Salah satu hal yang Rinjani syukuri karena menikah dengan Wira adalah menjadi bagian dari keluarga harmonis yang sangat menyayanginya. Di rumah keluarga Wiranata Kusuma, ia diperlakukan layaknya anak kandung, bukan seorang menantu. Bima dan Dian tidak membedakan kasih sayang terhadapnya, ia mendapatkan sama besar seperti yang didapatkan oleh Wira maupun Cintya.
Kegiatannya setiap pagi selama tinggal di sana adalah membantu Dian dan Joleha di dapur untuk menyiapkan sarapan. Meskipun ada tiga asisten rumah tangga, tapi sang ibu mertua selalu berusaha untuk memasak sendiri makanan untuk keluarganya. Biasanya hanya Joleha yang ikut berjibaku di dapur, sementara dua asisten rumah tangga yang lain bertugas membersihkan rumah beserta halamannya yang cukup luas.
Di rumah itu juga ada dua orang sopir yang merangkap menjadi tukang kebun, juga ada satu orang satpam yang berjaga di depan.
Rinjani baru kembali ke kamar untuk bersiap ke kantornya saat pekerjaan di dapur sudah selesai. Tak butuh waktu lama baginya untuk mandi dan memoles wajah dengan make up tipis. Setelahnya, ia turun ke ruang makan dan menjumpai Bima yang sudah duduk di sana sambil membaca koran. "Pagi, Pa ...," sapanya hangat.
Bima duduk di kepala meja, ada Dian di sisi kanannya yang sedang menyendok nasi goreng ke piring suaminya.
"Pagi, Jani ...." Melipat koran dan meletakkannya di atas meja, Bima lalu mulai menyantap sarapan buatan istrinya.
Rinjani mengambil tempat duduk di sisi kiri Bima yang berseberangan dengan Dian. Tas tangan yang dibawanya tadi ia letakkan di kursi kosong di sebelahnya. Tidak ingin sarapan nasi pagi ini, Rinjani lantas memilih setangkup roti tawar yang dioles dengan selai cokelat kacang.
"Wira belum bangun?" Dian bertanya seraya mengambil nasi goreng untuk dirinya sendiri.
"Udah, Ma, lagi siap-siap."
Tidak lama, Wira terlihat menuruni anak tangga dengan setelan kantornya tanpa jas. Pria itu mengenakan celana formal hitam dipadupadankan dengan kemeja panjang berwarna navy.
Wira memang hampir tidak pernah pergi ke kantor pakai jas. Pasalnya, ia sering berada di lapangan, meninjau langsung proyek yang sedang ditanganinya. Perusahaan yang dirintisnya sendiri beberapa tahun yang lalu belum sebesar milik Bima. Tapi Wira sendiri merupakan salah satu arsitek yang namanya sedang naik daun belakangan ini. Banyak perusahaan yang menggunakan jasanya untuk membangun atau sekedar mendekor ulang kantor mereka.
"Pagi semua ...." Wira tersenyum semringah ketika menghampiri meja makan. Sekilas ia mengecup pipi kiri Rinjani, lalu duduk di kursi kosong di sebelah istrinya sebelum menggeser tas Rinjani dan tasnya sendiri ke kursi yang lain.
Reaksi Rinjani biasa saja. Ia sekarang sudah mulai terbiasa dengan sikap Wira yang kadang sebenarnya dianggapnya berlebihan.
Tahun ini, sepertinya Reza Rahardian harus mengalah dan memberikan penghargaan sebagai aktor terbaik kepada sang Arjuna Wiranata Kusuma karena laki-laki itu sangat menghayati aktingnya sebagai suami yang baik. Akting Reza jelas tidak ada apa-apanya.
"Mau sarapan apa, Mas?" Mengambil piring di hadapan suaminya, Rinjani bersiap mengambilkan makanan yang diinginkan Wira.
"Nasi goreng aja, Sayang."
"Pake ayam?"
Wira mengangguk sembari tersenyum bahagia. Sepuluh hari tinggal di rumah itu, membuat ia dan Rinjani menjadi lebih dekat. Kebiasaan baru seperti memeluk sang istri ketika akan berangkat kerja atau mencium pipi dan dahinya saat pagi juga menjelang tidur, kini telah menjadi candu tersendiri untuknya. Kehangatan seorang Rinjani mampu merasuki jiwanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomanceKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....