Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis. Jangan lupa klik bintangnya ya!
selamat membaca
. . .
Bab 24
Lewat Piano, Dara.
"Lo kenapa bisa suka sama piano, Dara?" Awalnya Dara sedang mencari biografi Gajah Mada di study hall yang memiliki perpustakaan mini untuk keperluan essay Sejarah Indonesia ketika Kala duduk di undakan tangga kelima membawa kentang goreng.
"Banyak hal sih," ucap Dara pelan, "Gue banyak ikut kelas waktu kecil, kaya piano, berenang, modeling, dekorasi kue, pokoknya kelas yang aneh - aneh kaya gitu pasti ada gue." Kekeh Dara, ingatannya menerawang ke belakang, "Tapi yang buat gue nyaman dan gue terusin sampai sekarang cuman piano. Gue ngerasa banyak berkembang lewat musik dan kata Tante, almarhumah Mama suka puter Mozart waktu gue masih di dalam kandungan, maybe that's the reason why."
"Kayanya most of us ikut kelas aneh sewaktu kecil, even gue pernah ikut akademi bola yang sama bareng Axel waktu kecil, tapi ga gue terusin soalnya gue lebih prefer kelas menggambar sama musik."
"Lo dari kecil udah belajar biola berarti?" tanya Dara.
"Nggak, awalnya dulu belajar Cello malah. Bokap gue arsitek, gue suka diajak kunjungi bangunan yang dia desain. Buat gue titik baliknya waktu Orchestra Kota Jakarta, lo pernah main di sana kan?" tanya Kala yang dibalas anggukan Dara, "Itu bokap gue yang desain," mulut Dara terbuka, Ayah Kala ternyata arsitek yang dipuja banyak orang. "Dulu gue ngerasa terpana pas pemain biola unjuk diri akhirnya gue minta pindah ke kelas biola and here I am."
Berbincang dengan Kala selalu menyenangkan, mereka berbagi kesamaan lewat musik. Dara jarang punya teman seumuran yang bisa diajak ngobrol perihal musik klasik. Walaupun ada beberapa pianist yang Dara kenal, intensitas pertemuan mereka sangat jarang, sekalinya bertemu biasanya menjadi rival di kompetisi.
"Klub ada rencana perform ga Kak dalam waktu dekat? Gue pengen nonton."
"Ada sih, bulan Agustus nanti," balas Kala. "Daripada nonton mending lo gabung jadi performer bareng kita, klub musik klasik terbuka buat lo, Dara."
"I would love to," balas Dara jujur, "Tapi gue belum bisa, mungkin tahun depan?"
"Yah, ga ketemu gue dong," ujar Kala setengah sedih, "Gue udah ga akan aktif lagi di klub."
"Oh, kelas 12 udah ga ikut klub ya nanti?"
"Iya, kelas 12 fokus belajar buat ujian. Even Dharma punya program SAT Preparation* kalau lo mau nerusin kuliah di US dan program setara lainnya buat masuk univ luar negeri," jelas Kala.
"Lo mau nerusin ke Juilliard, Kak?" tanya Dara penasaran. Juilliard, sekolah seni ternama di dunia.
"Gue tertarik buat lanjut di musik, tapi gue anak pertama." Kala tertawa masam, "Ortu gue juga punya company, jadi gue harus belajar bisnis. Gue diarahin nyokap buat masuk ke London Business School setelah graduate. Lo gimana? Kalau lo terusin musik dan perform di orchestra dunia yang ada di Europe kabarin gue deh ya, gue bakal bela - belain dateng meski harus otw dari London."
Dara tertawa mendengar kalimat terakhir Kala, "Gue belum tau sih, Kak. Gue selalu punya mimpi besar buat musik, tapi keluarga gue ga begitu suka gue jadi pianis. Nenek gue pengennya gue berkarir di bidang yang lebih prestige dan menjamin, bukan jadi seniman." Cerita Dara mengeluarkan keluh kesah yang ada di benaknya, "Gue diminta berhenti dari piano karena Nenek gue awalnya minta gue jadiin piano sebagai hobi bukan sesuatu yang gue anggap serius kaya sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Walk to 17th [TERBIT]
Teen FictionNamanya Dara Atmadja, murid baru yang menjadi topik obrolan teratas setelah wajahnya menghiasi sampul majalah. Pemenang kompetisi piano internasional yang tampak sempurna itu citranya runtuh di depan Giory Nalendra, kapten sepak bola kesayangan warg...