Part 10

111K 8.6K 195
                                    




"Kayaknya di bagian ini masih kegedean, deh."

Siska yang tengah bercermin, menarik sedikit kain kebaya yang melekat di bagian pinggang. Rinjani yang berdiri di belakangnya ikut memperhatikan pinggang Siska sambil menggerakkan tubuhnya ke samping. "Iya perlu dikecilin dikit lagi," responnya selepas mengamati.

Giliran Rinjani yang kini menghadap cermin. Ia lalu memutar badannya selagi memerhatikan setiap detail kebaya yang sedang dicobanya. "Kalo punya gue udah pas nih."

Siska yang sekarang menempatkan diri di belakang Rinjani ikut mengamati tubuhnya dari atas ke bawah. Gadis itu lantas mengacungkan dua jempol ke atas setelah menilai penampilan Rinjani yang sempurna.

Rinjani beserta sahabat-sahabatnya sedang berada di butik untuk keperluan fitting kebaya yang akan dikenakan oleh bridesmaid-nya Rea. Kebaya putih dengan kain full brokat sebatas pinggang, menjadi pilihan Rea untuk para pengiringnya nanti. Senada dengan kebaya yang akan dipakai sang mempelai perempuan.

"Si berengsek Wira masih nginep di apartemen lo?"

Rinjani yang sedang serius memerhatikan Rea yang berdiri agak jauh darinya lantas menoleh lantaran mendapatkan pertanyaan dari Siska. Dilihatnya gadis asli Betawi itu sudah keluar dari kamar ganti dengan membawa kebaya yang telah tergantung di hanger baju.

"Nanti malem bakal gue usir," sahut Rinjani tegas.

Selama empat hari Wira berada di apartemennya, Rinjani kebetulan sedang kedatangan tamu bulanan. Ditambah efek obat pereda nyeri yang ia konsumsi, membuatnya tidur nyenyak dan berakhir dengan bangun kesiangan.

Tapi tadi pagi, Rinjani bangun lebih dulu daripada Wira. Ia hampir saja berteriak histeris karena saat membuka mata, kepalanya tergelatak di atas dada bidang suaminya. Dan yang lebih mengagetkannya adalah posisi tubuhnya yang menempel seperti lintah di tubuh pria itu.

Selama beberapa hari ini, Rinjani tidak tahu bila suaminya itu tidur satu ranjang dengannya. Wira biasanya akan memilih tidur di sofa ketika mereka terpaksa harus satu kamar. Jadi ... ia jelas takkan membiarkan Wira terus-terusan menginap di apartemennya. Pasalanya, kejadian seperti tadi pagi bisa saja terulang kembali. Kedekatan semacam itu pastinya bukan hal yang baik mengingat hubungan mereka yang tengah berada di ujung tanduk.

"Bagus!" ucap Siska sambil menyerahkan kebaya pada pegawai butik. Ia juga sempat menjelaskan bagian mana saja yang perlu diperbaiki. "Abis ini lo ikut makan siang bareng, nggak? Tadi Rea ngajakin."

Siska lalu duduk di kursi yang tersedia di belakang punggung Rinjani, tapi beberapa saat kemudian gadis itu kembali berdiri dan mengernyit bingung sewaktu menyadari jika sahabatnya memandang ke depan dengan tatapan kosong alih-alih menimpali pertanyaannya.

Rinjani tersentak begitu melihat tangan Siska yang melambai tepat di depan wajahnya. Membayangkan kejadian tadi pagi tampaknya menjadikan dirinya abai pada keadaan sekitar.

"Mikirin apaan sih lo? Gue ajak ngomong juga dari tadi." Sembari menyipitkan mata, Siska menatap Rinjani curiga. "Astaga! Jangan bilang kalo lo abis ena-ena sama si kampret semalem."

Suara Siska yang cukup keras membuat seisi ruangan yang berukuran 8x10 meter itu langsung menoleh ke arah mereka. Ada beberapa pegawai butik serta tiga orang teman perempuan Rea yang lain selain mereka berdua di sana. Rea sendiri baru saja pergi ke ruangan sebelah untuk memperlihatkan kebaya pengantinnya pada Candra.

Bukan tanpa alasan Siska berkata demikian, karena gadis itu dapat menangkap raut wajah Rinjani yang seperti orang tersipu malu.

"Apaan sih lo!" kata Rinjani berusaha mengelak lalu mendaratkan pantatnya di sofa.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang