32. Dirayakan

5.2K 677 107
                                    

hii, long time no see!

kalau kalian suka dengan chapter ini, jangan lupa untuk klik bintang, ramainkan kolom komentar, dan ajak teman teman kalian buat baca cerita Giory Darla juga yaaa!

belakangan ini aku lupa buat kasih translate dari dialogue bahasa inggris di kolom komen, tp aku bakal coba buat ga lupa lg wkwkwk, remind me yaa tolong.

happy reading

. . .

Bab 32

Dirayakan

Hari ini, Dara akan mengawali hari dengan mengucap rasa terima kasih pada (hasutan) Tante Amara yang selalu berkata, 'Ga ada salahnya mandi pagi setiap hari, kalau kamu udah rapi terus ada yang ngajak jalan jadi tinggal pergi.' Habisnya, Giory Nalendra Barlianta yang baru saja ia temui kemarin malam sudah ada meja makan bersama Papa di waktu yang menunjukan pukul delapan pagi.

Alasan Giory pada Papa sih sebenarnya bagus dan terdengar seperti murid jenius, "Giory mau ajak Dara belajar math, Om." Padahal, kalimat itu sebelumnya hanya tercetus diperbincangan undakan tangga kelima Study Hall waktu lalu tanpa adanya bahasan lanjutan.

Alhasil, Dara baru bisa menginterogasi Giory di perjalanan, "KOK LO GA BILANG BAKAL DATENG KE RUMAH GUE?" tanyanya berapi - api.

"Satu - kosong," balas Giory enteng. Raut wajahnya masih terlihat sendu dan tidak ada semangat dalam nada bicaranya. "Lo juga waktu itu ga bilang ada di rumah gue." Dara mendengus sebal, "Kemarin timnya Bunda ngirim reminder ke lo buat gladi. Kalau ga gue jemput, lo ga akan sadar kayaknya."

Alis Dara naik, segera ia membuka ponselnya dan mengecek pesan, "Oh..." Dara tertegun kalimat Giory benar adanya, "Makasih, gue lupa hari ini gladi nya."

"Gue bakal drop lo di akademi, ga apa? Ada Bunda sama Bang Andra disana," jelas Giory, "Sorry gue harus bohong ke Om Aksa soal ngajak lo belajar math, nanti taruh aja buku math lo di mobil gue."

"Gapapa sih," sebenarnya Dara agak keberatan, ia terkadang bingung jika ditinggal sendiri bersama para orang dewasa. Tante Arum pastinya sibuk mengatur banyak hal, jadi teman Dara kemungkinan hanya Giandra, "Lo ga akan liat gladi resik nya?"

"Gue rasa gue masih butuh waktu buat sendiri," Dara mengangguk paham, "Tentang obrolan kita kemarin malem," Dara masih menatapnya, menunggu, "Thanks a lot, gue dapet banyak pandangan baru. Gue ngerasa dapet solusi ketika cerita sama lo." Di lampu merah yang detiknya berjalan mundur, Giory menoleh ke arahnya, "If I call and say that I need you, can I come over to see you?"

. . .

Hari yang telah Dara tandai di kalender akhirnya tiba dan waktu yang Dara terus nanti akhirnya bergulir, "Please welcome our future world pianist, Dara Atmadja. The stage is yours."

Pembawa acara memberinya sinyal untuk maju ke depan, Dara mulai melangkah setelah memberi salam singkat pada keluarga Barlianta yang duduk di kursi paling depan. Tante Arum dan Om Danu tampak serasi dengan warna beige. Sementara Giandra tampil lebih santai dengan warna putih. Giory, yang Dara kira akan datang, tidak kunjung terlihat batang hidungnya.

Dara membungkuk singkat ketika ia berdiri di panggung. Euphoria yang Dara rindukan kembali ia rasakan setelah sekian lama. Ia menghembuskan nafasnya dalam, mempersiapkan diri sebelum menekan tuts demi tuts mencipta nada yang memberi kesan gembira di hari yang patut dirayakan.

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang