13. Memahami Sharlene Deneisha

4.6K 637 37
                                    

Guys mulai coba rajin kasih komentar yuuuk?

Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis. Jangan lupa klik bintangnya ya!

selamat membaca!

. . .

Bab 13

Memahami Sharlene Deneisha

Masih jam 8 pagi di hari Sabtu dan Dara sudah duduk di meja belajar. Sudah mandi, rapi, cantik, dan wangi. Tujuannya apa lagi kalau bukan mempelajari soal dari quiz Miss Sahna kemarin.

Dari lima belas menit. Sudah dua soal yang berhasil Dara selami, berkat mempelajari dasarnya dari modul bimbingan belajar dan tutoring tambahan di setiap hari Rabu sepulang sekolah. Dara mulai paham penjumlahan garis bilangan dan mengaplikasikannya dalam koordinat kartesius. Dara hanya butuh waktu lebih untuk memahami ini semua, meskipun rankingnya ada di peringkat 40–

"Aaaa!" Dara berteriak. "Ga boleh inget yang jelek - jelek!" Ia memukul kepalanya pelan.

"Darla." Apa Dara berteriak terlalu kencang? Ia bangkit dari duduk setelah menjeda lagu yang sedang ia putar.

"Iya, Papa." Pintu dibuka menampilkan Papa yang sudah rapi di pagi hari. "Papa mau kemana?" Dara refleks mengeluarkan pertanyaan.

Papa masuk ke kamarnya, hal yang jarang dilakukan. "Enak belajar disini?"

Sebenarnya Dara punya banyak keluhan. "Papa, can I be honest?" Tanyanya hati - hati.

Papa langsung menoleh ke arahnya. "Of course, do you need something?"

"Ini..." Dara menunjuk ke kursi pinknya yang cantik namun tidak fungsionalis. "Dara ga betah lama - lama duduk disini. Kursinya terlalu tegak terus ga bisa Dara geser. Mejanya juga jadi sempit kalau Dara bukan laptop sama iPad. Terus kayaknya Dara butuh lampu belajar deh, Papa. Soalnya kalau malam, mata Dara jadi perih kalau baca buku sejarah. Emm, terus–" Banyak sekali, terlihat kalau Dara tidak pernah belajar.

"Anything else?" Tanya Papa tenang. Tangannya sudah membuka ponsel sepertinya mencatat poin - poin yang Dara sampaikan.

"Rak buku?" ujar Dara ragu. "Dara ga punya tempat buat naruh ini." Dara menunjuk modul dan bahan bacaan yang kebanyakan berasal dari kelas biologi dan sejarah.

"Okay, ada lagi?"

"Diffuser?" Sekalian, Papa pasti akan membelikan apa yang Dara sampaikan. "Biar kamar Dara wangi jadi lebih fokus belajarnya."

"Ada lagi?"

"Ini ga berkaitan sih Papa, cuman Dara butuh belajar penulisan akademik. Tugas Dara banyak dalam bentuk essay dan Dara selalu bingung harus mulai dari mana."

"Good, nanti Papa cariin tutor buat itu. Ada lagi yang Darla butuhin?" Tanya Papa. Dara meminta banyak hal tapi Papa malah tersenyum.

"Cermin?" Jika Papa terus bertanya, Dara bisa mengeluarkan semua hal yang terlintas di benaknya. "Cermin Dara terlalu kecil."

Papa terkekeh, "Papa nyerah, kamu tulis saja di notes apa yang kamu mau lalu kirimkan ke Bara. Atau kamu mau dekor ulang aja kamarnya sekalian?"

Dara menggeleng. "Engga, Dara suka kamar ini. Lagian Papa bilang kamar ini Mama yang desain kan?"

"Betul. Mama kamu yang desain kamar ini." Papa tidak banyak membicarakan sosok Mama. Dara hanya tau jika Mama adalah desainer interior, semua sudut rumah ini didesain oleh Mama. Hanya itu yang Dara tau karena rasanya ada kehilangan yang mendalam di raut Papa ketika Dara menyinggung Mama. "Selagi kamar kamu di renov, kamu mau ikut Papa?"

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang