12. Impromptu Night

4.7K 707 62
                                    

Guys mulai coba kasih komentar di setiap paragraf yuuuk? 

Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis. Jangan lupa klik bintangnya ya!

selamat membaca!

. . .

Bab 12

Impromptu Night

Konsekuensi.

Dara memahaminya, selalu ada akibat dari semua yang ia perbuat. Istilahnya, menuai apa yang kau tanam. Dara memahaminya sangat baik, tapi hari ini Dara menyepelekannya lagi. Monolog yang ia tulis di kertas contekan tidak bisa menjadi kenyataan, Dara tetap menangis karena ia hanya benar empat soal dari total sepuluh soal.

Sarah dan Cherin benar tujuh soal dengan mudah, ada banyak siswa yang benar delapan, sembilan, dan bahkan sepuluh soal. Dara terus - terusan mencoba dan hasilnya selalu gagal. Dara hanya ingin menjadi seperti murid lainnya– yang mendapat nilai sempurna. Namun kenapa rasanya Dara tidak akan pernah bisa.

Ting! Notifikasi muncul dari ponselnya. Ia bergegas menghapus air matanya yang mengalir dan berdehem singkat untuk menormalkan suaranya yang parau.

Giory Nalendra
night drive sekalian dinner yay or yay?

Senyumnya terbit tanpa diminta. Dara ingin mengiyakan tapi jika Giory melihatnya menangis lagi lelaki itu pasti akan mengejek, kalimat 'Dara Atmadja yang minggu lalu nangis di Lapangan Macan' saja masih Giory ucapkan dengan lantang.

. . .

"Darla, mau kemana?" Tangan Dara yang sudah membuka pintu berhenti. Ia menoleh ke samping menemukan Papa memakai kemeja hitam yang dipadukan celana bahan, terlalu rapi untuk sekadar diam di rumah.

"Papa mau kemana?" Dara balik bertanya.

"Ada undangan makan malam sama direksi." Papa membuka pintu yang sempat Dara tahan dan Dara mengikuti langkahnya keluar rumah. Lewat ekor matanya ia melihat Giory yang berdiri di samping mobilnya. "Darla mau kemana?"

"Malam, Om."

"Loh, Giory?" Dara belum bilang, atau lebih tepatnya lupa. Dara tidak terbiasa izin pergi keluar karena Papa terkadang tidak ada di rumah. "Ada apa, malam - malam?" Giory meliriknya sekilas.

"Giory mau izin ajak Dara makan malam diluar, Om." Suara Giory terdengar lantang dan percaya diri.

"Jangan terlalu malam pulangnya." Itu adalah kalimat yang Papa utarakan setelah dihabiskan keheningan selama lima sekon. "Jam 10 sudah di rumah, bisa?"

Giory menyanggupi dan dua fans Liverpool itu kembali berbincang seperti mau makan apa dan dimana yang dijawab impromptu dari Giory. Setelahnya Papa pergi bersama supir, menyisakan Giory dan Dara yang berjalan menuju mobil Giory yang terparkir di halaman.

Setelah menutup pintu mobil Giory malah menyalakan lampu untuk mencari charger ponsel. Tanpa sengaja menangkap matanya yang sembab, "Another bad day?" Dara meringis.

"Engga."

Giory mulai melajukan mobil keluar dari pekarangan rumah Dara. "Lo udah nulis di monolog lo, 'Dara cantik pasti bisa kalau ga bisa jangan nangis.' harusnya kalimat yang lo tulis jadi doa." Giory terkekeh dengan enteng.

"It works kok." Sahut Dara ketus. "Gue bisa dan gue ga nangis lagi." Bohong.

"Padahal 'Dara Atmadja yang minggu lalu nangis di Lapangan Macan' masih jadi kalimat favorit gue." Kekeh Giory.

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang