4. Dikenal Sebagai Dara Atmadja

6.2K 691 47
                                    

Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis.

selamat membaca!

. . .

Bab 4
Dikenal Sebagai Dara Atmadja

"Dara lo ga mau beli cemilan dulu?" Sarah bertanya sekali lagi. Tangannya merangkul Dara protektif karena langkahnya masih lemas setelah pingsan tadi siang.

"Engga usah, Sah. Gue udah makan tadi." Balasnya yakin. "Lo jadinya mau join klub Jurnalis?" Dara jadi ikut membaca brosur yang Sarah dapat dari booth klub Jurnalis. Siang ini, agendanya adalah pameran klub. Semua klub dikumpulkan di lapangan untuk ajang promosi.

"Iya, hati gue sih bilangnya Jurnalis would be the one. Gue suka banget lagi kakak kelasnya ceriwis nan heboh. Sekaligus itung - itung manfaatin kamera gue yang udah berdebu itu." Jelas Sarah yang sedang memindai barcode untuk bergabung ke grup Jurnalis.

"Gue fix join Council." Ungkap Cherin di sampingnya. Gadis itu memegang banyak brosur, tapi yang paling dia suka adalah student council, klub palang merah, dan klub radio. "Gue suka planning event dan Dharma bakal ngadain pensi tahun ini, gue mau daftar jadi panitia. Itung - itung jadi portofolio gue buat masuk UC Berkeley." Visioner sekali, lirik Dara.

"Semangat deh, Cher." Balas Dara. Pasalnya anggota student council dibatasi setiap kelas, jadi seleksi yang diadakan pasti cukup ketat.

"Lo jadi join Dharma Relawan, Dar?" Tanya Cherin.

Dara mengangguk. "Jadi, gue tadi ngobrol agendanya macem - macem, ke shelter hewan, food bank, atau visit anak - anak di rumah sakit. Kedengerannya seru."

"Apa gue ikut itu juga ya?" Tukas Cherin tiba - tiba beralih haluan.

"Ayooo, bareng gue!" Sahut Dara semangat, minimal ada satu orang yang Dara kenal sebelum berbaur bersama anggota klub yang lain. "Lebih bermanfaat juga buat portofolio lo ke UC Berkeley," hasut Dara sambil cekikikan.

"Iya juga sih, gue mikir dulu deh, klub kedua mending radio atau Dharma Relawan." Balas Cherin pusing.

"Kita belum muterin booth klub olahraga! Liat kesana yukkk!" Sarah tiba - tiba berjingkrak. Dara lega karena mereka berdua tidak ada yang memiliki passion di bidang musik. Dara sudah harap - harap cemas takut jika Cherin dan Sarah mengajaknya melewati booth klub musik klasik.

"We are Dharma!" Shh, telinga Dara langsung penuhi oleh yel - yel sekolah yang kompak dinyanyikan di sepanjang jalur booth klub olahraga. Mayoritas anggota klub adalah laki - laki jadi suara yang menggaung di udara terdengar berat dan lantang.

"Loh, Kak Zaydan ikut klub tenis?" Dara spontan bertanya ketika melihat presiden sekolah ada di booth klub tenis.

"Yes, sampe ada pepatah; kalau Zaydan ga di ruang council, barangkali lagi di lapang tenis," jelas Sarah. "Dan pepatah itu bener adanya."

"My God!" Cherin berteriak di sebelah telinganya, "Itu yang lagi ngobrol sama Kak Zaydan ganteng bangettt!" Pekiknya girang.

"Itu Kak Cesar Romero." Balas Sarah terkekeh. "Yang tadi pagi diomongin sama circle Jasmine. Cewek - cewek julukin Kak Cesar 'pangeran' dan temen - temen cowoknya jadi making fun of it manggil dia 'yang mulia' atau 'baginda'."

Dara agak mengerti sih kenapa Kak Cesar Romero dijuluki pangeran. Perawakannya tinggi, rambutnya kecoklatan, garis wajahnya tegas dan proporsional seperti aktor yang memainkan peran putra pewaris tahta dari keluarga bangsawan Eropa di Netflix. "Nama belakangnya kaya ga asing di telinga?"

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang