Sambutan ramah penuh senyum ketika Wira membuka pintu rumahnya, sekarang sudah tidak ada lagi. Bahkan rumahnya gelap gulita sebelum ia menekan saklar lampu yang berada di samping pintu masuk.
Pukul 21.15 WIB saat kakinya melangkah memasuki ruang tamu dan berakhir menghempaskan tubuh lelahnya di atas sofa. Berjam-jam ia berada di rumah Ayu untuk menenangkan perempuan itu. Sejak dari kejadian memalukan di mall sampai ketika mereka sudah berada di rumah, Ayu tidak berhenti menangis. Ayu sempat mengobati sudut bibir Wira yang robek, tapi setelah itu kembali ke kamarnya dan terisak lama di sana.
Sunyi ... hanya suara jam dinding dan detak jantungnya sendiri yang bisa Wira dengar.
Rinjani memang tidak menginginkan asisten rumah tangga. Selama ini, perempuan itu mengurus semuanya sendiri -termasuk segala keperluannya selain mengurus rumah-, padahal Rinjani juga bekerja di perusahaan milik ayah mertuanya. Jadi selepas Rinjani pindah ke apartemen, Wira praktis tinggal sendirian di rumah ini. Rumah yang dirancangnya sendiri. Rumah yang dibangun bersama mimpinya untuk ditempati bersama istri dan anak-anak tercintanya kelak.
Namun, siapa sangka takdir memang semisterius ini, nyonya rumah yang menempati rumah itu justru Rinjani, perempuan yang bahkan baru dikenalnya satu bulan sebelum pernikahan mereka, bukannya Ayu yang dicintainya hingga kini.
Matanya nanar menatap foto pernikahannya dengan Rinjani yang masih menempel kuat di dinding ruang tamu. Binar cinta yang tampak jelas di kedua bola mata sang istri kala menatapnya sudah tak ia temukan lagi.
Tadi siang, sewaktu Siska hendak melayangkan tinjunya yang kedua, tiba-tiba tubuh perempuan itu didekap dari belakang oleh Endy. Sekuat tenaga Endy mencoba menghalanginya dari amukan Siska. Salah satu teman baik Rinjani itu memang jago bela diri.
Kali pertama Wira melihat teman-teman Rinjani pada saat mereka menghadiri resepsi pernikahannya. Dan mereka pernah beberapa kali lagi berjumpa untuk sekedar makan siang atau makan malam bersama. Maka manakala Siska meluapkan emosinya, Wira sama sekali tidak berniat untuk membalas. Ia sadar kalau dirinya memang bersalah.
Lalu, ketika tangan Siska ditarik Endy untuk menjauhinya, saat itulah pandangannya bertemu dengan netra cokelat terang milik Rinjani. Tak ada lagi tatapan hangat yang menyapa, yang ada hanya sorot datar yang berhasil menancapkan belati di hatinya, membuat tubuhnya terpaku. Bahkan sampai semua orang pergi dan membubarkan diri dari kerumunan, tanpa sadar, tubuhnya masih memeluk Ayu erat, karena pikirannya melayang di udara. Masih mencoba untuk mencerna ....
Mengapa?
Perempuan itu ... istrinya ... berlalu begitu saja ....
Ponsel di sakunya berdering bersamaan dengan matanya yang mulai terpejam. Wira kembali membuka mata, terlihat nama pengacaranya tertera di layar.
"Halo."
"..."
"Hmm ...."
"..."
"Ya, Terima kasih."
Dari informasi yang baru saja didapat, mungkin sekitar minggu depan, ia dan Rinjani akan mendapatkan surat panggilan sidang pertama dari Pengadilan Agama. Wira lalu meringis, tiba-tiba dadanya terasa sesak saat mengetahui jika proses perceraiannya sudah berjalan. Menggeleng samar, ia lantas bangkit dari duduknya dan entah mengapa langkahnya justru memasuki kamar bekas Rinjani, kemudian terlelap di sana.
*****
Perusahaan ayah Rinjani memproduksi kain batik, dari yang tradisional sampai corak-corak modern yang digandrungi anak muda jaman sekarang. Pusat pabriknya ada di Semarang, di kota kelahirannya, dan di sanalah orang tua Rinjani tinggal.
![](https://img.wattpad.com/cover/228985379-288-k493550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Dusta (Tamat)
RomanceKetika dia yang menikahimu, memilih rumah yang lain untuknya pulang ....