51.Counting the days

3K 392 144
                                    

so sorry if i sound like a weirdo, but love you guisss brahhh 💅🏻🔥

. . .

Bab 51

Counting the days

"Nenek!" Dara menyerbu kediaman Wiratmadja dengan emosi yang mengepul di atas kepala. "Dara masih ada di pertengahan semester! Nenek ga nepatin janji! Nenek bilang Dara bakal pergi kalau ga dapet A, kenapa Nenek malah nendang Dara tanpa tahu hasil belajar Dara kaya gini!" Nafasnya tersengal - sengal, tapi orang yang ia tuju hanya melirik sesaat. Menganggapnya enteng seperti angin kecil yang tidak punya potensi menjadi sebuah badai.

"Lebih cepat, lebih baik, Dara." Nenek menurunkan bacaannya dengan perlahan. "Kamu ga akan bisa dapat nilai A jika fokus kamu terbagi dua seperti itu. Aturannya selesaikan satu persatu, bukan mengejar dua - duanya sekaligus. Hidup itu soal memilih dan mengalah."

Hatinya sudah tertutup, Dara tidak akan bisa memaknai perkataan Nenek yang tidak memahami keinginannya, "dan harusnya Dara yang punya kendali buat memilih dan mengalah, bukan Nenek yang harus nentuin buat Dara." Hardiknya penuh amarah. "Ini belum genap satu tahun. Dara ga mau pindah ke Inggris!"

"Duduk," ucap Nenek santai, tidak termakan ledakan emosinya yang menggelora. Dara menatapnya dalam diam lalu memutuskan mengambil duduk di hadapannya. "Nenek hidup lebih lama dari kamu, Nenek sedang bantu kamu supaya tidak menyesali pilihan yang kamu ambil."

"Menyesali apa sih, Nek?" Dara berdecak. "Dara lebih menyesal kalau Dara lewatin banyak kesempatan buat jadi apa yang Dara bisa!"

"Nenek ga mau kamu jadi seniman, Dara. Seni itu pencerminan jiwa, apa yang kamu tuangkan adalah apa yang kamu pikirkan. Semuanya tergantung kebebasan, estetika, dan subjektivitas. Ga ada norma di dalam seni sehingga kamu akan selalu dihadapi oleh ketidakpastian, kamu ga tau kapan jiwa kamu kehilangan kreativitas dan kamu ga akan tau kapan kamu kehilangan bakat." Semua ini adalah bentuk perhatian yang belum Dara lihat dampaknya. "Nenek ga mau kamu berakhir kaya Tante kamu."

. . .

"GUYSSS!" Sarah datang membawa kabar, sepertinya kabar gembira melihat dari nadanya yang riang. "Lo udah denger soal acara Never Say No?"

"Apaan?" tanya Cherin penasaran. Dara yang sedang menelungkupkan kepalanya di meja ikut mendongak.

"Itu acara buat ngerayain hari - hari beres final exam nanti sebelum holiday season. Nanti band sekolah bakal tampil terus ada karaoke party juga, nama acaranya Never Say No soalnya setiap orang yang dikasih mic sama pembawa acara buat nyanyi or else ga boleh nolak, gue ga sabar! Katanya tahun lalu Kak Raja nyanyi sambil confess buat Kak Chelsea, I think it will be fun for today. Gue ga sabar acara Never Say No! AAAA."

"Sounds so much fun," Cherin berkata tanpa mengimbangi energi antusias Sarah, "tapi gue lebih khawatir soal final exam nya. Gue udah buat janji ke Mami Papi, if I do good in academics, gue bisa pilih jurusan yang gue mau, apapun."

"Kalau enggak, emang kenapa, Che?" tanya Dara ingin tau.

"Business school," balas Cherin lesu. "Gue ga mau belajar bisnis. Gue lebih suka belajar sains, biology seems so much fun. Gue mulai consider ambil FKG."

"Cherinn," Sarah beralih memeluknya dan Dara juga jadi mengerti kenapa gadis itu ambisius untuk mengamankan posisinya. Dara juga seharusnya bisa se-ambisius Cherin, tapi Nenek memilih menendangnya ke Inggris tanpa ingin melihat usahanya.

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang