Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis.
selamat membaca!
. . .
Bab 5
overly, utterly weirdPapa bohong. Dalam notes yang Dara baca minggu lalu di ruang kesehatan, Papa bilang akan pulang hari Minggu. Jadi Dara menunggu sembari mengerjakan 15 soal aljabar dan berakhir tertidur selepas lelah menangis karena tidak bisa menyelesaikan soal pembagian.
Dara mengambil sepotong sandwich dan jus kemasan yang telah disiapkan kemudian bergegas menuju supir yang sepertinya sudah menunggu. "Morning, Darla."
"Papa?" Dara mengusap matanya.
"Hari ini sekalian saja berangkat bareng Papa."
"Papa pulang kapan?" Perasaan senang yang Dara rasakan dalam hatinya tidak tersalurkan lewat ekspresinya.
"Papa sampai jam 9 malam, tapi keluar imigrasinya lama terus Papa kejebak macet." Jelas Papa. "Papa liat kamu udah tidur jam 12, kamu nungguin Papa?"
"Engga." Iya.
Papa terkekeh pelan. Begitu menginjak pekarangan rumah ada Bara disana, asisten pribadi Papa. "Oleh - oleh buat kamu Papa taruh di ruang keluarga, pulang sekolah di lihat ya."
Senyum Dara mengembang. Ingin sekali rasanya berbalik masuk ke dalam rumah untuk mengecek tapi Dara bisa terlambat. "Makasih, Papa."
"Anytime."
Senyum Dara mengembang sepanjang jalan. Diantar sekolah bersama Papa adalah momen langka akibat kesibukan Papa di kantor.
Pekerjaan Papa adalah Chief Technology Officer, pimpinan perusahaan yang fokus ke pengembangan teknologi. Dara juga sebenarnya tidak begitu mengerti apa yang Papa kerjaan dan Dara juga tidak mau tahu detailnya setelah melihat Papa bekerja dengan tiga komputer menyala dan Papa masih meminjam iPad Dara untuk tambahan. Ya, meskipun sepertinya iPad Dara dipakai untuk mendengarkan lagu Oasis - Don't Look Back in Anger soalnya spotify Dara premium.
"Bara, cendramata buat Giory kamu bawa?"
Giory? Maksudnya, Kak Giory kakak kelasnya?
"Aman, Pak." Balas Bara, asisten pribadi Papa yang Dara juluki sebagai pengendali waktu. Bara punya kelebihan yang sangat luar biasa dalam ketepatan waktu.
Bara pernah mengambil rapot Dara di sekolah dan satu jam kemudian Bara berhasil mengamankan kursinya untuk penerbangan ke Surabaya menyusul Papa. Bayangkan... secepat apa Bara mengemudi dari sekolah Dara zona macet untuk sampai di bandara Soekarno Hatta kurang dari enam puluh menit, sepertinya asisten pribadi Papa itu diam - diam menghentikan waktu.
"Papa, waktu Dara pingsan minggu lalu. Kak Giory bilang ketemu Papa di sekolah." Dara tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
"Iya, benar." Balas Papa seadanya. "Papa ga mau nerima panggilan dari sekolah kalau kamu pingsan lagi. Jangan lupa makan siang, Darla. Kalau kartu makan kamu ga ada saldo nya bilang ke Bara, biar nanti di transfer." Dharma punya cafetaria yang unik, dimana semua transaksi dilakukan menggunakan kartu e-money khusus dari bank negara yang bekerja sama dengan sekolah. Sehingga sudah tidak ada lagi transaksi menggunakan uang cash.
Dara mengangguk menjawab anjuran Papa, "Makasih juga Papa udah bawain makan siang sama obat maag Dara."
Papa terkekeh. "Anytime, Darla."
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk to 17th [TERBIT]
Teen FictionNamanya Dara Atmadja, murid baru yang menjadi topik obrolan teratas setelah wajahnya menghiasi sampul majalah. Pemenang kompetisi piano internasional yang tampak sempurna itu citranya runtuh di depan Giory Nalendra, kapten sepak bola kesayangan warg...