Pasca memberikan desain yang sudah di setujui oleh kliennya ke tangan Danu, Wira segera berdiri dan mengambil kunci mobilnya di meja. Langkahnya yang mengikuti Danu untuk keluar dari resto terhenti ketika pandangannya mengikuti arah pandang asisten kepercayaannya itu.
"Ibu juga makan siang di sini, Pak?" tanya Danu sambil menengok ke belakang.
Di meja yang terletak di dekat jendela, Wira melihat istrinya dengan tiga orang lain. Mengenakan dress warna cream sepanjang lutut, Rinjani yang memang duduk menghadap ke arah Wira berdiri tampak sedang tertawa lebar sembari sesekali memegangi perut. Rambut yang hari ini dibuat agak bergelombang di bagian bawah, mengayun seiring dengan kepala perempuan itu yang bergerak ke kanan-kiri.
Sejenak Wira terpukau ... ia merasa sepertinya sudah sangat lama tidak melihat Rinjani tertawa. Cantik! Hari ini Rinjani terlihat sangat cantik.
Wira lantas meneliti tiga orang lainnya yang berada di meja yang sama dengan sang istri. Ia mengenali Rea yang duduk di samping istrinya, juga tunangan perempuan itu. Wira kemudian mengernyit ketika merasa tidak familiar terhadap sesosok pria yang duduk di hadapan Rinjani. Laki-laki berkemeja hitam yang agaknya menjadi alasan bagi Rinjani untuk tertawa serenyah itu.
"Kamu ke kantor dulu," titah Wira pada sang asisten. "Nanti saya menyusul."
"Memangnya Bapak mau ke mana?"
Wira berdecak. "Bukan urusan kamu!"
Danu pun ikut berdecak, tapi hanya dalam hati. "Baik, Pak, saya permisi."
Danu melanjutkan langkahnya keluar dari resto dan meninggalkan Wira yang setia mengamati perempuan yang masih menjadi istrinya itu dalam diam. Melihat Rinjani yang amat antusias mendengarkan laki-laki lain berbicara membuat dadanya terasa terbakar.
Hanya butuh beberapa langkah panjang ketika Wira melihat keempatnya langsung terdiam.
"Boleh ikut gabung?"
Merasa tidak membutuhkan jawaban iya dari mereka semua, Wira langsung duduk di kursi, di sisi kanan Rinjani setelah mengelus rambut panjang istrinya perlahan.
Rinjani yang masih dalam mode terkejut, kembali terbelakak saat dengan tidak tahu malu, Wira malah menghapus basah di sudut-sudut matanya lalu membelai pipi mulusnya dengan ibu jari.
"Lagi diceritain apa sih sampe keluar air mata gini?" Wira tersenyum manis. Sangat manis. Berusaha kuat untuk menutupi dadanya yang semakin terasa panas ketika lagi-lagi sudut netranya sekilas menangkap tatapan memuja dari laki-laki berkacama itu untuk istrinya.
Setelah berhasil menguasai keterkejutannya, Rinjani malah jadi salah tingkah. Tidak pernah sebelumnya Wira memainkan drama romantis di depan orang lain. Apalagi saat ini ada satu orang yang belum lama mereka kenal.
Suasana yang tadinya meriah langsung berubah canggung. Candra yang menatap Rea dengan pandangan bertanya hanya mendapatkan gelengan kepala dari tunangannya yang sama-sama tidak mengerti kenapa Wira jadi bersikap layaknya pengantin baru. Padahal dulu sewaktu Wira dan Rinjani masih pengantin baru, sikap Wira justru biasa-biasa saja, malah kadangkala terkesan dingin.
Kenapa di saat status yang tidak lama lagi akan berubah menjadi mantan, Wira malah menunjukkan sikap seolah sangat mencintai istrinya?
Adrian yang tetap menyunggingkan senyum tipis juga sedang mencoba menutupi ribuan tanya yang ada di pikirannya. Ia jelas tadi tidak sengaja mendengar percakapan Siska dan Rinjani di ruangan butik. Bercerai. Sang pujaan hati akan segera bercerai dari suaminya. Tapi yang dilihatnya sekarang dan kemarin di ruang prakteknya bukan seperti pasangan suami istri yang sedang dalam proses perceraian. Ada apa ini? Tolong ingatkan, Rian akan bertanya pada Candra nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomantizmKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....