"Wah ... tumben Pak RT ikut gabung sama kita di sini."
Begitu muncul di depan ruang serba guna yang letaknya berdempetan dengan mushola, Wira langsung disambut serentetan kalimat tanya serta sorakan dari para warga yang semuanya berjenis kelamin laki-laki, yang sedang duduk-duduk santai sambil menunggu siaran pertandingan bulu tangkis.
"Iya nih, biasanya kalo kita ajakin, jawabnya selalu lagi sibuk. Nggak tau beneran sibuk, apa takut sama bini. Hahaha ...."
"Apa di dalem rumah lagi panas, ya? Sampe milih nyari udara segar di luar."
Namun, Wira sama sekali tak menggubrisnya. Dia cuek saja, memasuki ruangan terus menempati kursi yang kosong di pojok di barisan paling belakang.
Kompleks perumahannya termasuk golongan elit. Tersedia berbagai fasilitas umum yang telah disediakan oleh pengembang. Mulai dari lapangan bulu tangkis, lapangan futsal, tempat ibadah, taman bermain, dan ruang serba guna ini.
Di sini biasanya dipakai untuk tempat istirahat para security. Atau kalau sedang ada acara seperti sekarang, bisa dimanfaatkan karena dapat menampung banyak orang.
"Belum mulai, kan?" Wira menanyakan hal lain yang tak berhubungan dengan rangkaian pertanyaan dari bapak-bapak di sekitarnya.
"Belum, Pak RT, bentar lagi."
Pak RT ... Wira lantas mendengkus ketika baru menyadari bahwa statusnya dalam bermasyarakat sejak pindah ke wilayah ini beberapa bulan yang lalu, mendadak berubah menjadi ketua rukun tetangga. Dia sebetulnya tak mau, tapi ... lantaran sewaktu pemilihan tidak ada warga lain yang hadir selain dirinya, ketua RT yang masih menjabat, serta tiga orang satpam, maka dengan amat terpaksa dia akhirnya menerima tongkat kepemimpinan dari ketua yang lama.
Sialan memang. Dia semacam dijebak.
"Cak ... tumben udah lama lo ngopi-ngopi di sini bini lo nggak nyariin?"
Wira melirik ketika tetangganya yang bernama Mandala bertanya pada Cakra. Dua pria itu yang duduknya paling dekat dengannya.
"Biasanya minta dikelonin mulu kan itu si Rachel?"
Cakra menyeruput kopi hitam di cangkirnya. Selanjutnya lelaki berbadan atletis itu mengeluarkan jawabannya. "Lagi ngambek."
"Lah ... tumben si bucin ngambek?" timpal pria lain yang ada di barisan kursi di depan Wira.
"Iya, gara-gara nyidamnya nggak gue turutin."
Wira tahu, istri Cakra sedang hamil anak kedua. Mungkin sebentar lagi perempuan itu akan melahirkan, dilihat dari perutnya yang sudah membesar.
"Pelit amat lo!" timpal Mandala. "Ati-ati nanti anak lo ileran."
"Ck!"
Dapat Wira tangkap, decakan Cakra yang lumayan nyaring. Tetangganya itu kemudian menyahut lagi. "Masalahnya nyidamnya bukan sesuatu yang bisa gue beli. Nyidamnya susah banget buat gue kabulin. Pusing gue asli."
Kresna, yang juga di baris depan, memutar badannya. "Nyidam apa emang bini lo?" Teringat dia pada permintaan istrinya saat hamil adiknya Ajeng. Rindi jadi sering meminta posisi women on top.
"Ngelus bulu dadanya Pak Langga."
"What the fuck!" refleks Richard mengumpat karena kopinya tersembur keluar begitu mendengar kalimat itu.
(23 Juli 2023)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomansaKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....