Part 28

92K 7.4K 399
                                    



Ceklek.

Pintu kamar itu terbuka oleh tangan kiri Wira, ia lalu merangsek masuk dengan tangan kanan menyeret sebuah koper kecil. "Nggak ada yang berubah, semuanya masih sama." Wira tersenyum selagi memutar badannya ke belakang.

Rinjani mengikuti langkah Wira memasuki kamar itu. Benar bahwa tidak ada yang berubah. Bahkan beberapa lotion perawatan tubuh yang tak sempat dibawanya masih tergeletak di atas meja rias.

Sungguh, Rinjani tak pernah menyangka jika akan kembali ke kamar yang sempat ditempatinya selama enam bulan, kamar yang menyimpan ratusan cerita tentang betapa menyakitkannya memendam cinta seorang diri.

Melirik ke arah pojok, Rinjani lantas terpaku. Di tempat itu ... pada malam ketika Wira memutuskan untuk membuangnya, ia meraung sendirian hingga menjelang pagi. Sampai akhirnya keyakinan bahwa kebahagian pasti akan menjemputnya suatu hari nanti, membuatnya tegar berdiri.

Rinjani lalu merebahkan setengah tubuhnya di ranjang dengan kedua kaki yang menjuntai ke bawah. Badannya terasa sangat lelah, dan meski sudah tidur di sepanjang perjalanan, tapi ia masih saja mengantuk.

Matanya sudah hampir menutup saat ia merasakan embusan hangat napas Wira yang menyapu permukaan kulit wajahnya. Tapi alih-alih bangun, sukmanya justru melayang ke alam mimpi manakala hangatnya bibir sang suami mengecup bibirnya sesaat.


*****


"Kamu bisa nggak sih nggak ngrecokin saya, Nu?!" Wira terdengar menggeram kesal.

Danu lekas menggeser tubuhnya ke kiri. "Saya 'kan cuma pengen liat, Pak." Pemuda itu lalu melanjutkan perkejaannya mengupas bawang merah.

"Udah, kamu kupas aja yang bener!" perintah Wira sembari tangannya bergerak lincah memainkan spatula.

"Iya-iya." Danu menyahut santai.

Rinjani yang memerhatikan Wira dan Danu yang sedang sibuk di dapur dari arah meja makan, tersenyum tipis.

Ia baru bangun tidur ketika hari sudah menggelap. Selepas mandi, ia turun ke lantai satu. Rinjani kemudian duduk di salah satu kursi sambil memangku kedua tangannya. Lengkungan kecil di bibirnya kian melebar begitu mendengar rengekan Danu tentang matanya yang pedih karena mengupas bawang merah.

Tadi malam, Rinjani kesulitan tidur, walaupun matanya terpejam tetapi pikirannya enggan berhenti bekerja. Sangat tak nyaman menangkap semua yang Wira ucapkan sebelum suaminya itu menjemput mimpi. Apalagi suara Wira yang terdengar parau juga ikut menambahkan kepedihan di hatinya.

Meski saat laki-laki itu membuka mata keesokan paginya, sikapnya kembali seperti semula seolah percakapan semalam tak pernah ada, namun akhirnya Rinjani menyadari ... jika Wira juga terluka, sama seperti dirinya.

Dan ... Rinjani merasa Wira terlalu baik untuk mengalami semua kesulitan itu sendirian. Jadilah sekarang ia di sini, di rumah yang dulu ditempatinya bersama sang suami sebelum badai bernama pengkhianatan itu datang menerjang.

Rinjani sudah berjanji pada dirinya sendiri akan membantu sang calon mantan suami untuk memperbaiki kerusakan yang telah terlanjur terjadi. Setidaknya ... Wira harus kembali mendapatkan keluarga dan perusahaannya.

Aroma lezat ayam panggang mendadak memenuhi indra penciuman Rinjani. Lalu, tepat saat perutnya minta diisi, sang ayam pagang yang begitu menggiurkan tersaji di depan matanya.

"Udah lama bangun?" Wira berdiri gagah di seberang meja, dengan tubuh besarnya berbalut apron polkadot yang dulu selalu Rinjani pakai ketika memasak.

"Setengah jam." Bangkit dari kursi, Rinjani membantu Wira menata makanan yang lainnya.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang