55. Heartfelt Farewell (End)

2.1K 192 33
                                    

Bab 55

Heartfelt Farewell

Air matanya sudah mengering. Menit berlalu dan obrolan Papa bersama Nenek tidak pernah mencapai titik temu. "Ibu." Suara Papa mengecil. Punggungnya yang tegap perlahan tampak turun. Dua puluh menit Papa dan Nenek beradu mulut, Nenek tidak kunjung luluh.

"Kapan Dara berangkat?" tanya Papa

"Setelah mereka mengirimkan surat penerimaan," balas Nenek santai. "Dara perlu visa dan medical checkup, lalu dia siap berangkat."

Dara tidak punya daya untuk melawan. Hatinya juga sudah lelah memberontak. Dara hanya perlu menerimanya, sesuai rencana yang telah dibuat Nenek. Jika nantinya Dara gagal, Dara sudah tau siapa yang perlu disalahkan. Ia akan kembali ke Jakarta, menunjuk wajah Nenek, dan menaruh semua salah dalam satu tuduhan.

Papa juga sepertinya sudah menyerah. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berpasrah. Kakinya melangkah mundur. Keluar dari ruang makan yang sesak oleh ego orang dewasa. Tubuhnya luruh, menghantam sofa, tangannya bergerak memijat kepalanya yang berdenyut.

Ponselnya berbunyi,

Kak Gio
I accept your decision, kita putus.
But let me still by your side
Until you leave Jakarta

Menyedihkan. Air matanya yang sudah mengering kembali menyeruak. Dara duduk dengan kepala yang tertunduk, Dara sudah mencoba meninggalkan hatinya di depan Auditorium, tapi Giory malah mengambilnya.

Kak Gio
I love you, I don't want to lose you

Tangisannya pecah. Sepertinya Dara tidak bisa. Rasa kehilangannya akan lebih besar jika Dara tidak segera melupakan Giory sekarang.

Dara Atmadja
Maaf

. . .

Rumah Sakit Cempaka Husada

11.45 WIB

"Where have you been?" suara Sarah terdengar lewat panggilan telepon.

Rumah sakit tidak pernah lengang. Setiap sudutnya selalu punya cerita, biasanya didominasi sendu meski tidak sekali dua kali Dara menemukan binar harapan.

"Gue di RS, Sah. Demam gue belum turun dari kemarin," balasnya singkat. Sudah hampir seminggu sejak sekolah diliburkan, Dara kembali ke rutinitasnya berlatih untuk pertunjukan Museum Deneisha. Selain itu aktivitasnya tidak jauh dari menangis sambil membaca ulang percakapannya di ruang obrolan bersama Giory.

"Shhh, are you feeling better now?" tanya Sarah sambil meringis.

Langkahnya berhenti, pandangannya mulai mengabur. Lebih baik Dara mencari duduk, sambil menunggu Bara membawa kabar tentang hasil sampel darah miliknya. "Getting better," balasnya. "Lo liburan kemana, Sah?" tanyanya cepat. Menghindari Sarah menyetir topik tentang hubungannya.

"Japan, hehe. Gue baru sampe di penginapan," balas Sarah. "Tadi waktu gue baru landing, gue malah dapet notif aneh,"

"Notif apa?"

"Dari Kak Giory." Dara menjauhkan ponsel dari telinga. Semua orang tidak memberinya jeda untuk melupa. "Dia pengen tau kabar lo."

Dara kira-Giory sudah menyerah. Giory berhenti memberinya pesan di hari kedua, lelaki itu menghilang begitu saja. Giory juga bukan orang yang selalu memperbaharui sosial medianya, Dara tidak melihat jejaknya disana.

"Dar," panggil Sarah setelah jeda panjang. "What happened in Never Say No?" tanyanya pelan. "Lo sama Kak Giory ga ambil hadiah ke panggung and suddenly both of you disappear."

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang