52 - Poetry Out of Our Head

2.7K 353 165
                                    

HOW'S YOUR LIFE UPDATEEE?
hoping it's fun, keep thriving y'all ✨🧐🤑

Chapter ini panjang, semoga bisa buat kamu seneng 😜😗

. . .

BAB 52

Poetry Out of Our Head

Kata Papa, seorang pelaut yang handal tidak pernah lahir dari laut yang tenang. Tante Amara juga seringkali berkata jika kita sulit menerima segala sesuatu jika kita tidak tau alasan yang ada di baliknya. Dara bahkan pernah berkata pada Giory bahwa alasan - alasan yang diucap orang dewasa tadi menjadi alasan bagi Dara untuk tetap menjalani hari, untuk tetap bertahan ditengah ombak, tapi saat Dara akan tenggelam seperti ini, ia bahkan tidak tahu apakah ia masih punya alasan yang cukup untuk membawanya ke atas permukaan.

Dara mengusak matanya sekali lagi, ia terlalu banyak mengeluarkan tangis malam ini. Meja makan yang berkapasitas empat orang itu akan ia tinggalkan sebentar lagi, Dara tidak hanya merasa sedih untuk dirinya, tapi juga untuk Papa. Tangannya beralih menutup pintu kamarnya dan langkahnya otomatis bergerak menuju kursi meja belajarnya untuk ia tempati kemudian, matanya membingkai tulisan besar yang tercetak tebal di atas sticky notes, "ujian Tengah Semester dua hari lagi! it's do or die (wrawrrww)."

Helaan nafasnya kembali terdengar untuk kali kesekian. Motivasinya sudah habis dimakan realita, untuk apa Dara belajar mengusahakan nilainya menjadi A di seluruh mata pelajaran jika Nenek sudah menyusun rencana menendangnya ke South Wales dalam waktu dekat. Hatinya kembali memberat, Dara tidak tahu harus apa.

"Should I give up?" tanyanya pada ruang yang sunyi.

Lagipula meskipun Dara berusaha ia sepertinya akan kalah dengan orang - orang yang diberkati sebuah bakat seperti Dante Corrado, dengan orang - orang ambisius yang bersunguh - sungguh layaknya Cherin Kim, atau bahkan seseorang yang kantung keberuntungannya tidak pernah hilang seperti Sarah.

Dara akan kalah.

Persayaan gelisah mulai mengerayangi kepalanya dan sebuah kotak surat yang tadinya menyimpan seluruh arsip, mulai meledak sampai menerbangkan surat - surat yang berisi prasangka dan prediksi mulai mengacaukan seluruh pikirannya.

Menyebalkan.

Dara hanya ingin menjadi pintar tapi rasanya ia tidak bisa.

. . .

"Darla!" Dara terkesiap, ia menutup lokernya sebelum melihat ke sumber suara. Giory tengah berlarian ke arahnya, membawa serta tumpukan bukunya yang Dara yakini tidak pernah dibawa pulang dari dalam loker. Tasnya tersampir di salah satu pundak dan jaket varsity Giory kenankan untuk menutupi atasan seragamnya yang telah tanggal hingga menyisakan kaus hitam polos. Rambut Giory teracak terbawa hembusan angin selagi lelaki itu begerak menghampiri, lelaki itu masih terlihat menawan meski telah menghabiskan setengah hari di sekolah. "Mau study date di rumah aku ga?- eh gue."

"Aku?" alisnya naik. Sepenuhnya melupakan ajakan yang terlontar dari bibirnya. Bibirnya tersungging geli setelah sekian lama tidak punya alasan untuk tersenyum.

Giory diam dan Dara ikut diam.

Mereka malah berbagi tatapan di tengah hiruk pikuk lorong yang bising dengan segala macam masalah menjelang hari ujian. "Gue-aku," tawanya hampir melesak melihat telinga lelaki itu memerah. "I received a call from Bunda, she ask mau makan apa, then I answer, makan Bakmi Jawa kesukaan Dara. Then Bunda said ok, then she said take Dara with you. Then I said ok..." bahasa yang Giory pakai semakin berkelit dan lelaki itu berucap dengan cepat. "So I ask you... kamu mau ga makan bakmi di rumah aku?"

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang