Rinjani sedang mengoleskan body lotion pada tangannya saat Wira memasuki kamar. Laki-laki itu langsung mendekat terus mencuri satu kecupan di pipinya sebelum merebahkan tubuh di sofa yang terletak persis di depan ranjang.
Melirik sekilas ponselnya di atas meja rias yang masih menyala, Rinjani melihat angka 22.15 tertera pada bagian atas layar. Sudah cukup larut bagi seseorang yang baru pulang dari kantor, pantas saja suaminya itu terlihat kelelahan.
"Udah makan malem?" Rinjani mencoba berbasa-basi.
Wira mengangkat tubuhnya untuk duduk. "Udah, Sayang ...."
"Danu?" Tidak ingin Wira menganggapnya terlalu perhatian, Rinjani juga menanyakan Danu.
"Ngapain sih nanyain dia? Nggak mungkin juga Danu jam segini belum makan," ujar Wira. Ia agak kesal Rinjani perhatian pada asisten pribadinya.
"Gimana hasil meeting sama perusahaan Papa?" tanya Rinjani lagi, masih tanpa menolehkan pandangan pada Wira, tangan perempuan itu kini sibuk membalurkan lotion di kedua kakinya.
Rinjani berada di kediaman mertuanya hingga senja. Ia pulang diantarkan oleh Cintya karena Wira tak bisa menjemputnya. Suaminya itu masih membahas kerjasama di perusahaan Bima.
"Papa juga kasih beberapa proyek kecil yang seharusnya beliau tangani sendiri, selain proyek pembangunan cabangnya." Wira menjelaskan selagi menggulung lengan kemejanya hingga siku.
Rinjani beranjak dari kursi meja rias lalu duduk di tepian ranjang. "Aku tau dalam hati Papa pasti nggak tega liat perusahaan kamu hancur."
"Terima kasih, Sayang ...." Tulus Wira berucap. Setengah badannya mengarah ke samping, agar dapat berpandangan dengan sang istri.
"Untuk?"
"Semuanya. Aku ngrasa kerdil banget di hadapan kamu sekarang. Aku orang yang udah ngancurin pernikahan impian kamu. Tapi dengan begitu baiknya kamu malah memperbaiki hidupku." Wira kemudian menunduk. Semua kebaikan Rinjani membuatnya merasa menjadi orang yang tak tahu malu.
"Ya, kamu berhutang banyak sama aku," sahut Rinjani sembari berjalan untuk mengambil smartphone-nya yang berkedip-kedip.
"Mungkin sampai seumur hidup pun aku nggak akan sanggup buat membayarnya." Wira berkata lagi dengan wajah kuyu. "Kamu kasih izin aku ada di sisi kamu aja, bagi aku itu juga termasuk kemurahan hati yang nggak bisa aku ganti dengan apa pun." Wira lantas bangkit. Belum dua langkah kakinya mengayun, suara Rinjani memanggil.
"Mas ...."
Secepat kilat Wira menoleh. "Ya, Sayang?"
"Kamu kenal Tante Sarah Eka Lesmana?" tanya Rinjani penuh selidik, tapi raut wajahnya dibuat sedatar mungkin.
"Siapa dia?" Jawaban Wira justru berupa pertanyaan. Wira tak pernah merasa mengenal nama itu.
Rinjani berusaha memperjelas. "Teman Mama."
"Aku nggak kenal semua teman Mama. Dulu aku selalu sibuk kuliah sama kerja. Cintya mungkin kenal, dia yang sering nemenin Mama pergi." Setelah mengatakannya, Wira lekas bergerak ke arah lemari, sedikit menunduk untuk mengambil handuk bersih yang disusun di bagian bawah. "Ada apa?"
"Nggak ada apa-apa, lupain aja."
Wira melanjutkan niatnya yang sempat tertunda. Badannya terasa sangat lengket, ia butuh perpaduan air dan sabun supaya menjadi lebih segar.
Rinjani yang melihat sang suami hendak memasuki kamar mandi, bersuara lagi. "Eh-eh mau ngapain kamu?"
Langkah Wira kembali terhenti. Ia melepaskan tangannya dari handle pintu, kemudian menoleh. "Mau mandi, Sayang ...." Menyampirkan handuknya di atas bahu, ia melangkah pelan menuju sang istri. "Mau ikut?" ajaknya dengan senyum menggoda.
![](https://img.wattpad.com/cover/228985379-288-k493550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomanceKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....