TD 2 - Halaman 19, 20, & 21

13.2K 436 6
                                    



"Kamu mencari Rully?"

"Ibu tahu di mana Rully?"

Pertanyaan dari Rinjani dijawab juga dengan sebuah tanya oleh Danu, membuatnya secara tak sadar menghela napasnya kasar. "Tahu," timpalnya singkat.

"Di mana, Bu?" Sebenarnya bukan terlalu antusias, Danu cuma sekedar penasaran saja. Jika sudah mengetahui keberadaan istrinya, dia juga takkan menyusulnya. Biarkan Rully mengambil waktu guna menenangkan amarahnya. Supaya nanti kalau mereka bertemu, keadaan sudah membaik seperti tak pernah terjadi apa-apa.

"Tadi siang minta izin sama saya pulang ke apartemen." Seusai mengakui keteledorannya, Rully mengatakan akan kembali ke apartemen. Asistennya itu berjanji menginap lagi bila dalam kondisi dibutuhkan olehnya.

"Oh."

Singkat, padat, dan jelas. Danu bahkan terkesan tidak mau tahu atau tidak peduli pada keputusan Rully. Rinjani jadi merasa perlu memberikan sedikit petuah agar para asistennya tak salah arah. "Kalian bertengkar?"

Danu diam. Bimbang. Baiknya dia tutupi atau mengaku saja?

"Kenapa kalian bertengkar?"

Memilih setia mengunci mulutnya, Danu membiarkan tanya itu hilang terbawa embusan napasnya. Kalau dia jujur ... takutnya nasib Rully dalam bahaya.

"Jangan diam aja, kamu bisu?!" Lama menanti tapi tak kunjung mendapatkan jawaban, Wira jelas saja langsung meradang. "Kami mau mencarikan solusi buat rumah tangga kalian!"

"Solusi? Memangnya kami bermasalah?" Jika Wira yang berbicara, sulit bagi Danu untuk tak menyanggahnya.

"Kalau nggak ada masalah, kenapa istri kamu kabur ke apartemen?" Rinjani sempat mendiskusikan masalah rumah tangga sang asisten dengannya tadi. Tidak ketinggalan, juga mengenai obat perangsang yang ternyata dicampur ke dalam es buah yang Wira makan bersama Cintya.

Danu mengerucutkan bibirnya. "Dia pulang ke tempatnya, Pak ... bukan kabur."

"Dia itu—"

"Mas!" Rinjani meminta suaminya berhenti. Dielusnya punggung tangan Wira yang menempel di pahanya. "Biar aku aja," ucapnya tegas. Waktu mereka akan terbuang percuma andai dia yang menyimak sementara Wira dan Danu terus berdebat.

Rinjani kemudian memindai ekspresi Danu yang tampak tak acuh terhadap keberadaan Rully. Jiwanya seolah diterbangkan ke masa lalu. Dulu ... dia sering menangkap ketidakpedulian itu di mata Wira. "Danu ... dengarkan apa yang akan saya katakan baik-baik." Dia yakin tanpa diperingati Danu tetap mendengarkan. Namun, Rinjani tetap mengucapkannya. "Saya bukan mau membuka aib, tapi saya ingin kamu bisa belajar dari pengalaman kami. Saya juga tidak bermaksud ikut campur dalam rumah tangga kamu, tapi kami rasa sebagai pengganti orang tau kamu di sini, kami punya kewajiban untuk mengingatkan."

"Rully sudah menceritakan semuanya pada saya tadi siang. Saya menanyakannya sama kamu cuma ingin tahu dari sudut pandang kamu."

"Apa saja yang diceritakan Rully, Bu?" Termasuk obat penyebab huru-hara? Harusnya tentang itu tetap disembunyikan. "Ibu sudah pecat Rully makanya dia pulang ke apartemen?"

"Dengerin dulu!" sela Wira yang lagi-lagi merasa gatal di bibirnya.

"Iya-iya."

"Tadi disuruh jawab malah diem. Sekarang disuruh dengerin, motong aja omongan orang."

"Iya, maaf ...."

Rinjani memijit keningnya. Ya Tuhan ... susahnya membangun suasana serius jika dua laki-laki itu disatukan dalam satu ruangan. "Mas ... tolong kasih kesempatan aku ngomong."

Ringisan Wira tercipta, kemudian dia mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Saya nggak marah sama Rully karena saya juga pernah ada di posisinya," lanjut Rinjani ketika dilihatnya Danu kembali fokus padanya. "Kamu pasti masih ingat kan, kalau saya juga pernah tidak diinginkan oleh suami saya."

"Sayang ...." Hati Wira jelas tersentil. Dia sadar, di masa silam ... dia memang seberengsek itu. Makanya, dia tak mau kalau Danu sampai mengulangi kesalahan fatalnya.

Rinjani melukis senyumnya tipis selagi meremas tangan yang digenggamnya. Tenang saja ... kenangan buruk itu sudah tak lagi menyakitkan saat diceritakan.

"Saya insecure. Hampir setiap hari saya bercermin, meneliti tubuh saya sendiri. Apa yang kurang, apa yang tidak menarik sampai-sampai suami saya enggan menyentuh? Tanpa ada orang yang tahu, saya sering menyalahkan diri saya sendiri karena itu." Senyum di bibirnya kemudian tercipta lebih lebar. Rinjani akui ... pikirannya dulu begitu bodoh. "Tapi saya juga tidak bisa berbuat banyak."

Rinjani melihat raut wajah Danu yang pelan tapi pasti berubah. Ingin Danu paham bahwa yang diperbuatnya pada Rully tidaklah benar, dia lantas menambahkan. "Setiap Mas Wira mengabaikan saya padahal saya sudah berdandan secantik mungkin, rasanya sakit sekali."

"Sayang ...." Rinjani belum pernah menceritakan perihal ini, Wira benar-benar tak tahu. Ah, hatinya ikut sakit mengingat segala keburukannya dulu. "Mas—"

Dikesampingkannya kesedihan yang Rinjani temukan di kedua bola mata sang suami. Dia tetap melanjutkan sampai Danu betul-betul mengerti. "Ini bukan tentang hasrat. Ini lebih mengenai harga diri kami sebagai istri. Semakin merasa tak diinginkan, semakin kami sakit hati."

Sorot mata Danu melemah lalu segera dia jatuhkan ke bawah. Tak disangka-sangka ternyata jika dilihat dari sudut pandang seorang istri, penolakan yang selalu diperbuatnya sangatlah menyakitkan. Astagfirullah ... dia telah mendzolimi Rully.

"Saya paham, pernikahan kalian terjadi karena keterpaksaan. Tapi itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak memperlakukan Rully dengan baik," sambung Rinjani yang masih ingin berbicara meski Danu tampaknya sudah menyerah. "Mas Wira juga awalnya terpaksa menikahi saya. Sekarang kamu bisa lihat sendiri bagaimana rumah tangga kami. Dan hal itu hanya bisa terjadi karena Mas Wira cepat menyadari kesalahannya."

"Jadi ... sebelum terlambat, perbaiki ... tentang cinta, bisa menyusul kapan saja."

Bagai membunuh dua burung dengan satu peluru, perkataan Rinjani juga sukses melumpuhkan pria-pria yang ada di ruangan itu. Wira dengan rasa bersalahnya dan Danu dengan penyesalannya.

(26 Juli 2023)




Selengkapnya ... di Karyakarsa. Hahahaha

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang