Part 18

102K 8.4K 582
                                    



Informasi dari Danu yang mengabarkan bahwa tidak ada lagi kursi yang tersisa untuk penerbangan malam ini ke Semarang, membuat Wira mengumpat kesal. Tak habis upaya, ia akhirnya meminta sang asisten kepercayaan, menemaninya ke rumah Rinjani dengan kendaraan roda empatnya.

Untungnya, status Danu masih lajang, jadi pemuda itu sama sekali tak keberatan saat atasannya meminta bantuan pada jam yang seharusnya digunakan untuk menjemput mimpi. Hanya saja, tawa Danu nyaris meledak saat melihat Wira keluar dari unit apartemen dengan mata memerah dan rambut yang berantakan. Kemeja Wira juga sudah kusut dan mencuat kemana-mana. Sangat kontras dengan penampilan paripurna sang pemilik perusahaan tempatnya bekerja ketika ditinggalkannya beberapa jam yang lalu.

Tak berani bertanya, Danu langsung menurut kala Wira menyuruhnya menjalankan mobil ke tempat Nyonya Wiranata sekarang berada.

Sesekali Danu melirik ke arah kursi penumpang di sampingnya. Wira yang duduk menyender di kursi dan menutupi matanya dengan lengan kiri membuatnya menggeleng tak percaya. Tawa yang ditahannya mendadak lenyap berganti dengan rasa iba. Belum pernah selama ia mengenal Wira, melihat laki-laki itu sefrustasi ini. Sungguh besar sekarang pengaruh Rinjani dalam hidup bosnya.

Perjalanan mereka berdua cuma diisi oleh keheningan. Jangankan menyalakan audio mobil, menghembuskan napas saja, Danu sangat berhati-hati lantaran takut kalau itu akan mengganggu si pemilik perusahaan. Meskipun Danu tahu, Wira tidak tidur sama sekali dalam keterdiamannya. Praktis, satu-satunya suara yang terdengar hanyalah bunyi kendaraan yang berlalu lalang di sekitar mereka.

Sudah hampir memasuki waktu di sepertiga malam tatkala mobil Wira memasuki jantung kota Semarang. Mereka masih harus menempuh beberapa kilometer lagi untuk sampai di kediaman keluarga Broto Negoro.

Wira membuka matanya lalu memandang keluar jendela. Tampak beberapa plang yang menunjukkan bahwa ia sudah semakin dekat dengan sang pujaan hati. Tubuhnya bahkan sudah sangat mendamba Rinjani berada dalam dekapannya.

Mendesah lelah, Wira menatap kosong pada jalanan lengang di hadapannya. Delapan bulan yang lalu, ia datang ke kota ini dengan meninggalkan separuh hatinya di Jakarta. Tapi lihatlah kini, ia datang lagi dengan hati yang utuh, hanya saja sang hati sedang berdenyut nyeri.

"Stop semua kiriman ke rekening Ayu." Wira mengatakannya dengan tegas. Jika niat baiknya untuk membiayai kehidupan Dira yang membuat Rinjani berpikiran jika ia dan Ayu masih menjalin hubungan, dan hal itu juga yang menjadikan istrinya ingin berpisah, maka ia akan menghentikannya.

Danu yang tengah fokus menyetir agak terkejut mendengar pernyataan itu keluar dari bibir Wira. Tidak salah dengar, kan?

Semua hal menyakut kehidupan bosnya itu, Danu tahu semua. Ia yang selama ini Wira percaya untuk memenuhi kebutuhan Ayu dan Dira. "Baik, Pak," jawabnya sambil mengangguk pelan.

"Saya akan memutus semua hubungan dengan Ayu."

Keputusan yang dari dulu Danu tunggu-tunggu akhirnya keluar. Sudah sejak lama sebetulnya ia menyadari jika Wira memiliki ketertarikan dengan Rinjani. Tapi selama ini, ia tak berani mengatakannya.

Kala Wira lebih sering bercerita tentang Rinjani daripada Ayu maupun Dira, Danu sudah bisa menebak kalau bosnya itu akan menyesali hubungannya dengan Ayu di kemudian hari. Dan terbukti, ternyata hari itu datang lebih cepat dari yang ia duga.

"Lalu Dira ... bagaimana?" Takut-takut akhirnya Danu bertanya. Wira sudah menganggap Dira seperti terbuat dari benihnya sendiri. Kasih sayang yang tulus untuk bocah itu juga selalu Wira curahkan. Jadi pasti tidak akan mudah jika harus meninggalkannya begitu saja.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang