tunggal dengan sifat bar bar ini, kini berada ditubuh anak sulung bermarga Pradipta, permasalahan pelik yang dialami Geo membentuk pribadi yang keras s...