Part 31

93.9K 7.8K 1K
                                    




"Kenapa kamu nglakuin itu?" tanya Wira frustasi sembari menyalakan mesin mobil.

Gerakan Rinjani yang sedang memasang seatbelt lekas terhenti. "Kenapa? Kamu nggak suka?" ketusnya. "Kenapa nggak bilang dari tadi? Kenapa seolah setuju sama keputusanku?" Nada bicaranya bahkan sampai naik satu oktaf. "Kamu nggak tega liat dia nangis? Masih cinta, heh?" Rinjani mulai tersulut emosi.

"Ck, bukan itu!" Wira bergerak-gerak tak nyaman di belakang setir bundar.

"Terus apa? Kamu mau ambil lagi mobil sama rumahnya? Silakan, aku juga nggak mau nempatin rumah bekas dia." Masih menggunakan nada yang cukup tinggi, Rinjani sepertinya benar-benar kesal.

"Bukan itu, Sayang ...." Mengacak-acak rambutnya sendiri, Wira lalu mencondongkan setengah tubuhnya ke arah sang istri.

Rinjani lekas menahan dada Wira dengan kedua tangannya. "Apaan, sih!"

Sekuat-kuatnya Rinjani mendorong, tentu lebih kuat Wira yang menekan. Hingga wajah keduanya hanya berjarak satu jengkal, bibir Wira berbisik, "Kenapa tadi kamu cium aku?"

Rinjani mendadak salah tingkah, semburat merah menghiasi pipi putihnya. Tapi otaknya masih sempat berpikir, jawaban apa yang sekiranya dapat ia kemukakan. Tidak mungkin kan, ia mengatakan kalau ingin membuat Ayu sakit hati. "Aku ... aku khilaf." Spontan alasan tersebut yang keluar. Ia jelas merasa gugup, tapi sangat pintar menyembunyikannya.

"Meskipun cuma khilaf, aku akan tetap minta pertanggung jawaban kamu," desis Wira yang tak mau memundurkan wajahnya.

Belum selesai Rinjani mencerna ucapan suaminya, Wira sudah bergerak lebih cepat untuk mengikis jarak. Bibir keduanya bertemu saat Rinjani merasa belum siap. Ia langsung saja memukul-mukul dada Wira pelan. Tapi tak berhasil membuat sang suami berhenti.

Ini bukan yang pertama kali memang, Wira bahkan pernah melakukannya di ruang kerja Rinjani, yang baru-baru ini ia ketahui kalau perbuatan mereka dilihat oleh Rully. Dan seperti biasanya ... Rinjani hanya bisa membeku ketika menerima setiap sesapan.

"Buka mulutnya, Sayang ...." Serak dan lirih, bibir Wira bersuara persis di depan bibir istrinya.

Bagai kerbau dicocok hidungnya, Rinjani menuruti permintaan sang suami. Perlahan ia membuka mulutnya dan membiarkan Wira memperdalam serangannya.

Wira mengerang di sela-sela aktivitasnya. Betul-betul lupa diri hingga tak mengingat mereka sedang berada di mana.

Ia semakin mendorong Rinjani agar merebahkan diri di sandaran kursi yang sudah disetelnya ke belakang. Sementara tangannya baru berani bergerak aktif saat dirasa Rinjani mulai membalas ciumannya.

Tok ... tok ...!

"Shit!" Umpatan keras dari bibir Wira terlontar bersamaan dengan tubuhnya yang didorong kasar oleh sang istri.

Sang Arjuna lantas meraup wajahnya kesal, sebelum menekan tombol untuk membuka kaca jendela. Ia sempat melirik Rinjani yang sudah selesai membenahi blouse-nya yang tersingkap ke atas.

"Kamu mau saya pecat?" sembur Wira bahkan saat kaca baru terbuka separuhnya.

Danu menyatukan alisnya di tengah-tengah. Kebingungan karena bosnya terlihat sangat marah padahal ia hanya mengetuk jendela mobil, bukan melakukan penggelapan dana di perusahaan. "Salah saya apa?" tanya Danu dengan polosnya.

Kaca mobil Wira memang gelap. Orang dari luar tidak akan bisa melihat apa yang ada di dalam mobil. Seperti Danu yang tidak tahu menahu tentang apa yang sedang Wira dan istrinya lakukan di sana.

Terikat Dusta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang